free web hit counter
Jatim Times Network Logo
Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Serba Serbi

Cahaya di Sendang Siwani: Kisah Rubiah, Istri Setia Pangeran Sambernyawa

Penulis : Aunur Rofiq - Editor : A Yahya

20 - Dec - 2024, 09:36

Placeholder
Istana Pura Mangkunegaran: Dibangun oleh Pangeran Sambernyawa (K.G.P.A.A Mangkunegara I) pada tahun 1757, simbol kejayaan dan pusat pemerintahan Kadipaten Mangkunegaran di Surakarta. (Foto: Aunur Rofiq/JatimTIMES)

JATIMTIMES - Di sebuah pesanggrahan yang tenang, berlokasi di perbukitan kecil dekat Sendang Siwani, terdengar alunan gamelan mengiringi pagelaran wayang kulit semalam suntuk. Acara ini dihelat untuk memperingati kelahiran Raden Mas Said—tokoh yang kelak dikenal sebagai Pangeran Sambernyawa, sosok pemimpin perlawanan yang tak pernah padam dalam menentang ketidakadilan. 

Peristiwa malam itu, seperti takdir yang telah digariskan, menjadi awal perjumpaan Raden Mas Said dengan perempuan yang akan mengiringi perjalanan hidup dan perjuangannya: Rubiah, yang kemudian dikenal sebagai Kangdjeng Bendara Raden Ayu Kusuma Patahati.

Baca Juga : Kisah Berpindahnya Pohon Kurma dari Halaman Rumah Orang Munafik 

Malam itu, di bawah temaram cahaya rembulan, Pangeran Sambernyawa yang tengah menikmati suasana pagelaran tiba-tiba tertegun. Pandangannya tertarik pada sinar cahaya lembut yang muncul di antara kerumunan penonton. Cahaya itu berasal dari tubuh seorang gadis yang tengah tertidur lelap di antara teman-temannya. Pangeran Sambernyawa, terpaku oleh keindahan sekaligus keanehan tersebut, tak sampai hati membangunkan gadis itu. Sebelum berlalu, ia menyobek ujung kain jarik yang dipakai gadis tersebut, sebuah tanda yang kelak menjadi awal kisah mereka.

Keesokan paginya, Pangeran Sambernyawa memerintahkan seorang punggawa setianya untuk mencari pemilik kain itu. Perjalanan membawa sang punggawa ke desa Puh Kuning, tak jauh dari pesanggrahan. Di desa itu, diketahui bahwa kain tersebut milik Rubiah, putri dari Kyai Kasan Noeriman, seorang ulama terpandang di desa itu. Kyai Kasan Noeriman, dengan keturunan yang dapat ditarik hingga Panembahan Senopati dari Mataram dan Sultan Hadiwijaya dari Pajang, dikenal sebagai sosok yang alim, teguh dalam beragama, dan memiliki kelebihan spiritual.

Ketika Kyai Kasan Noeriman beserta putrinya menghadap ke pesanggrahan Raden Mas Said, sang pangeran mengutarakan niatnya untuk mempersunting Rubiah. Lamaran itu pun diterima. Setelah menikah, Raden Mas Said, yang dikenal sebagai Pangeran Sambernyawa, memberi istrinya nama baru: Raden Ayu Kusuma Patahati, sebuah penghormatan untuk perempuan yang telah berhasil menaklukkan hatinya. Nama tersebut tak hanya sekadar simbol kasih sayang, tetapi juga penghargaan terhadap sosok perempuan yang akan menjadi pendamping sekaligus pilar perjuangan. Desa Puh Kuning pun kemudian diganti namanya menjadi desa Matah, sebuah jejak penghormatan Raden Mas Said terhadap kisah cintanya yang istimewa.

Perempuan di Garis Depan Perjuangan

Raden Ayu Kusuma Patahati bukanlah istri biasa. Jika umumnya perempuan zaman itu hanya berkutat di dapur dan rumah tangga, beliau justru berdiri sejajar dengan suaminya dalam menghadapi badai perjuangan. Sosoknya tangguh, mahir menggunakan senjata seperti panah, keris, dan pedang—keterampilan yang mencerminkan karakter seorang pejuang. Bahkan, Raden Ayu Kusuma Patahati memimpin 40 prajurit perempuan yang setia mengawal pergerakan Pangeran Sambernyawa. Kisah heroik ini tetap hidup dalam ingatan, terbukti dengan keberadaan makam para prajurit perempuan yang bersemayam di halaman makam beliau.

Pada masa pergolakan politik yang penuh gejolak, Pangeran Sambernyawa, dengan keteguhan hati melawan penjajah dan penguasa lalim, menemukan dukungan luar biasa dari sang istri. Peran Raden Ayu Kusuma Patahati tidak hanya di medan tempur, tetapi juga dalam menjaga moral dan spiritual sang suami. Di balik sosok Pangeran Sambernyawa yang dikenal tanpa takut, ada perempuan kuat yang membangun kekuatan di balik layar, memberikan semangat, dan menjadi sandaran dalam setiap langkah perjuangan.

