free web hit counter
Jatim Times Network Logo
Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Hiburan, Seni dan Budaya

Jejak Jenever di Hindia Belanda: Minuman Keras, Kolonialisme, dan Pengaruhnya

Penulis : Aunur Rofiq - Editor : Sri Kurnia Mahiruni

28 - Nov - 2024, 14:49

Placeholder
Ilustrasi sekelompok pria Belanda di zaman kolonial menikmati minuman jenever. (Foto: Dibuat dengan AI/ JatimTIMES)

JATIMTIMES- Minuman keras beraroma juniper, yang dikenal sebagai jenever atau genever, memiliki sejarah panjang yang tak hanya mencerminkan keahlian Belanda dalam penyulingan alkohol tetapi juga mengungkap sisi gelap kolonialisme. 

Minuman ini, yang sering dianggap sebagai simbol budaya dan keahlian Belanda, menjadi alat penting dalam perdagangan kolonial, termasuk dalam praktik perbudakan.

Baca Juga : Mantan Birokrat Tulen dan Pengusaha Muda Bakal Pimpin Kota Malang, Ini Profil Wahyu Hidayat dan Ali Muthohirin

Jenever pertama kali diproduksi di Belanda dengan cara menyuling anggur malt (moutwijn) hingga mencapai kadar alkohol 50 persen. Meski teknologinya maju pada masa itu, hasil awal penyulingan ini memiliki rasa yang kurang menyenangkan. 

Untuk mengatasi masalah tersebut, rempah-rempah seperti juniper ditambahkan. Juniper, selain memberikan aroma khas, juga dianggap memiliki khasiat obat, yang kemudian menjadi bagian penting dalam identitas jenever.

Menurut dewan redaksi Historiek dalam artikel "De rol van drank in de Nederlandse koloniale geschiedenis," jenever telah menjadi produk ekspor utama Belanda sejak abad ke-18. Minuman ini menyertai ekspansi kolonial mereka, mulai dari Suriname hingga Hindia Belanda. Tidak hanya sebagai komoditas perdagangan, jenever juga digunakan sebagai alat tukar, bahkan dalam praktik perdagangan budak.

Schiedam, sebuah kota kecil di Belanda, menjadi pusat produksi jenever pada abad ke-18 dan ke-19. Dari kota inilah jenever diekspor ke berbagai penjuru dunia, termasuk ke Hindia Belanda. Kota ini menjadi simbol bagaimana Belanda menggabungkan industri dengan kolonialisme untuk menciptakan produk yang mendunia.

Ketika tiba di Hindia, jenever beradaptasi dengan kondisi tropis. Salah satu adaptasi yang paling terkenal adalah pencampurannya dengan kina, bahan yang dikenal sebagai obat malaria. Lisa Lim dalam artikelnya untuk South China Morning Post menyebutkan bahwa pada abad ke-19, militer sering mencampur gin dengan air, gula, jeruk nipis, dan tonik untuk menutupi rasa pahit kina. Tradisi ini menjadi awal mula munculnya koktail gin and tonic.

Masuknya jenever ke Hindia Belanda berdampak signifikan pada kehidupan masyarakat, baik di kalangan pejabat kolonial maupun penduduk lokal. Di Batavia, misalnya, konsumsi minuman keras seperti jenever telah meluas hingga tingkat yang mengkhawatirkan. Kasijanto Sastrodinomo dalam artikelnya yang diterbitkan oleh Humas Universitas Indonesia menyebut bahwa kawasan Senen menjadi pusat perdagangan alkohol ilegal.

Selain itu, lokalisasi pelacuran di Batavia sering kali menjadi tempat pesta pora dengan minuman keras sebagai salah satu unsur utamanya. Tidak hanya jenever, masyarakat Hindia juga mengenal minuman keras lokal seperti arak dan ciu, yang menambah kompleksitas permasalahan alkohol di wilayah tersebut.

