JATIMTIMES - Maskawin pada umumnya berupa harta benda berupa emas, uang atau pun berlian. Namun berbeda dengan maskawin yang diberikan oleh Danang Saputra (28) warga Wagir Kidul, Kecamatan Pulung, Kabupaten Ponorogo kepada istrinya, Dita Eka Wahyu Sukmawati (23) warga Desa Bekiring. Di mana Danang memberikan seekor sapi kepada istrinya sebagai maskawin.
Danang menuturkan, penggunaan hewan sapi jantan senilai Rp 20 juta ini dilakukan untuk memenuhi nazar yang sebelumnya diikrarkan. Dia yang merupakan peternak sapi berikrar suatu hari nanti akan menikah dan diberi rezeki cukup ingin memberikan seekor sapi kepada istrinya.
Baca Juga : Tim Binus Malang Bantu Promosikan Desa Bendosari Via Video hingga Website Kreatif
"Ini nanti rencana mau saya pelihara, kan sudah saya berikan kepada istri, ketika nanti sudah diperbolehkan bisa diputar lagi untuk usaha," tutur Danang, Jumat (5/7/2024).
Maskawin Danang ini pun terbilang unik namun juga penuh tanda tanya publik mengenai ke sah-annya. Lantas bolehkah menggunakan makhluk hidup sebagai maskawin pernikahan?
Hukum Maskawin Makhluk Hidup dalam Islam
Dilansir dari NU Online, maskawin atau mahar pernikahan merupakan harta yang wajib diberikan suami kepada istri karena akad nikah. Salah satu tujuannya adalah menunjukkan kesungguhan untuk menikahi tambatan hati dan memenuhi hak-hak perempuan.
Adapun besarannya, menurut syariat, tidak dibatasi. Begitu pun jenis dan bentuknya. Demikian seperti yang disebutkan Mushthafa al-Khin dalam kitabnya:
لا حدّ لأقل المهر، ولا لأكثره، فكلّ ما صحّ عليه اسم المال، أو كان مقابلاً بمال، جاز أن يكون مهراً، قليلاً كان أو كثيراً، عيناً أو ديناً، أو منفعة: كسجادة، أو ألف ليرة، أو سكنى دار، أو تعليم حرفة.
Artinya: “Tidak ada batasan dalam minimal dan maksimalnya mahar. Intinya, segala sesuatu yang sah disebut harta dan dapat ditukar dengan harta, boleh menjadi mahar, besar ataupun kecil, dibayar tunai ataupun dihutang, bisa juga berupa manfaat seperti sajadah, uang tunai senilai 1000 lira (mata uang Turki), manfaat tinggal di suatu rumah, atau jasa mengajar baca walau hanya satu huruf.” (Lihat: Musthafa al-Khin, al-Fiqhu al-Manhaji, juz IV/77).
Dengan begitu, mahar berupa makhluk hidup diperbolehkan mengingat hewan termasuk benda yang bernilai, berharga, dan biasa diperjualbelikan. Kendati demikian, memberi mahar berupa hewan tetap harus memperhatikan aspek manfaat, kegunaan, dan kesenangan bagi si penerima, sebab mahar sepenuhnya adalah milik perempuan.
Baca Juga : Profil Yunita Indriyani, Wanita yang Diduga Jadi Selingkuhan Pengacara Viral Abdul Lukman Hakim
Hanya saja, dalam syariat, tidak semua hewan sah dimiliki dan boleh dimakan. Biasanya, hewan yang tidak sah dimiliki menurut syariat dan tidak boleh dimakan, tidak boleh diperjualbelikan.
Termasuk ke dalam kategori ini adalah semua perkara najis dan haram dimakan. Hal itu seperti yang ditegaskan Syekh Wahbah az-Zuhaili:
لو اتفق الزوجان بدون مهر، أو سميا ما لا يملك شرعاً كالخمر والخنزير والنجس كروث دواب، صح العقد عند الجمهور غير المالكية، ووجب للمرأة مهر المثل، بالدخول أو الموت
Artinya, “Seandainya, suami-istri sepakat menikah tanpa mahar, atau menyebut perkara yang tidak boleh dimiliki menurut syariat, seperti menyebut khamer, babi, atau benda najis seperti kotoran binatang, maka akadnya tetap sah menurut jumhur ulama selain Maliki, dan wajib bagi si perempuan diganti mahar mitsil karena sebab dukhul (gaul suami-istri) atau kematian.” (Lihat: Syekh Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqhu wa adillatuhu, juz IX/6762).
Berkaca kepada petikan di atas, syariat tidak mengakui pemberian mahar berupa benda najis, makanan, atau minuman yang haram dikonsumsi. Termasuk ke dalamnya adalah hewan yang diharamkan oleh syariat, seperti hewan najis, hewan bertaring, burung pemangsa, pemakan bangkai, hewan membahayakan, dan hewan menjijikan.
Dengan begitu, memberi mahar berupa hewan yang boleh dikonsumsi dagingnya, sah dimiliki, atau boleh diperjual-belikan oleh syariat dan aturan perundang-undangan yang berlaku, seperti kucing sebagaimana menurut an-Nawawi, dalam arti bukan satwa yang dilindungi, tentunya diperbolehkan.