JATIMTIMES - Setelah menikah, laki-laki akan mendapat peran dan tugas baru sebagai seorang suami. Tugas suami dalam Islam telah diatur dalam Alquran dan hadits.
Menikah pada dasarnya bertujuan untuk membentuk rumah tangga yang sakinah, mawadah, dan warahmah. Untuk mencapai tujuan tersebut, suami maupun istri harus bekerja sama dalam menciptakan keharmonisan dalam rumah tangganya.
Baca Juga : 700 Tahun Blitar: Mengenang Pertarungan Manusia dan Harimau dalam Rampogan Macan
Salah satu upaya menciptakan keharmonisan adalah dengan menunaikan hak dan kewajiban masing-masing. Seorang istri berkewajiban untuk patuh dan menjaga kehormatan suami.
Begitu pun sebaliknya. Suami juga harus menjalankan peran dan tugasnya sebagai imam yang baik. Namun, apa saja tugas suami dalam Islam selain menafkahi?
Mengutip dari laman NU Online, berikut ini adalah 3 tugas seorang suami menurut ajaran Islam.
1. Memberi Nafkah
Seorang pria memang menanggung kewajiban untuk menafkahi anak dan istrinya sebagai bentuk tanggung jawab atas amanah yang telah ia ambil. Hal ini senada dengan yang disebutkan dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 233:
وَالْوٰلِدٰتُ يُرْضِعْنَ اَوْلَادَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ لِمَنْ اَرَادَ اَنْ يُّتِمَّ الرَّضَاعَةَ ۗ وَعَلَى الْمَوْلُوْدِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِۗ
Artinya, “Ibu-ibu hendak menyusui anaknya dua tahun penuh, bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Kewajiban ayah adalah menanggung makan dan pakaian mereka dengan cara yang patut”.
Dalam ayat tersebut digambarkan pembagian peranan yang jelas antara seorang ayah dan seorang ibu, peranan utama ibu adalah merawat anaknya dengan cara memastikan kesehatan dan nutrisinya sedangkan tugas seorang ayah adalah untuk mencarikan biaya dan penunjang hidup untuk keduanya.
2. Mengajarkan Aqidah
Bisa dibilang kewajiban nafkah merupakan kewajiban yang paling menjadi sorotan karena hal tersebut berkaitan dengan keberlangsungan hidup sebuah keluarga. Namun demikian, pada dasarnya ada kewajiban-kewajiban lain yang juga harus diemban oleh seorang suami.
Di antara bentuk tanggung jawab tersebut adalah mengenalkan pada anak akidah-akidah dasar dalam Islam sebagai dasar keyakinan yang perlu ditanamkan sedini mungkin. Sebagaimana yang dikatakan oleh Habib Abdullah bin Husain Ba’alawi dalam kitabnya
Baca Juga : Sinyal Sanusi-Lathifah Berpasangan di Pilkada Menguat, Ketua DPC PDIP Kabupaten Malang: Tinggal Proses Pleno
يجب على ولي الصبي والصبية المميزين ان يأمرهما بالصلاة وان يعلمهما بعد سبع سنين ويضربهما على تركها بعد عشر سنين.
Artinya, “Wajib bagi setiap wali anak laki-laki dan anak perempuan yang sudah tamyiz untuk memerintah mereka melaksanakan shalat, dan mengajarkan mereka (rukun dan syarat sholat) setelah berusia tujuh tahun dan memberi mereka pelajaran sebab meninggalkan sholat setelah berumur sepuluh tahun”. (Abdullah bin Husein Ba’alawi, Sullam al-Taufiq ila Mahabbatillahi ala al-Tahqiq, al-Haramain, h.7)
Selain mengajarkan akidah ia juga perlu mengajarkan anak tentang mana yang halal dan mana yang haram. Kewajiban di atas pada dasarnya tidak mutlak harus dilakukan langsung oleh seorang ayah, namun juga dapat diwakilkan pada sang ibu atau orang lainnya.
3. Menjadi pembimbing
Sebagai seorang imam dalam rumah tangga seorang suami mendapat wewenang untuk membimbing istrinya menjadi lebih baik dan lebih taat kepada Allah sebagaimana yang dikatakan oleh Syaikh Muhammad Salim Ba Bashil al-Syafi’i:
ويجب ايضا ضرب زوجة كبيرة على ترك الصلاة ان امن النشوز
Artinya, “Dan wajib bagi seorang suami memberi Pelajaran pada istrinya yang sudah dewasa sebab meninggalkan shalat selama tidak dihawatirkan ia akan membangkang”. (Muhammad bin Salim ba Bashil al-Syafi’i, Is’ad al-Rafiq wa Bughyatu al-Shadiq, al-Haramain, Jilid I, h.73)
Artinya suami mendapat amanah untuk juga membimbing istrinya, tentu bimbingan sebagaimana yang diungkapkan dalam referensi di atas tidak hanya berkaitan dengan urusan shalat, namun juga dalam hal-hal lainnya seperti dalam masalah etis istri dan segala hal yang berkaitan dengan kebaikan dan kemaslahatan istri serta keluarga.
Meskipun suami memiliki wewenang untuk mendidik dan memberikan pelajaran pada istri dan anaknya yang melakukan tindakan-tindakan kurang baik atau membahayakan agamanya, namun memilih untuk tidak mengambil tindakan fisik dan mengambil cara persuasif dengan cara memberi nasihat dan bersikap sabar atas perlakuan istrinya tetap menjadi opsi paling utama yang bisa dipilih oleh seorang suami.