JATIMTIMES – Debat ketiga Pilkada Kota Blitar yang berlangsung pada Rabu 13 November 2024 menjadi penentu dan kesempatan terakhir bagi kedua pasangan calon (paslon) untuk menarik dukungan masyarakat. Digelar di Gedung Kesenian Aryo Blitar, debat kali ini diwarnai dengan nuansa lokal yang kental, mengingat sesi akhir berlangsung dalam bahasa Jawa.
Dua paslon yang bersaing, yakni Bambang Rianto-Bayu Setyo Kuncoro (didukung PDIP, Golkar, Gerindra, dan PPP) dan Syauqul Muhibbin-Elim Tyu Samba (diusung PKB, NasDem, PAN, Demokrat, dan PKN), berhadapan dalam suasana intens dan penuh antusiasme.
Baca Juga : Bawa Malapetaka: 6 Pelaku Judi Online di Blitar Diciduk, Termasuk Selebgram Perempuan
Ketua KPU Kota Blitar Rangga Bisma Aditya membuka acara dengan sambutan yang penuh makna, mengajak masyarakat untuk tidak melewatkan kesempatan berharga memilih pemimpin Kota Blitar mendatang.
“Insya Allah kalih minggu malih, kito sedoyo badhe ngentenaken hajatan nasional, kagem memilih pasangan calon ingkang badhe memimpin pemerintah kutho mblitar," ujar Rangga dalam bahasa Jawa, mengingatkan betapa pentingnya momentum ini bagi masa depan kota.
Visi-Misi yang Kontras
Pasangan Syauqul Muhibbin dan Elim Tyu Samba (Ibin-Elim) memulai segmen visi-misi dengan pesan persatuan. Ibin membuka dengan ajakan mengenang Hari Pahlawan yang baru diperingati beberapa hari lalu, dan menekankan pentingnya semangat kebersamaan dalam membangun Kota Blitar.
Dengan lugas, ia mengungkapkan konsep persatuan sebagai dasar dari “Tri Sakti Bung Karno”—berdaulat dalam politik, berdikari dalam ekonomi, dan berkepribadian dalam budaya.
Menurut Ibin, Blitar membutuhkan persatuan untuk membangun masa depan yang lebih sejahtera, sehat, dan berdaya saing.
Elim melanjutkan dengan lebih rinci, memaparkan berbagai misi mereka yang mencakup bidang pertanian, perdagangan, hingga industri kreatif. Salah satu program yang menonjol adalah urban farming untuk meningkatkan ketahanan pangan kota serta mendukung usaha mikro kecil menengah (UMKM) melalui penerapan teknologi. Mereka juga berjanji akan membangun pusat ekonomi kreatif dan agro, serta membuka peluang investasi yang ramah bagi para investor.
Sebaliknya, paslon Bambang Rianto-Bayu Setyo Kuncoro (Bambang-Bayu) mengusung visi “RAMAH”—Religius, Nasionalis, Maju, dan Amanah. Bambang menekankan bahwa visi ini bertujuan menjadikan Blitar sebagai kota yang layak untuk investasi dan pariwisata, serta menumbuhkan ekonomi rakyat berbasis wisata dan industri kreatif. Selain itu, pasangan ini mengusung misi untuk membangun infrastruktur yang ramah lingkungan, menciptakan tata kota yang menghargai warisan budaya, dan menyediakan ruang hijau yang bermanfaat bagi masyarakat.
Analisis Pengamat: Ibin-Elim Lebih Konkret, Bambang-Bayu Kurang Spesifik
Dosen Ilmu Politik Universitas Islam Blitar (Unisba) Blitar Anwar Hakim Darajad memberikan pandangannya terhadap kedua paslon. Menurut Anwar, pasangan Ibin-Elim menunjukkan pemahaman mendalam mengenai isu-isu utama di Blitar, khususnya dalam hal pemerataan ekonomi dan strategi pengentasan kemiskinan. “Ibin-Elim menawarkan solusi konkret untuk masalah ketimpangan dengan program urban farming, UMKM berbasis teknologi, serta pengembangan ekonomi kreatif. Mereka mampu memberikan harapan bagi pemilih dengan menggarisbawahi pentingnya pertumbuhan ekonomi yang menyeluruh,” ujarnya.
Sebaliknya, Anwar menilai Bambang-Bayu kurang mengelaborasi visi mereka dalam bentuk program-program yang spesifik. “Visi ‘RAMAH’ memang menarik dan menyentuh aspek emosional pemilih, namun sayangnya kurang disertai strategi yang detail. Visi ini tampak masih umum dan tidak menjawab kebutuhan konkret masyarakat Blitar secara langsung,” jelas Anwar. Ia menyarankan pasangan Bambang-Bayu untuk memperjelas mekanisme dari setiap misi agar lebih meyakinkan pemilih.
