JATIMTIMES- Pemungutan suara Pilkada Kota Blitar telah selesai. Proses rekapitulasi di tingkat kecamatan pun rampung dengan hasil yang jelas: pasangan nomor urut 02, Syauqul Muhibbin-Elim Tyu Samba (SAE) atau Ibin-Elim, unggul dengan 49.249 suara atau 53,18 persen. Namun, atmosfer kemenangan ini terusik oleh rekomendasi Panwascam di Kecamatan Sananwetan dan Sukorejo yang mengusulkan pemungutan suara ulang (PSU).
"Ini ibarat pertandingan sepak bola yang sudah selesai, ada yang menang, tapi yang kalah ingin mengubah skor," sindir M. Zainul Ichwan, Ketua Tim Pemenangan SAE, dalam pernyataannya pada Minggu (1/12/2024).
Baca Juga : Dijamu Madura United, Persebaya Usung Target Perpanjang Hasil Positif
Berdasarkan hasil rekapitulasi tingkat kecamatan, paslon nomor urut 02, SAE, unggul signifikan di Kecamatan Sananwetan dan Kepanjenkidul, masing-masing meraih 53,53 persen dan 57,33 persen suara. Sementara itu, pasangan nomor urut 01, Bambang Rianto-Bayu Setyo Kuncoro (nomor urut 01) hanya unggul tipis di Kecamatan Sukorejo dengan 50,60 persen suara.
Ketua Panwascam Sananwetan, Suparyana, menyampaikan bahwa rekomendasi PSU didasarkan pada sejumlah temuan, seperti keterlambatan saksi atau proses pencoblosan yang melewati pukul 13.00 WIB. Namun, ia mengakui bahwa alasan tersebut masih lemah. "Ini lebih sebagai peringatan kepada penyelenggara untuk lebih berhati-hati ke depannya," katanya.
Sementara itu, Ketua PPK Sananwetan, Muhammad Haris, menegaskan bahwa kewenangan pelaksanaan PSU sepenuhnya berada di tangan KPU. "Dalam kajian kami, syarat PSU sebagaimana diatur dalam Pasal 50 Peraturan KPU Nomor 17 Tahun 2024 tidak terpenuhi," ujarnya.
Tim hukum paslon SAE menilai rekomendasi PSU tersebut sebagai bentuk ketidakadilan. Kuasa hukum SAE, Suyanto SH, MH, menegaskan bahwa PSU hanya dapat dilaksanakan jika memenuhi ketentuan Pasal 372 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017. "PSU harus berdasarkan pelanggaran serius, seperti penyalahgunaan wewenang oleh penyelenggara, perusakan surat suara, atau pelanggaran hak pilih," jelasnya.
Suyanto juga menyebut bahwa temuan yang menjadi dasar rekomendasi, seperti keterlambatan saksi di TPS atau saksi yang ke kamar mandi, tidak memiliki dampak signifikan terhadap hasil pemungutan suara. "Kalau hal seperti ini dijadikan alasan PSU, jelas ini mengada-ada," tegasnya.
Anggota tim hukum SAE, Mashudi, turut mengkritik langkah Panwascam. Ia menduga ada paksaan atau tekanan politik di balik rekomendasi tersebut. "Kami melihat rekomendasi ini tidak memenuhi unsur hukum yang jelas. Seolah-olah ada pihak yang memaksakan PSU," katanya.
Komisioner Bawaslu Kota Blitar Divisi Penanganan Pelanggaran dan Penyelesaian Sengketa, Muhammad Nur Azis, mengaku pihaknya hanya meneruskan rekomendasi Panwascam kepada KPU tanpa menambah atau mengurangi isi rekomendasi tersebut. "Kami tidak tahu detailnya, karena rekomendasi ini berasal dari teman-teman Panwascam," ujarnya.
Ia juga menyebutkan bahwa hingga saat ini Bawaslu belum menerima jawaban resmi dari KPU terkait apakah PSU akan dilaksanakan atau tidak. "Belum ada jawaban baik secara lisan maupun tertulis dari KPU," tambahnya.
Kabar mengenai rencana Pemungutan Suara Ulang (PSU) di Kota Blitar terus beredar, dengan disebut-sebut ada lima Tempat Pemungutan Suara (TPS) di Kecamatan Sananwetan yang telah siap menggelar PSU. Tak hanya itu, rumor juga menyebutkan persiapan PSU di 11 TPS lain di Kecamatan Sukorejo dan sejumlah wilayah Kota Blitar. Namun, hingga saat ini belum ada kepastian resmi yang dikeluarkan oleh pihak berwenang terkait isu tersebut.
Baca Juga : Unggul 53,18 Persen, Tim Ibin-Elim Tegas Tolak PSU di Pilkada Kota Blitar
Upaya konfirmasi kepada Komisioner KPU Kota Blitar sejauh ini belum membuahkan hasil. Saat dihubungi melalui telepon dan pesan WhatsApp, pihak KPU belum memberikan tanggapan. Panggilan telepon yang dilakukan ke nomor terkait juga tidak dijawab.
Tim pemenangan SAE memastikan bahwa mereka akan menempuh jalur hukum jika KPU memutuskan untuk melaksanakan PSU. "Kami akan melaporkan KPU dan Bawaslu ke DKPP atas dugaan penyalahgunaan wewenang. Ada unsur pidana di sini, jadi jangan main-main," ancam Suyanto.
Ketua Tim Pemenangan SAE, M. Zainul Ichwan, juga mempertanyakan netralitas penyelenggara pemilu. Ia menduga ada kekuatan politik yang menekan KPU dan Bawaslu. "Kami merasa terdzolimi. Jika PSU tetap digelar, ini menjadi preseden buruk bagi demokrasi di Kota Blitar," katanya.
Saat ini, semua pihak menanti keputusan KPU Kota Blitar. Tim SAE berharap KPU dapat bersikap adil dan profesional dalam mengambil keputusan. "Kami percaya KPU akan menjalankan tugasnya sesuai prinsip kejujuran dan keadilan," ujar Mashudi.
Sementara itu, masyarakat Kota Blitar juga berharap agar polemik PSU ini segera berakhir sehingga pemenang Pilkada dapat melanjutkan tugasnya membangun daerah.
Drama Pilkada Kota Blitar terus berlanjut. Ketegangan antara rekomendasi PSU dan hasil pemilu yang sudah jelas mencerminkan dinamika politik lokal yang keras. Di tengah kontroversi ini, publik menanti sikap tegas KPU: akankah demokrasi dijaga atau justru dikorbankan?