Ketika Pangeran Sambernyawa berhasil mencapai kedudukannya sebagai Penguasa Kadipaten Mangkunegaran pada tahun 1757—setelah menandatangani Perjanjian Salatiga dengan Sunan Pakubuwono III—beliau resmi bergelar K.G.P.A.A Mangkunegara I. Bersama pencapaian tersebut, Raden Ayu Kusumo Patahati turut naik ke singgasana sebagai Garwa Permaisuri dengan gelar Kangdjeng Bendara Raden Ayu Kusumo Patahati. Di kemudian hari, beliau juga dikenal sebagai Kandjeng Bendara Raden Ayu Mangkunegara Sepuh, sebuah gelar yang mencerminkan kedudukan agungnya di istana Mangkunegaran, sekaligus pengakuan atas perannya yang tak tergantikan sebagai pendamping setia dan pendukung perjuangan Mangkunegara I.

Didikan Kyai Kasan Noeriman

Tidak dapat dipungkiri, kepribadian kuat Raden Ayu Kusuma Patahati lahir dari bimbingan sang ayah, Kyai Kasan Noeriman. Sebagai ulama dan tokoh masyarakat di desa Puh Kuning—yang kelak menjadi desa Matah—Kyai Kasan Noeriman dikenal sebagai sosok yang tekun, cerdas, dan memiliki kekuatan spiritual luar biasa. Beliau dipercaya memiliki “linuwih”, kepekaan batin yang mampu membaca tanda-tanda masa depan.

Sejak kecil, Rubiah tumbuh dalam asuhan ayahnya yang penuh disiplin dan laku prihatin. Pada usia 9 tahun, Kyai Kasan Noeriman melihat cahaya terang muncul di atas kepala putrinya, pertanda bahwa Rubiah akan menjadi perempuan yang mulia. Cahaya yang sama muncul kembali ketika Rubiah berusia 14 tahun, menguatkan keyakinan sang ayah bahwa anaknya memiliki takdir besar.

Baca Juga : Mulai Tahun Depan, Transaksi Pakai Uang Elektronik Terkena PPN 12 Persen: Jadi Segini Dalam Satu Kali Transaksi

Kyai Kasan Noeriman juga berperan sebagai guru bagi Raden Mas Said, menantunya. Beliau tidak hanya mengajarkan ilmu agama, tetapi juga melatih Raden Mas Said dalam laku spiritual. Tirakat, tapa brata, dan berbagai latihan batin dilakukan bersama di sendang-sendang keramat. Gemblengan inilah yang membentuk Raden Mas Said menjadi pemimpin yang kuat, baik secara fisik maupun spiritual. Dukungan Kyai Kasan Noeriman terhadap perjuangan menantunya mencerminkan peran besar seorang guru dalam membentuk pemimpin tangguh di masa sulit.

Warisan Sejarah dan Keturunan

Dari pernikahannya dengan K.G.P.A.A Mangkunegara I, Raden Ayu Kusumo Patahati dikaruniai dua orang anak. Putra pertama, K.P.H Prabumidjaya, menikahi G.K.R Alit, putri Sunan Pakubuwono III. Dari pernikahan ini lahir K.G.P.A.A Mangkunegara II, yang kemudian melanjutkan kepemimpinan di Kadipaten Mangkunegaran. Sementara itu, putri kedua, B.R.Ay Angger, menikah dengan Raden Adipati Yudhanagara V, Bupati Banyumas. Pernikahan ini semakin memperkokoh jaringan keluarga bangsawan Jawa pada masa itu, sekaligus mempererat relasi antarkerajaan dan kadipaten.

Raden Ayu Kusuma Patahati wafat pada tahun 1787 dan dimakamkan di Astana Giri Gunung Wijil, yang terletak di Karang Tengah Kali Ancar, Jaten, Selogiri, Wonogiri. Hingga kini, makam beliau tetap diziarahi sebagai simbol penghormatan atas sosok perempuan tangguh yang berperan besar dalam sejarah perjuangan Mangkunegaran.

Di sisi lain, Kyai Kasan Noeriman, sang ayah sekaligus guru spiritual Raden Mas Said, juga meninggalkan warisan sejarah yang mendalam. Makam beliau yang terletak di Karang Tengah, Jaten, Selogiri, tetap menjadi situs bersejarah yang mengingatkan generasi penerus akan nilai-nilai perjuangan, kesederhanaan, dan keteguhan spiritual.

Kisah K.B.R.Ay Kusuma Patahati bukan hanya tentang cinta seorang perempuan kepada suaminya, tetapi juga tentang dedikasi, keberanian, dan peran besar perempuan dalam sejarah. Beliau adalah saksi hidup dari perjuangan Raden Mas Said, yang kelak dikenal sebagai Pangeran Sambernyawa, sosok yang tak pernah gentar menghadapi lawan demi tegaknya keadilan.

Melalui perjalanan hidupnya, Raden Ayu Kusuma Patahati telah menunjukkan bahwa di balik setiap pemimpin besar, ada sosok perempuan yang ikut membangun fondasi perjuangan. Warisan beliau—baik dalam bentuk keturunan maupun nilai-nilai perjuangan—tetap abadi dalam sejarah, memberikan inspirasi bagi generasi penerus tentang makna keteguhan, cinta, dan pengorbanan.


Topik

Serba Serbi Sendang siwani pangeran sambernyawa



JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Indonesia Online. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Jatim Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Aunur Rofiq

Editor

A Yahya