Di pedesaan, seperti Subang, dampak jenever juga terasa dalam budaya lokal. Tari ronggeng, yang awalnya merupakan hiburan rakyat, menjadi simbol kemerosotan ketika dikaitkan dengan konsumsi minuman keras yang memabukkan. Pemerintah kolonial sempat melakukan operasi pemberantasan minuman keras antara tahun 1920 hingga 1925, melibatkan pejabat lokal hingga residen. Namun, di sisi lain, sejumlah oknum pejabat kolonial justru mendukung bisnis impor jenever dan minuman keras lainnya.

Dalam sejarah Hindia Belanda, jenever sering digunakan sebagai alat tukar dalam perdagangan budak. Ini menunjukkan hubungan erat antara industri alkohol dan penindasan kolonial, sebagaimana dikemukakan oleh redaksi Historiek. Selain menjadi alat pembayaran, jenever juga menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari di kalangan militer dan pejabat kolonial.

Baca Juga : Nanik Sumantri Lakukan Coblosan di Desa Kedung Guwo, Serukan Masyarakat Gunakan Hak Pilih dengan Bijak

Lisa Kuitert, dalam jurnalnya yang diterbitkan Routledge Studies in Cultural History, menyoroti bagaimana jenever menjadi komoditas kontroversial di Hindia Belanda. Walbeehm, seorang indolog, dalam catatan historiografinya menemukan bahwa konsumsi alkohol di Hindia terus meningkat, meskipun mayoritas penduduknya beragama Islam dan tidak mengonsumsi minuman keras. Ia juga mencatat bahwa keberadaan komunitas Tionghoa di Hindia turut berkontribusi pada tingginya permintaan terhadap alkohol.

Meski memiliki sejarah kelam, warisan jenever tetap dilestarikan, terutama di Belanda. Museum Jenever Schiedam menyimpan berbagai artefak yang menggambarkan peran minuman keras ini dalam sejarah kolonial. Museum ini menjadi pengingat bagaimana industri alkohol, yang awalnya berkembang dari inovasi lokal, menjadi bagian dari sistem penindasan global.

Selain sebagai minuman, jenever juga sering dikaitkan dengan berbagai hidangan khas Belanda yang diperkenalkan di Hindia. Salah satu contohnya adalah hutspot, makanan yang terdiri dari wortel, kentang, bawang bombai, dan daging. Hidangan ini sering disajikan dengan jenever, memberikan cita rasa khas yang membawa nuansa Belanda ke tanah koloni.

Di satu sisi, pemerintah kolonial memberlakukan pembatasan ketat terhadap konsumsi alkohol di kalangan penduduk asli. Namun, di sisi lain, impor jenever terus meningkat tanpa hambatan. Standar ganda ini mencerminkan kompleksitas kebijakan kolonial, di mana kepentingan ekonomi sering kali mengalahkan pertimbangan moral dan kesehatan masyarakat.

Refleksi Hari Ini

Hingga hari ini, kisah jenever tetap menjadi bagian penting dari narasi sejarah kolonial Belanda. Sejarahnya mengajarkan bahwa inovasi dan perdagangan tidak lepas dari dinamika kekuasaan dan penindasan. Di sisi lain, jenever juga menunjukkan bagaimana budaya dan tradisi suatu bangsa dapat bertransformasi dan memengaruhi dunia.

Dengan segala kontroversi yang melingkupinya, jenever tetap menjadi simbol unik yang menghubungkan masa lalu kolonial Belanda dengan dunia modern. Melalui museum, jurnal, dan penelitian, warisan jenever terus dikenang, mengingatkan kita pada kompleksitas sejarah dan dampaknya yang abadi.


Topik

Hiburan, Seni dan Budaya Minuman Jenever kolonial belanda



JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Indonesia Online. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Jatim Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Aunur Rofiq

Editor

Sri Kurnia Mahiruni