JATIMTIMES - Setiap tanggal 25 November, lagu Hymne Guru selalu menggema di berbagai sudut Indonesia, mengiringi perayaan Hari Guru Nasional. Lagu ini tidak hanya menjadi pengiring upacara, tetapi juga simbol penghormatan kepada para guru yang berjasa dalam membangun generasi penerus bangsa.
Lagu yang diciptakan oleh Sartono, seorang guru seni musik dari Madiun, Jawa Timur, pada era 1980-an, lagu ini membawa pesan yang dalam tentang pengabdian guru sebagai pelita dalam kegelapan. Meskipun Sartono sendiri adalah seorang guru honorer, lirik ciptaannya menggambarkan besarnya peran guru dengan penuh penghormatan dan rasa syukur.
Baca Juga : Pungkasi Debat Terakhir, Gumelar-Rudi Sampaikan Maaf ke NH dan KriDa
Sejarah Terciptanya Lagu Hymne Guru
Dikutip dari laman Kemdikbud, mulanya, Sartono menciptakan lagu tersebut untuk mengikuti Sayembara Penciptaan Lagu Hymne Guru yang diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan Nasional yang kini berubah nama menjadi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
Kala itu, waktu yang tersisa tinggal dua minggu lagi. Sartono pun berusaha mengisahkan bagaimana sosok guru di matanya dalam waktu yang singkat.
Salah satu poin yang muncul dalam lirik lagu yang ia ciptakan adalah guru sebagai pahlawan. Menurutnya, guru adalah pahlawan, meski tidak mendapat tanda jasa selayaknya polisi maupun tentara.
Rupanya, hal ini merujuk pada pengalaman sekaligus kisah hidupnya sendiri. Selama bertahun-tahun menjadi guru, statusnya tak kunjung diangkat dari honorer menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Alhasil, ia tidak memiliki dana pensiun di akhir masa jabatannya sebagai guru.
Ketika lagu itu rampung, ia pun mengirimkan hasil karyanya. Siapa sangka, Sartono menang sayembara tersebut dan mendapat hadiah utama uang senilai Rp750 ribu.
Lagu karya Sartono itu kemudian juga dijadikan lagu wajib nasional pada tahun yang sama. Maka tak heran, lagu tersebut kerap dinyanyikan ketika peringatan Hari Guru setiap tahunnya di Indonesia.
Selain hadiah, pria kelahiran Madiun, 29 Mei 1936 itu juga mendapat beberapa hadiah penghargaan dari Kemendikbud pada 2000 dan 2005.
Sartono kini telah tiada karena komplikasi stroke, jantung, dan penyumbatan di pembuluh darah di otak. Ia meninggal di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Madiun pada 1 November 2015 pukul 12.40 WIB.
Kendati begitu, karyanya tetap abadi dan masih terus dinyanyikan setiap peringatan Hari Guru sampai saat ini.
Perubahan Lirik
Lirik Hymne Guru mengalami perubahan dari versi asli hingga yang beredar dan dinyanyikan pada saat ini.
Mulanya, Sartono menggunakan lirik 'Tanpa tanda jasa' pada akhir lirik lagu tersebut. Namun, lirik itu kemudian diubah menjadi 'Pembangun insan cendekia'.
Perubahan ini sesuai dengan Surat Edaran Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Nomor 447/UM/PB/XIX/2007 yang dikeluarkan pada 27 November 2007.
Pertimbangannya, lirik 'Tanpa tanda jasa' memberi kesan bahwa profesi guru kurang penting. Padahal, peran guru sebagai tenaga pendidik pelajar di Indonesia sangatlah besar.
Maka dari itu, lirik tersebut diubah menjadi 'Pembangun insan cendekia' setelah mendapat persetujuan dari berbagai pihak. Lirik ini dianggap lebih mewakili peran guru di Tanah Air sebagai tenaga pendidik sekaligus pembangun sumber daya manusia.
Kendati begitu, hal ini tak mengubah makna penting dari keseluruhan lagu tersebut. Lagu Hymne Guru tetap menjadi salah satu lagu wajib nasional yang memiliki makna penting bagi bidang pendidikan, khususnya profesi guru di Indonesia.
Lirik Lagu Hymne Guru
Berikut lirik lagu Hymne Guru karya Sartono.
Terpujilah wahai engkau
Ibu bapak guru
Namamu akan selalu hidup
Dalam sanubariku
Semua baktimu akan kuukir
Di dalam hatiku
Sebagai prasasti terima kasihku
Tuk pengabdianmu
Engkau sebagai pelita dalam kegelapan
Engkau laksana embun penyejuk dalam kehausan
Engkau patriot pahlawan bangsa
Pembangun insan cendekia.