JATIMTIMES - Memperingati bulan yang penuh dengan tragedi kemanusiaan, BEM Nusantara Jawa Timur menggelar acara "Refleksi September Hitam" bersama BEM Universitas Dr. Soetomo (Unitomo), Forum Advokasi Mahasiswa, dan Teater KU FKIP Unitomo.
Acara yang dilaksanakan di belakang Gedung A Universitas Dr. Soetomo Surabaya pada Senin, 30 September 2024, ini dihadiri oleh mahasiswa dari berbagai kampus di Jawa Timur, termasuk para presiden mahasiswa.
Baca Juga : Nilai Tukar Petani Jatim September 2024 Turun 0,33 Persen, Terparah di Pulau Jawa
Acara ini bukan hanya sekadar panggung bebas bagi suara mahasiswa, tetapi juga menghadirkan diskusi bersama salah satu aktivis terkemuka, Cak Taufik Monyong, yang juga menjabat sebagai Ketua Dewan Kesenian Jawa Timur. Tema utama dari acara ini adalah refleksi atas pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di masa lalu yang hingga kini masih menjadi catatan kelam bagi bangsa Indonesia.
Dalam sambutannya, Koordinator BEM Nusantara Jawa Timur, Helvin Rosiyanda, menegaskan pentingnya memperingati bulan September sebagai momen refleksi. "Hari ini kita dipertemukan kembali di bulan yang penuh duka. Esok, kita akan dipimpin oleh sosok baru dan juga harapan baru. Namun, kemenangan pemilu kemarin tidak serta-merta membebaskan kita dari bayang-bayang pelanggaran HAM di masa lalu," ungkapnya.
Helvin juga menyinggung tragedi Kanjuruhan yang terjadi pada 1 Oktober 2022, di mana lebih dari 135 nyawa melayang akibat penggunaan gas air mata. Tragedi ini, menurut Helvin, adalah bentuk pelanggaran HAM berat yang masih membekas di hati masyarakat. "Apa yang bisa kita harapkan ketika Prabowo jadi presiden? Harapan kita tetap sama: keadilan harus ditegakkan," tambahnya.
Ia juga menekankan bahwa meskipun masyarakat seolah dihipnotis untuk melupakan, catatan HAM masih abadi, dan korban serta keluarganya belum mendapatkan keadilan.
Helvin melanjutkan dengan menekankan peran penting mahasiswa dalam mengawasi dan menyuarakan kebenaran di tengah peralihan kekuasaan yang akan datang. "Kita sebagai mahasiswa tentunya sangat mengharapkan bahwa pemerintahan yang baru mampu menyelesaikan kasus-kasus berat pelanggaran HAM. Kami tetap optimis bahwa pemerintahan mendatang bisa menjadi pintu awal untuk membuka rekonsiliasi yang selama ini ditunggu-tunggu," ujarnya.
Helvin juga mengajak seluruh mahasiswa di Indonesia untuk menjadikan bulan September sebagai momen refleksi di setiap kota, kampus, atau titik pusat daerah. "Kita bersama-sama merefleksikan momen kelam ini di berbagai penjuru kota. Beribu doa, cinta, dan harapan kita kirimkan untuk para korban dan keluarganya, yang masih membutuhkan gerakan nyata untuk mewujudkan janji keadilan," lanjutnya.
Baca Juga : PSI Pastikan Ali Muthohirin Tak Terlibat Pelengseran Gus Dur: Itu Tudingan Ngawur
Wa Ode Maghfirah, selaku Ketua Pelaksana dalam aksi ini, turut menyampaikan pesan moral dalam acara Refleksi September Hitam ini. "Kami tidak melawan dengan kebencian, kami tidak melawan dengan ketidaksukaan. Kami bergerak dengan spirit kemanusiaan," tegas Wa Ode. Ia menekankan bahwa gerakan moral seperti ini seharusnya tidak diabaikan oleh pemerintah.
Wa Ode juga menambahkan bahwa tema "September Hitam" adalah tantangan besar dan pekerjaan rumah (PR) yang harus diselesaikan oleh presiden baru. "Gerakan ini menjadi cerminan dari tantangan besar yang dihadapi oleh pemerintahan baru. Kami sangat berharap agar spirit kemanusiaan ini diakui dan direspons oleh pemerintah dengan tindakan yang nyata," katanya.
Wa Ode menutup dengan menyampaikan rasa terima kasih yang mendalam kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam acara ini. "Kami sangat berterima kasih kepada seluruh elemen masyarakat, mulai dari seniman, budayawan, hingga teater yang telah mendukung dan meramaikan aksi simbolik pada hari ini. Semoga hasil dari acara ini bisa kita petik esok dan selamanya," tutup Wa Ode.