JATIMTIMES - Berbicara tentang kehamilan, salah satu gangguan kesehatan yang dapat di derita sebelum, selamat atau setelah persalinan adalah eklampsia. Pada umumnya eklampsia adalah bentuk komplikasi parah dari preeklampsia, yang ditandai oleh tekanan darah tinggi dan adanya protein dalam urine. Eklampsia dapat terjadi setelah minggu ke 20 dalam kehamilan serta dapat membahayakan kondisi ibu hamil.
IDI adalah singkatan dari Ikatan Dokter Indonesia. Organisasi ini merupakan wadah profesi bagi para dokter di Indonesia, IDI Biak dengan alamat website idibiak.org menjelaskan bahwa penyebab utama dari eklampsia belum sepenuhnya dipahami. Namun biasanya kondisi ini terkait adanya penyakit berasal dari riwayat keluarga atau keturunan
Baca Juga : IDI Betun Bagikan Informasi Pengobatan Pada Penyakit Dispepsia
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) juga menjelaskan perbedaan mendasar antara eklampsia dan preeklampsia sendiri terletak pada tanda dan gejala yang ditimbulkan. Preeklampsia dapat ditandai dengan adanya tekanan darah tinggi dan protein pada urine tanpa disertai kejang, sedangkan Eklampsia merupakan komplikasi lanjutan dari preeklampsia yang ditandai dengan terjadinya kejang pada ibu hamil sehingga lebih berbahaya.
IDI saat ini juga melakukan penelitian lanjutan terkait dengan penyakit eklampsia, kemudian rekomendasi obat yang dapat diberikan bagi penderitanya.
Apa saja gejala ibu hamil mengidap penyakit eklampsia?
(Foto oleh ronnachaipark dari iStockphoto)
IDI Biak dengan alamat website idibiak.org menjelaskan bahwa eklampsia adalah kondisi serius yang dapat terjadi pada wanita hamil, ditandai dengan serangan kejang yang biasanya muncul setelah preeklamsia. Preeklamsia sendiri adalah kondisi yang ditandai oleh tekanan darah tinggi dan adanya protein dalam urine. Gejala eklampsia dapat bervariasi, tetapi umumnya mencakup beberapa tanda dan gejala berikut meliputi:
1. Adanya kejang dan pembengkakan pada area tubuh
Kejang adalah gejala utama eklampsia, yang dapat dimulai dengan kedutan pada otot wajah dan kemudian menyebar ke seluruh tubuh. Kejang ini bisa berlangsung selama 60-75 detik dan dapat terjadi satu kali atau berulang kali. Setelah kejang, terjadi pembengkakan pada tangan, kaki, dan wajah juga dapat terjadi, sering kali diiringi dengan penambahan berat badan yang signifikan.
2. Kesulitan untuk buang air kecil
Gejala selanjutnya bagi ibu hamil yang menderita eklampsia kesulitan dalam buang air kecil atau perubahan dalam pola buang air kecil. Penting untuk berkonsultasi ke dokter apabila gejala semakin parah sehingga mendapatkan medis awal.
3. Pandangan buram disertai mual
Gangguan penglihatan seperti kehilangan penglihatan, pandangan kabur, atau pandangan ganda juga menjadi gejala dari eklampsia. Rasa mual disertai muntah adalah masalah serius.
4. Gelisah dan kebingungan
Adapun gejala terakhir adalah perasaan gelisah dan kebingungan. Ibu hamil mungkin merasa gelisah atau bingung sebagai respons terhadap kondisi mereka yang memburuk sehingga membutuhkan penanganan yang tepat dari dokter.
Apa saja obat yang direkomendasikan untuk penyakit eklampsia pada ibu hamil?
Pengobatan untuk eklampsia pada ibu hamil bertujuan untuk mengatasi kejang dan mengontrol tekanan darah, serta mempersiapkan persalinan jika diperlukan. Berikut adalah obat-obatan yang direkomendasikan untuk mengatasi eklampsia meliputi:
1. Obat Diazepam
Diazepam adalah obat yang untuk mengobati eklampsia. Obat ini juga dapat digunakan jika kejang berulang terjadi meskipun sudah diberikan magnesium sulfat. Dosisnya biasanya 5–10 mg diberikan secara intravena
2. Obat Antikonvulsan
Salah satu obat Antikonvulsan seperti Lorazepam. Obat ini dapat digunakan Dapat digunakan jika kejang berulang terjadi meskipun sudah diberikan magnesium sulfat. Dosisnya adalah 2–4 mg melalui intravena dalam 2–5 menit.
Penanganan eklampsia harus dilakukan di fasilitas kesehatan yang memadai, dan keputusan untuk melakukan persalinan harus dipertimbangkan berdasarkan kondisi ibu dan janin. Jika tidak ditangani dengan baik, eklampsia bisa berakibat fatal bagi ibu dan bayi.