free web hit counter
Jatim Times Network Logo
Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Hiburan, Seni dan Budaya

Kyai Kasan Noeriman: Pilar Spiritual dan Guru di Balik Kebangkitan Pangeran Sambernyawa

Penulis : Aunur Rofiq - Editor : Sri Kurnia Mahiruni

09 - Dec - 2024, 14:52

Placeholder
Tugu Tri Dharma yang berdiri megah di Astana Mangadeg, simbol filosofi ajaran Mangkunegara I: Tata, Titi, dan Titis, mencerminkan kebijaksanaan, ketelitian, dan ketepatan dalam kepemimpinan. (Foto: Aunur Rofiq/ JatimTIMES)

JATIMTIMES - Di tanah subur yang kini dikenal sebagai Desa Matah, Selogiri, Wonogiri, sejarah Jawa berbisik tentang seorang ulama berpengaruh bernama Kyai Kasan Noeriman. Namanya mungkin tak sepopuler tokoh-tokoh sejarah besar lain seperti Raden Mas Said atau Mangkunegara I, tetapi warisannya membentang luas: dari pendidikan spiritual hingga pengaruh langsung terhadap lahirnya kepemimpinan seorang pahlawan perang yang menentang hegemoni kolonial Belanda. 

Sosok ini bukan sekadar ayah bagi Rubiah, atau Kanjeng Bendoro Raden Ayu Kusuma Patahati—istri pertama dan setia Mangkunegara I—tetapi juga guru dan pembimbing spiritual sang Pangeran Sambernyawa.

Asal-Usul dan Jejak Keturunan

Baca Juga : FIFGROUP Grebeg Cabang Hadir di Batam, Tawarkan Solusi Pembiayaan Mudah, Aman dan Cepat 

Kyai Kasan Noeriman berasal dari garis keturunan raja besar Jawa. Silsilahnya dapat ditarik dari Sultan Hadiwijaya dari Kesultanan Pajang. Garis keturunan ini menurun melalui Pangeran Benowo hingga pada generasi Kyai Raden Kasan Noeriman, atau dikenal sebagai Kyai Matah II. 

Dengan darah kebangsawanan dan pengajaran Islam yang kuat, Kyai Kasan Noeriman dikenal sebagai sosok ulama yang khusyuk dan sederhana. Di Desa Puh Kuning—yang kelak menjadi Desa Matah—ia membangun reputasinya sebagai Modin dan Ulama, tokoh yang disegani oleh masyarakat Wonogiri.

Salah satu anugerah terbesarnya adalah keturunannya. Dari rahim putrinya Rubiah, lahirlah jejak kejayaan Dinasti Mangkunegaran. Rubiah, yang kemudian dikenal sebagai Kanjeng Bendoro Raden Ayu Kusuma Patahati, menjadi salah satu tokoh penting di balik kebangkitan Mangkunegara I, suaminya, dan penerus perjuangan Jawa.

Rubiah: Cahaya Masa Depan

Sejak kecil, Rubiah telah menunjukkan tanda-tanda kebesaran yang akan ia pikul. Pada usia sembilan tahun, Kyai Kasan Noeriman melihat cahaya terang yang memancar di atas kepala putrinya. Cahaya ini, dalam tradisi Jawa, diyakini sebagai tanda spiritual tentang masa depan seseorang. Keyakinan Kyai Kasan Noeriman semakin kuat ketika, di usia 14 tahun, tubuh Rubiah kembali bersinar terang.

Dalam kepasrahan pada garis takdir, Kyai Kasan Noeriman menyiapkan putrinya untuk hidup sebagai sosok mulia. Tidak lama kemudian, Raden Mas Said, yang dikenal sebagai Pangeran Sambernyawa, meminang Rubiah. Namun, ikatan antara Kyai Kasan Noeriman dan sang menantu bukan hanya sebagai keluarga. Lebih dari itu, ia adalah guru spiritual dan pengasuh jiwa bagi sang pahlawan perang.

Guru dan Gemblengan Spiritual Raden Mas Said

Di tengah pergolakan perlawanan melawan kolonial Belanda pada abad ke-18, Raden Mas Said mendapati kekuatan batinnya ditempa oleh Kyai Kasan Noeriman. Sebagai guru agama, Kyai Kasan Noeriman mengajarkan dasar-dasar Islam kepada menantunya. Namun, lebih dari itu, ia menjadi pembimbing spiritual yang memperkuat ketahanan jiwa Raden Mas Said dalam menghadapi pertempuran yang berkepanjangan.

