JATIMTIMES - Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP), Deddy Yevri Sitorus, menyoroti rencana Badan Legislasi (Baleg) DPR yang dianggap ingin menggagalkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Pilkada. Menurut Deddy, rencana tersebut merupakan tindakan yang sangat berbahaya bagi demokrasi dan termasuk "kejahatan politik" yang tidak boleh dibiarkan.
Deddy menjelaskan bahwa dirinya menerima informasi terkait Badan Legislasi DPR yang akan mengadakan rapat untuk membahas revisi undang-undang Pilkada. Hal ini terjadi hanya beberapa jam setelah MK mengeluarkan putusan yang membatalkan ambang batas (threshold) pengusungan pasangan calon kepala daerah. Menurutnya, langkah cepat Baleg untuk membahas revisi ini sangat mencurigakan dan bertujuan untuk mengaborsi keputusan MK yang baru saja dikeluarkan.
Baca Juga : Putusan Terbaru MK Dinilai Untungkan Demokrasi, Partai jadi Bebas Usung Calon Sendiri
“Kami mendapatkan informasi bahwa hari ini badan legislasi DPR RI mengeluarkan undangan untuk membahas rencana revisi undang-undang Pilkada. Ini dilakukan hanya beberapa jam setelah Mahkamah Konstitusi mengeluarkan putusan yang membatalkan threshold dalam rangka pengusungan pasangan calon dalam Pilkada,” ungkap Deddy, melalui akun TikTok pribadinya, dikutip Rabu (21/8/2024).
Deddy menilai, putusan yang dibuat oleh MK sangat positif karena memastikan bahwa akan ada lebih dari satu pasangan calon yang dapat maju dalam setiap kontestasi Pilkada. Hal ini penting untuk mencegah praktek politik “kotak kosong” yang sering digunakan oleh pihak-pihak tertentu untuk mengamankan kekuasaan di daerah tanpa perlawanan politik.
Menurut Deddy, ada sekitar 150 daerah yang berpotensi mengalami Pilkada dengan satu pasangan calon, termasuk daerah penting seperti DKI Jakarta dan Banten.
"Putusan MK sangat baik karena memastikan dimungkinkan lebih dari satu pasang calon di setiap daerah. Ini akan merusak rencana sebagian kelompok untuk membuat 'kotak kosong' di Pilkada, terutama di daerah seperti DKI Jakarta dan Banten," ujar Deddy, menyoroti dua daerah yang secara terang-terangan berpotensi hanya memiliki satu calon pasangan.
Dengan adanya putusan MK ini, Deddy mengungkap bahwa rakyat akan memiliki lebih banyak pilihan dalam memilih pemimpin daerah. Situasi ini sangat penting dalam menjaga kualitas demokrasi dan memberikan ruang bagi berbagai alternatif kepemimpinan untuk muncul.
Selain itu, putusan MK juga menetapkan bahwa pasangan calon harus memenuhi syarat usia pada saat penetapan calon, bukan pada saat dilantik. Ketentuan ini lebih adil dan memberikan kejelasan yang lebih baik terkait persyaratan pencalonan.
"Putusan ini memastikan bahwa pasangan calon harus memiliki usia sesuai undang-undang pada saat penetapan sebagai calon, bukan saat dilantik. Hal ini tentu memberikan kepastian hukum yang lebih baik," tambahnya.
Namun, meski putusan MK ini mendapat dukungan luas dari berbagai kalangan, DPR, khususnya melalui Badan Musyawarah (Bamus), secara tiba-tiba merespon dengan cepat. Menurut kabar yang diterima Deddy, Bamus DPR akan segera menggelar rapat untuk membahas revisi undang-undang Pilkada. Keputusan ini menimbulkan pertanyaan besar, mengingat revisi tersebut berpotensi mengesampingkan putusan MK dan membuat keputusan itu tidak efektif.
"Nah, tiba-tiba DPR dengan Bamus yang kabarnya tidak sempurna itu langsung akan membahas perubahan undang-undang Pilkada besok. Artinya, mereka ingin memotong atau membuat putusan MK menjadi tidak berguna dengan cara mengubah undang-undang," tegas Deddy.
Baca Juga : Polres Situbondo Tingkatkan Patroli Jelang Pendaftaran Pilkada
Deddy juga mempertanyakan motif di balik rencana Baleg yang hendak melakukan revisi undang-undang Pilkada hanya beberapa hari sebelum masa pendaftaran pasangan calon Pilkada dimulai. Menurutnya, langkah ini mencerminkan tindakan DPR yang lebih bertindak sebagai alat kekuasaan, bukan sebagai perwakilan rakyat.
Ia menyatakan bahwa Baleg telah secara terang-terangan menunjukkan bahwa mereka lebih berpihak pada kepentingan penguasa ketimbang menjaga demokrasi yang sehat dan berkeadilan.
"Saya ingin tanya, untuk apa Baleg merevisi undang-undang Pilkada hanya beberapa hari menjelang pendaftaran pasangan calon Pilkada, sebagaimana ditetapkan undang-undang? Baleg sedang bekerja sebagai alat kekuasaan, bukan sebagai alat rakyat," ujar Deddy.
Deddy Yevri Sitorus juga menegaskan bahwa jika praktik semacam ini terus berlanjut, demokrasi Indonesia akan semakin terpuruk. Sebagai bagian dari lembaga legislatif, tugas utama DPR adalah menjaga demokrasi, bukan menjadi perpanjangan tangan dari kekuasaan yang ingin mempertahankan kendali dengan cara-cara yang tidak adil. Ia bahkan menyebut tindakan ini lebih buruk daripada yang dilakukan di era Orde Baru, ketika kekuasaan otoriter mengendalikan penuh proses politik.
"Harus menjaga demokrasi itulah tugas DPR RI, bukan menjadi kaki tangan penguasa yang melebihi Orde Baru," tegasnya.
Di akhir pernyataannya, Deddy menyerukan kepada seluruh masyarakat dan elemen politik untuk bersama-sama melawan tindakan yang dianggapnya sebagai "kezaliman politik". Menurutnya, setiap warga negara harus berani melawan upaya-upaya yang merusak demokrasi demi masa depan politik yang lebih adil dan transparan.
"Kita semua harus melawan kezaliman seperti ini. Merdeka!" pungkas Deddy.