JATIMTIMES - Salah satu sahabat Rasulullah yang kisahnya menarik juga untuk dibahas adalah Mushab bin Umair. Sosoknya memiliki kelebihan pada senyumnya. Dengan senyumannya, banyak musuh para kaum musyrik yang hatinya luluh.
Mushab bin Umair, merupakan sosok yang berasal dari keluarga terpandang dan berkecukupan dari Suku Quraisy. Meski begitu, sosoknya tidaklah sombong. Bahkan setelah masuk kedalam Islam, ia meninggalkan kemewahan. Hal ini seperti yang dikutip dari buku Agar Cinta Bersemi Indah karya M. Fauzil Adhim.
Baca Juga : Geger Kartasura dan Lahirnya Mangkunegara I: Jejak Luka, Perlawanan, dan Pemulihan Marwah
Meski hidup dalam kesederhanaan dan penuh dengan kesulitan, namun Mushab tetap memiliki keimanan dan ketaqwaan yang justru semakin kuat. Berjalannya waktu, Mushab memiliki gelar Mushab al-Khair yang artinya Mushab yang baik. Julukan ini didapatkannya bukan karena hanya memiliki tingkah laku yang baik, namun juga karena sosoknya yang memiliki senyuman begitu menawan dan meneduhkan bagi siapa saja yang melihatnya.
Dalam penyebaran Islam, sosok Mushab juga begitu berjasa. Mushab banyak berhadapan dengan musuh dan orang-orang yang membenci Islam. Namun, anugerah dari Allah SWT berupa senyuman menawan yang ia miliki, mampu meredakan amarah dan mampu meluluhkan para musuh.
Salah satunya adalah pemimpin Bangsa Arab yang begitu terpesona dengan senyuman Mushab. Sehingga, dalam proses dakwahnya mengenakan Islam, tidak terjadi kekerasan sikap atau ucapan kasar dari Mushab. Hanya berbekal senyum, banyak dari mereka yang kemudian luluh.
Dan pada suatu ketika, Mushab datang ke satu kabilah untuk mengajaknya masuk ke dalam islam. Kedatangan Mushab ditemui oleh pemimpin mereka, yakni Usaid bin Hudair dan Sa'ad bin Mu'adz. Mereka merupakan pemimpin yang sangat berpengaruh pada kaum tersebut.
Kemudian Sa'ad bin Mu'adz memerintahkan Usaid bin Hudair untuk menemui Mushab. Ia diperintahkan agar mencegah Mushab untuk tidak mempengaruhi kaumnya untuk masuk Islam. Sembari membawa sebuah tombak, Usaid bin Hudair menemui Mushab. Ketika bertemu, Usaid langsung mencecarnya dan berkata kasar. Bahkan, ia ingin menyakiti Mushab.
Usaid yang saat itu penuh amarah, terus memaki Mushab. Namun Mushab tetap santai dan menangapi dengan senyuman. Usaid berkata, "Mau apa kalian datang kepada kami lalu menipu orang-orang bodoh di antara kami. Pergilah kalau kalian masih memerlukan napas kalian!!!".
Mushab tetap tenang dan menanggapi Usaid dengan ramah. Ia lantas mengajaknya duduk berbincang. "Bagaimana kalau engkau duduk sebentar. Kita berbincang-bincang sejenak. Kalau engkau senang, terimalah. Kalau engkau tidak senang, engkau dijauhkan dari apa yang tidak engkau senangi." Kata Mushab.
Usaid pun luluh. Ia kemudian bersedia berbincang dengan Mushab. Ia berkata, "Engkau benar." Ia lalu meletakkan tombak di tanah. Pada kesempatan itu, Mushab menjelaskan tentang Islam yang oenuh kedamaian diselingi dengan senyumannya. Bahkan, Mushab juga sempat membacakan Al-Qur'an dihadapan Usai.
Baca Juga : Kabar Duka, Aktor Senior Joshua Pandelaki Meninggal Dunia
Usaid pun sampai mendengarkan Mushab dengan seksama. Mushab kemudian berkata, "Demi Allah, aku sudah melihat di wajahmu keislaman sebelum aku berbicara."
Usaid yang telah mulai menyerap ajakan Mushab kemudian berkata, "Alangkah indahnya perkataanmu itu. Kalau ada orang yang berkeinginan masuk Islam, bagaimanakah caranya?".
Mushab kemudian menjawab. "Engkau mandi, bersuci, bersihkan pakaianmu, kemudian ucapkan kalimat syahadat. Sesudah itu, engkau shalat," kata Mushab bin Umair.
Mereka baru saja menjinakkan hati Usaid bin Hudair dengan senyuman, keramahan, dan kata-kata terpilih. Yang awalnya keras memusuhi, berubah menjadi ketundukan berkat sikap yang santun dan keinginan yang kuat untuk mengajak manusia pada kebenaran.
Singkat cerita, Usaid bin Hudair yang telah masuk islam, menunjukkan kepada Mushab al-Khair dan As'ad bin Jurarah agar mengajak Sa'ad bin Mu'adz kepada Islam sebab dialah pemimpin yang paling disegani. Berjalannya waktu, mereka pun kemudian dapat mengajak Saʻad bin Mu'adz masuk islam, bukan dengan cara kasar, melainkan dengan lembutnya perkataan, tulusnya senyuman, dan kuatnya keinginan untuk mengajak manusia kepada kebenaran.