JATIMTIMES- The Phoenix Hotel Yogyakarta berdiri anggun di jantung Kota Pelajar, menjadi saksi bisu perjalanan sejarah panjang sejak era Hindia Belanda. Bangunan bergaya Indische Empire Style yang didirikan pada tahun 1918 ini awalnya bukanlah hotel, melainkan rumah tinggal mewah milik seorang saudagar kaya bernama Kwik Djoen Eng.
Sebagai pemilik perusahaan besar di Salatiga dan Semarang, Kwik membangun kediaman ini dengan sentuhan arsitektur yang menggabungkan elemen modernitas Eropa dengan tradisi Timur yang eksotis.
Baca Juga : Pemkab Malang Gelar High Level Meeting, Antisipasi Inflasi Jelang Nataru
Meski telah berpindah tangan beberapa kali, keaslian arsitektur bangunan tetap dipertahankan. Dinding tebal, langit-langit tinggi, dan beranda luas di bagian tengah menjadi ciri khas gaya Indische Empire, yang mengadaptasi pengaruh Prancis pada era Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels (1808-1811). Pada masa itu, Belanda berada di bawah kendali Kekaisaran Prancis, dan Daendels membawa nuansa baru dalam seni arsitektur, menggantikan gaya landhuizen dengan Empire Style yang simetris dan monumental.
Bangunan ini memadukan estetika Eropa yang elegan dengan sentuhan lokal. Ukiran furnitur khas Jawa dan dekorasi bergaya oriental Tionghoa memberikan keseimbangan antara modernitas dan tradisi. Ruangan tengah yang luas, diperindah dengan beranda megah, menciptakan atmosfer yang sekaligus formal dan hangat.
Seiring waktu, rumah ini berubah fungsi menjadi kediaman konsulat, hingga akhirnya menjadi hotel yang dikenal sebagai The Phoenix Hotel. Perubahan fungsi ini tidak menghapus kesan heritage yang melekat kuat. Setiap sudut hotel dihiasi koleksi barang antik, mulai dari lukisan kuno, foto-foto era kolonial, hingga furnitur asli yang dirawat dengan telaten. Tidak berlebihan jika hotel ini disebut sebagai “galeri seni” yang hidup.
The Phoenix Hotel tidak hanya menyimpan jejak kejayaan masa lalu tetapi juga memainkan peran penting dalam sejarah Indonesia. Pada tahun 1946, Presiden Soekarno menjadikan hotel ini sebagai tempat tinggal dan kantor selama masa-masa genting Revolusi Nasional. Keberadaan Soekarno di sini menegaskan pentingnya bangunan ini sebagai bagian dari perjalanan kemerdekaan Indonesia.
Para tamu hotel masih dapat merasakan aura masa lalu yang kental, terutama melalui foto-foto dokumentasi sejarah yang menghiasi dinding. Lukisan-lukisan yang menggambarkan kehidupan kolonial di Hindia Belanda menambah kesan autentik pada setiap langkah yang diambil di koridor hotel.
Gaya Indische Empire yang diusung oleh Daendels adalah bentuk adaptasi arsitektur kolonial dengan pengaruh kuat dari Prancis. Rumah-rumah bergaya ini dirancang untuk menghadapi iklim tropis Jawa, dengan langit-langit tinggi yang memberikan sirkulasi udara optimal, dinding tebal untuk menjaga suhu ruangan tetap sejuk, dan beranda luas untuk bersantai.
Di sisi lain, dekorasi bangunan sering kali mencerminkan status sosial pemiliknya. Kombinasi furnitur Tionghoa, ukiran Jawa, dan detail Eropa menciptakan harmoni visual yang unik. The Phoenix Hotel adalah salah satu contoh terbaik dari gaya ini yang masih bertahan hingga sekarang.
Transformasi Menjadi Hotel Ikonik
Ketika berubah menjadi hotel, bangunan ini tidak kehilangan keasliannya. Sebaliknya, setiap elemen dirawat dan dipertahankan, menciptakan pengalaman menginap yang tak tertandingi. Para tamu dapat merasakan bagaimana hidup di era kolonial, dengan segala kemewahan dan nuansa historisnya.
Tidak hanya itu, koleksi barang-barang antik yang dipajang di berbagai sudut hotel menjadi daya tarik tersendiri. Barang-barang ini mencakup perabotan asli dari awal abad ke-20, keramik oriental, hingga foto-foto keluarga yang pernah tinggal di sini. Kehadiran barang-barang tersebut memberikan nilai tambah sebagai destinasi wisata heritage.
Warisan yang Hidup
Baca Juga : Empat Hari Hilang, Mokit Belum Ditemukan di Sungai Brantas
Dalam gemerlap modernitas Yogyakarta, The Phoenix Hotel berdiri sebagai monumen yang mengingatkan pada kejayaan masa lalu. Kesan heritage yang ditawarkan tidak hanya melalui arsitektur tetapi juga layanan yang mencerminkan tradisi keramahan khas Jawa.
Hotel ini tidak hanya menjadi tempat menginap, tetapi juga destinasi edukasi dan apresiasi budaya. Para tamu yang datang, baik dari dalam maupun luar negeri, sering kali terkesan dengan kekayaan sejarah yang ditawarkan. Bagi pecinta arsitektur, The Phoenix Hotel adalah contoh nyata bagaimana warisan budaya dapat dirawat dan diintegrasikan ke dalam kehidupan modern.
Menginap di The Phoenix Hotel bukan sekadar pengalaman biasa, tetapi perjalanan waktu yang membawa kita ke masa Hindia Belanda. Keanggunan bangunan bergaya Indische Empire, koleksi barang antik, dan kisah-kisah sejarah yang terukir di setiap dinding menjadikan hotel ini lebih dari sekadar akomodasi.
The Phoenix Hotel adalah simbol bagaimana tradisi dan modernitas dapat hidup berdampingan. Dalam setiap detail arsitektur dan layanan, warisan masa lalu tetap hidup, menjadikan hotel ini tak hanya sebagai tempat menginap tetapi juga sebagai pelestari sejarah.