JATIMTIMES - Adanya rencana penerapan Big Data Zakat-Wakaf mulai Oktober 2024 mendatang oleh Kementerian Agama (Kemenag) Republik Indonesia disambut positif. Salah satunya dari Guru Besar Ekonomi Islam Unair, Prof. Raditya Sukmana.
Dia sepakat dengan Kemenag bahwa penerapan big data akan lebih mengoptimalkan kebermanfaatan dana zakat dan wakaf bagi masyarakat.
Baca Juga : Rapat Pleno Terbuka Rekapitulasi DPT, KPU Situbondo Tetapkan 507.507 Pemilih di 1030 TPS
"Lembaga ziswaf di Indonesia sekarang butuh big data untuk mapping klasifikasi wakif dan muzakki. Apalagi Indonesia memiliki jumlah Wakif dan Muzakki yang sangat besar," ujarnya.
Hal ini berdasar riset dan pengalaman Prof. Radit melihat perkembangan pengelolaan wakaf di negara lain yang didapatkan saat menjadi narasumber pada forum wakaf internasional.
Menurutnya, saat ini penerapan Big Data sudah dilakukan dalam berbagai lini bidang. Sehingga sudah selayaknya juga diterapkan dalam bidang ziswaf dan wakaf di Indonesia.
"Dengan big data, lembaga zakat dan wakaf dapat membuat mapping/ klasifikasi wakif dan muzakki," imbuhnya.
Mapping ini juga akan bisa membantu menentukan strategi sosialisasi dan juga marketing yang tepat. Harapannya, masyarakat lebih teredukasi perihal zakat dan wakaf.
Baca Juga : Haji Berbasis Data: Kemenag RI Tunjukkan Ikhtiar Lebih Baik
"Masyarakat yang teredukasi dengan baik, akan menjadi lebih sadar perihal kewajiban, hak, dan tata cara pengelolaan zakat dan wakaf yang sesuai tuntunan," lanjut Prof. Radit.
Selain itu, big data juga diharapkan menjadikan lembaga -lembaga yang ada mampu mengalokasikan zakat dan wakaf secara tepat sasaran. Tujuannya agar penerima manfaat zakat dan wakaf mendapatkan pemberdayaan yang tepat.
"Lembaga zakat dan wakaf juga dapat lebih fokus mendidik penerima manfaat agar kedepannya dapat berdaya dan mandiri. Bahkan bisa pindah status yang semula mustahik menjadi muzakki atau wakif," imbuh Prof. Radit.