Segmen Pemerataan Ekonomi: Kritik atas Strategi Bambang-Bayu
Pada segmen selanjutnya, masing-masing paslon ditantang untuk menyampaikan solusi terkait pemerataan ekonomi. Data Indeks Gini Kota Blitar yang berada di angka 0,397 menunjukkan ketimpangan yang signifikan antara warga berpendapatan rendah dan tinggi. Ibin menyadari ketimpangan ini sebagai masalah serius, menyoroti data tentang warga Blitar yang pendapatannya berada di bawah tiga juta per bulan. Ia berkomitmen untuk menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan kualitas pendidikan sebagai solusi jangka panjang. “Kami memiliki program untuk memperbanyak lapangan kerja dan memastikan subsidi bagi kelompok menengah ke bawah. Kami ingin semua warga Blitar memiliki kesempatan untuk berkembang dan mencapai kesejahteraan,” ujar Ibin dengan nada tegas.
Elim, di sisi lain, menambahkan bahwa pengentasan kemiskinan tidak mungkin tercapai tanpa perbaikan di bidang pendidikan. “Pendidikan adalah salah satu jalur paling masuk akal untuk meningkatkan kualitas hidup. Kami juga akan membangun pusat ekonomi baru seperti pusat kuliner dan industri kreatif yang dapat menyerap tenaga kerja,” jelasnya.
Namun, paslon Bambang-Bayu memberikan jawaban yang dinilai kurang memadai. Mereka hanya menekankan tanggung jawab pemerintah kota untuk memajukan sektor ekonomi di seluruh kecamatan tanpa memberikan detil implementasi. Menurut Anwar Hakim, jawaban ini mengesankan bahwa paslon Bambang-Bayu kurang siap menghadapi persoalan ketimpangan ekonomi secara konkret. “Pemerataan ekonomi membutuhkan strategi yang matang, bukan sekadar retorika. Dalam hal ini, pasangan Ibin-Elim tampaknya lebih siap dengan program kerja yang jelas dan terstruktur,” kata Anwar.
Tantangan Pemberdayaan UMKM dan Peran Paslon dalam Ekonomi Rakyat
Di segmen lain, paslon juga dihadapkan pada pertanyaan tentang pemberdayaan UMKM yang memiliki potensi besar sebagai pengaman ekonomi warga berpendapatan rendah. Ibin menekankan pentingnya UMKM untuk menjadi motor penggerak ekonomi rakyat, dan menjanjikan dukungan dalam bentuk promosi, pemasaran, serta bantuan teknologi. “Dengan pemberdayaan UMKM, kita bisa mendorong produk unggulan Kota Blitar masuk ke pasar nasional dan bahkan internasional,” paparnya.
Sementara itu, pasangan Bambang-Bayu merespons dengan menyatakan bahwa mereka berkomitmen untuk memfasilitasi pelaku usaha melalui penyederhanaan perizinan. Namun, jawaban mereka lagi-lagi dinilai terlalu umum. Anwar Hakim mencatat bahwa meskipun pasangan Bambang-Bayu menyinggung soal penyederhanaan birokrasi, belum terlihat langkah konkret dalam bentuk program khusus untuk mengembangkan UMKM. “Di sinilah perbedaan paling mencolok antara kedua paslon—Bambang-Bayu tampak kurang memperhitungkan kebutuhan UMKM secara spesifik,” ujar Anwar.
Sesi Terakhir: Pesona Bahasa Jawa dan Keunggulan Ibin-Elim
Sesi akhir debat menggunakan bahasa Jawa, yang menciptakan suasana unik sekaligus menegaskan identitas budaya lokal Kota Blitar. Dalam kesempatan ini, pasangan Ibin-Elim memanfaatkan bahasa daerah dengan baik, menggunakan bahasa yang lugas dan mudah dipahami. Ibin bahkan sempat menyelipkan kalimat yang mengajak masyarakat untuk menghormati keberagaman dalam persatuan. Sementara itu, Bambang-Bayu terlihat lebih kaku dalam menggunakan bahasa Jawa, meskipun berusaha menyampaikan pesan persatuan dengan gaya yang agak formal.
Anwar Hakim mengakui bahwa kemampuan komunikasi Ibin-Elim dalam bahasa Jawa memberikan mereka keunggulan tersendiri. “Keterampilan berbahasa Jawa tidak hanya mencerminkan kedekatan mereka dengan budaya lokal, tetapi juga menunjukkan kemampuan mereka berkomunikasi secara efektif dengan warga,” katanya.
Debat yang Menentukan
Secara keseluruhan, Anwar Hakim menyimpulkan bahwa pasangan Ibin-Elim unggul dalam debat pamungkas ini. Mereka dinilai lebih siap dengan visi-misi yang konkret dan memahami kebutuhan masyarakat Blitar secara menyeluruh. Di sisi lain, Bambang-Bayu dianggap perlu memperbaiki pendekatan mereka, terutama dalam hal memperinci program kerja.
"Pada akhirnya, pilihan ada di tangan warga Kota Blitar. Apakah mereka ingin pemimpin yang menawarkan solusi konkret atau lebih memilih visi yang menyentuh secara emosional,” pungkas Anwar.