free web hit counter
Jatim Times Network Logo
Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Serba Serbi

Puncak Suroloyo: Legenda, Sejarah, dan Jejak Sultan Agung di Pegunungan Menoreh

Penulis : Aunur Rofiq - Editor : Yunan Helmy

24 - Nov - 2024, 15:53

Placeholder
Puncak Suroloyo, saksi bisu perjalanan Sultan Agung dalam membangun kejayaan Mataram. (Foto: Istimewa)

JATIMTIMES - Di balik puncaknya yang menjulang tinggi, Puncak Suroloyo tidak hanya menyajikan pemandangan alam yang memukau, tetapi juga menyimpan cerita legenda yang menghubungkan masa lalu dan masa kini. Terletak di Pegunungan Menoreh, dengan ketinggian 981 mdpl, tempat ini menjadi saksi bisu perjalanan spiritual Raden Mas Rangsang, yang kelak dikenal sebagai Sultan Agung, sang raja legendaris dari Kesultanan Mataram. 

Sebuah tempat yang menjadi bagian dari sejarah besar perjuangan dan budaya Jawa, Puncak Suroloyo menawarkan lebih dari sekadar keindahan alam, tetapi juga kisah yang menginspirasi perjalanan bangsa ini.

Puncak Suroloyo: Titik Tertinggi dan Pemandangan Luar Biasa

Baca Juga : Tim Gabungan Mulai Bersihkan APK Paslon, Masyarakat Boleh Terlibat

Puncak Suroloyo terletak di bagian barat Pegunungan Menoreh, yang membentang di sepanjang perbatasan antara Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta, dan Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Dengan ketinggian mencapai 981 meter di atas permukaan laut (mdpl), Puncak Suroloyo menjadi salah satu puncak tertinggi di kawasan tersebut, di samping Gunung Ayamayam, Gunung Trajumas, Gunung Kendil, dan Gunung Kunir yang juga memiliki ketinggian serupa.

Dari puncaknya, wisatawan dapat menikmati panorama yang luar biasa. Pemandangan Kota Yogyakarta yang terhampar luas, dan jika cuaca cerah, Candi Borobudur yang megah di Kabupaten Magelang dapat terlihat jelas dari kejauhan. Fenomena ini, yang terkadang seperti melihat Yogyakarta dari atas awan, menarik ribuan wisatawan yang datang untuk menikmati pesona alam dan sejarah yang terkandung di dalamnya.

Puncak Suroloyo memiliki tiga gardu pandang utama, yang masing-masing dikenal dengan nama Suroloyo, Sariloyo, dan Kaendran. Ketiga tempat ini memiliki fungsi sebagai tempat beristirahat bagi para pengunjung, sekaligus tempat untuk merenung dan menyerap energi alam. Setiap gardu pandang memiliki daya tarik tersendiri, tidak hanya karena pemandangan yang luar biasa, tetapi juga karena keterkaitannya dengan cerita legendaris yang ada di sekitar tempat tersebut.

Legenda Puncak Suroloyo: Raden Mas Rangsang dan Wangsit yang Mengubah Sejarah

Puncak Suroloyo tidak hanya dikenal sebagai tempat wisata, tetapi juga sebagai situs spiritual yang memiliki kedalaman sejarah dan legenda. Salah satu cerita yang paling terkenal adalah legenda yang melibatkan Raden Mas Rangsang, seorang putra mahkota dari Kerajaan Mataram Islam. Menurut cerita yang ditulis oleh pujangga Ngabehi Yasadipura dalam kitab "Cabolek", Raden Mas Rangsang menerima sebuah wangsit untuk menjadi penguasa tanah Jawa.

Dalam perjalanan menuju wangsit tersebut, Raden Mas Rangsang, yang kelak akan bergelar Sultan Agung Hanyakrakusuma, berangkat dari Keraton Kotagede menuju ke arah barat. Setelah menempuh perjalanan jauh dan melelahkan sekitar 40 kilometer, ia tiba di Puncak Suroloyo. Keletihan membuatnya jatuh pingsan, dan dalam pingsannya, ia menerima petunjuk dari alam semesta yang memintanya untuk melakukan tapa kesatrian di tempat tersebut. Tempat itulah yang kini dikenal sebagai Puncak Suroloyo.