Di bawah bimbingan Kyai Kasan Noeriman, Raden Mas Said menjalani berbagai tirakat, seperti menyepi, tapa brata, hingga berendam di sendang untuk melatih kekuatan batin. Teknik ini tidak hanya memperkuat mental, tetapi juga membentuk karakter kepemimpinan yang tegas namun bijaksana. Gemblengan ini menjadikan Raden Mas Said sebagai sosok pemimpin yang visioner, tangguh, dan dihormati—seorang pemimpin yang dikenal sebagai Mangkunegara I.

Rubiah: Pendamping Setia di Masa Perjuangan

Sebagai istri pertama Raden Mas Said, Rubiah atau Kanjeng Bendoro Raden Ayu Kusuma Patahati memainkan peran penting yang jarang disebut dalam sejarah resmi. Ia tidak sekadar pendamping rumah tangga, melainkan seorang pejuang yang setia mendampingi suaminya di medan perang. Bersama 40 prajurit, Rubiah ikut serta dalam perlawanan yang dipimpin oleh Pangeran Sambernyawa. Tidak hanya itu, ia juga belajar ilmu bela diri dari Raden Mas Said untuk melindungi diri dan mendukung perjuangan suaminya.

Rubiah dikenal dengan sikap tulus dan ikhlas, bahkan ketika Raden Mas Said menikah lagi dengan Raden Ayu Inten, putri dari Pangeran Mangkubumi, sebagai tanda aliansi politik pada 1746. Dalam tradisi pernikahan Jawa, Rubiah dengan setia mengawal dan melayani prosesi pernikahan kedua mempelai. Sikap luhur ini membuatnya mendapat julukan Kusuma Patahati—seorang yang memancarkan ketulusan meski hatinya mungkin patah.

Perjuangan dan Peran Prajurit Wanita

Baca Juga : Jadwal Tanding Indonesia vs Myanmar Piala AFF 2024

Di bawah kepemimpinan Mangkunegara I, salah satu inovasi signifikan yang terjadi adalah keterlibatan prajurit wanita dalam angkatan perang. Bersama Rubiah, Mangkunegara I membentuk pasukan yang terdiri dari tiga peleton prajurit wanita: satu peleton bersenjata karabin, satu peleton bersenjata lengkap, dan satu peleton kavaleri berkuda. Ini adalah momen bersejarah, di mana wanita Jawa, di tengah nilai-nilai tradisional, dipercaya sebagai kekuatan militer.

Langkah ini tidak hanya mencerminkan strategi perang Mangkunegara I yang revolusioner, tetapi juga pengaruh kuat Rubiah yang menginspirasi keberanian di kalangan prajurit wanita.

Akhir Perjalanan dan Warisan Abadi
Kyai Kasan Noeriman wafat dengan tenang di usia yang tak tercatat dalam dokumentasi sejarah resmi. Makamnya terletak di Karang Tengah Jaten, Kecamatan Selogiri, Kabupaten Wonogiri—tempat yang hingga kini menjadi tujuan ziarah. Warisan spiritual dan kebijaksanaannya hidup dalam diri para keturunannya, termasuk Mangkunegara II yang melanjutkan dinasti Mangkunegaran.

Sementara itu, makam Kanjeng Bendoro Raden Ayu Kusuma Patahati atau Rubiah berada di Astana Giri, yang semula disebut Gunung Kepencil, kemudian dinamai Gunung Wijil untuk menghormati peran besarnya dalam sejarah perjuangan Mangkunegara I. Beberapa prajurit wanita setia juga dimakamkan di tempat ini sebagai pengakuan atas jasa mereka.

Kyai Kasan Noeriman: Tokoh Dibalik Kebangkitan Pangeran Sambernyawa

Kyai Kasan Noeriman bukan sekadar tokoh spiritual desa Matah. Ia adalah pilar yang menopang kebangkitan kepemimpinan Mangkunegara I, melalui pendidikan agama, latihan spiritual, dan penggemblengan karakter. Putrinya, Rubiah atau Kusuma Patahati, adalah simbol keteguhan wanita Jawa yang mendampingi perjuangan dengan keberanian dan keikhlasan.

Di balik gemuruh perang dan sejarah politik Jawa pada abad ke-18, Kyai Kasan Noeriman dan Raden Ayu Kusuma Patahati mengukir peran yang abadi—sebuah warisan yang tak hanya membangun Kadipaten Mangkunegaran, tetapi juga memahat jejak kebesaran bangsa Jawa.

 


Topik

Hiburan, Seni dan Budaya Kyai Kasan Noeriman Pangeran sambernyawa kisah sejarah sejarah



JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Indonesia Online. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Jatim Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Aunur Rofiq

Editor

Sri Kurnia Mahiruni