Legenda ini mengisahkan bagaimana Sultan Agung mendapatkan wangsit yang menjadi dasar dari kepemimpinannya yang besar di tanah Jawa. Bagi masyarakat Jawa, kisah ini menjadi simbol perjalanan spiritual dan politik yang mengarah pada kejayaan Kerajaan Mataram.

Sultan Agung: Sejarah Singkat dan Warisannya

Sultan Agung, yang lahir dengan nama Raden Mas Rangsang di Kotagede pada tahun 1593, adalah sosok yang sangat penting dalam sejarah Indonesia. Sebagai Sultan Mataram yang memerintah dari tahun 1613 hingga 1645, Sultan Agung tidak hanya dikenal sebagai seorang raja, tetapi juga sebagai seorang pemimpin militer yang cerdas dan budayawan yang besar. Ia memimpin Mataram dengan tegas dan berhasil membangun kerajaan yang kuat, baik dari sisi teritorial maupun militernya.

Nama asli Sultan Agung adalah Raden Mas Jatmika, meskipun ia lebih dikenal dengan nama Raden Mas Rangsang. Sultan Agung adalah putra dari Panembahan Hanyakrawati, raja kedua Kesultanan Mataram, dan Ratu Mas Adi Dyah Banawati, putri dari Pangeran Benawa, raja terakhir dari Kesultanan Pajang. 

Sultan Agung memiliki dua permaisuri utama sesuai dengan tradisi Kesultanan Mataram. Kedua permaisuri ini adalah Ratu Kulon dan Ratu Wetan. Ratu Kulon, yang memiliki nama asli Ratu Mas Tinumpak, adalah putri dari Sultan Kesultanan Cirebon. Ia melahirkan Raden Mas Syahwawrat yang dikenal dengan gelar Pangeran Alit. Sementara itu, Ratu Wetan, yang nama aslinya adalah Ratu Ayu Batang, adalah putri dari Adipati Batang dan cucu dari Ki Juru Martani. Ratu Wetan melahirkan Raden Mas Sayyidin yang kemudian dikenal dengan nama Amangkurat I, yang kelak menjadi salah satu sultan Mataram setelah Sultan Agung.

Sultan Agung memiliki ambisi besar untuk menyatukan Jawa di bawah pemerintahannya, dan ia dikenal karena upayanya untuk mengusir penjajah Belanda yang saat itu tengah menguasai Batavia. Di bawah kepemimpinannya, Mataram berkembang pesat, dan ia melakukan berbagai reformasi, termasuk di bidang administrasi dan kebudayaan. Ia juga dikenal sebagai pendiri kalender Jawa yang masih digunakan hingga saat ini, serta seorang penulis dan filsuf yang menciptakan karya sastra berjudul Serat Sastra Gendhing yang membahas hubungan antara sastra dan musik gamelan.

Selain itu, Sultan Agung juga memperkenalkan bahasa Bagongan yang digunakan oleh para pejabat dan bangsawan di Mataram. Bahasa ini bertujuan untuk menyatukan berbagai elemen masyarakat Mataram agar tercipta kedamaian dan harmoni dalam pemerintahan.

Baca Juga : Legenda Sepak Bola Surabaya Nilai Laga Amal Perlu tak Hanya Bagi Atlet Bola Saja

Warisan utama Sultan Agung terletak pada reformasi administrasi yang ia lakukan di wilayah otoritasnya. Salah satu pencapaiannya yang paling signifikan adalah penciptaan struktur administrasi yang inovatif dan rasional. Sultan Agung membagi wilayah kerajaannya menjadi "provinsi" dengan menunjuk para adipati sebagai kepala wilayah kadipaten. Khususnya di bagian barat Jawa, di mana Mataram menghadapi ancaman Belanda di Batavia, ia mendirikan kabupaten-kabupaten baru. Sebagai contoh, pada tahun 1636, Sultan Agung menciptakan Kabupaten Karawang dengan mengangkat Pangeran Kertabumi sebagai adipati pertama.

Ketika Belanda menguasai Nusantara, mereka mempertahankan struktur administrasi yang diwarisi dari Sultan Agung. Kabupaten-kabupaten yang ada di bawah pemerintahan Hindia Belanda diberi nama regentschappen, dengan gelar kepala daerah, seperti "Raden Aria Adipati Sastradiningrat" di Karawang, yang menjadi contoh pengaruh warisan Sultan Agung. Kata "adipati" yang digunakan dalam sistem pemerintahan kolonial ini tetap bertahan, menunjukkan kuatnya pengaruh administrasi yang dibangun oleh Sultan Agung.

Setelah kemerdekaan Indonesia, pemerintah mempertahankan istilah "kabupaten" dalam struktur administratif, meskipun residen dibubarkan pada 1950-an, dan kabupaten menjadi subdivisi administratif langsung di bawah provinsi. Undang-undang otonomi daerah yang disahkan pada tahun 1999 memberikan kewenangan yang lebih besar kepada kabupaten, memperkuat posisi administratif ini dalam kerangka pemerintahan Indonesia. Hingga saat ini, warisan Sultan Agung dalam sistem pemerintahan dan pembagian wilayah masih diakui dan diteruskan dalam struktur administratif Indonesia.

Pencapaian-pencapaian ini menjadikan Sultan Agung sebagai salah satu raja terbesar dalam sejarah Jawa, bahkan diakui sebagai Pahlawan Nasional Indonesia pada tahun 1975.

Puncak Suroloyo dan Warisan Sultan Agung

Puncak Suroloyo bukan hanya sekadar tempat yang indah untuk dikunjungi, tetapi juga sebuah situs yang mengandung nilai historis yang tinggi. Tempat ini merupakan saksi bisu dari perjalanan spiritual Sultan Agung, yang kelak menjadi salah satu raja paling berpengaruh di tanah Jawa. Melalui legenda yang mengisahkan tapa kesatriaan Raden Mas Rangsang, Puncak Suroloyo telah menjadi simbol perjuangan, bukan hanya bagi Sultan Agung, tetapi juga bagi seluruh bangsa Indonesia.

Sejarah panjang Puncak Suroloyo dan keterkaitannya dengan Sultan Agung memperkaya makna dari kunjungan wisatawan ke tempat ini. Setiap langkah yang diambil oleh pengunjung yang menaiki puncaknya terasa lebih bermakna, karena mereka menginjakkan kaki di tempat yang pernah menjadi saksi bisu dari kisah besar yang mengubah jalannya sejarah. Puncak Suroloyo, dengan segala keindahannya, tetap menjadi titik pertemuan antara legenda, sejarah, dan alam yang abadi.

Mengabadikan Sejarah di Puncak Suroloyo

Dengan segala keindahan alam dan kisah legendaris yang ada, Puncak Suroloyo telah menjadi tujuan wisata yang semakin populer, tidak hanya bagi para pencinta alam, tetapi juga bagi mereka yang tertarik pada sejarah dan budaya Jawa. Setiap pengunjung yang datang ke Puncak Suroloyo tidak hanya mendapatkan pengalaman visual yang memukau, tetapi juga kesempatan untuk merenungkan kembali nilai-nilai luhur yang terkandung dalam sejarah perjuangan Sultan Agung.

Puncak Suroloyo kini bukan hanya menjadi tempat wisata, tetapi juga menjadi situs penting yang menghubungkan masa lalu dengan masa kini, antara kebudayaan, perjuangan, dan spiritualitas. Dengan tetap mempertahankan keasriannya dan menyampaikan nilai-nilai sejarah yang terkandung di dalamnya, Puncak Suroloyo akan terus dikenang sebagai tempat yang tak hanya menawarkan pemandangan alam, tetapi juga sebagai lambang dari perjuangan dan warisan budaya bangsa.

Melalui Puncak Suroloyo, generasi bangsa diajak untuk mengenang kembali perjalanan panjang Sultan Agung dan menyaksikan dengan mata kepala sendiri keindahan alam yang menginspirasi. Sebagai saksi bisu dari sebuah legenda besar, Puncak Suroloyo adalah bukti nyata bahwa sejarah dan alam selalu berjalan berdampingan, saling mengisi dan saling menguatkan.

 


Topik

Serba Serbi Sultan Agung Kerajaan Mataram Puncak Suroloyo Bukit Manoreh



JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Indonesia Online. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Jatim Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Aunur Rofiq

Editor

Yunan Helmy