JATIMTIMES- Tanggal 21 Juni dirayakan sebagai Hari Musik Sedunia, momen untuk mengenang kekuatan transformatif musik yang mampu menyatukan berbagai generasi dan budaya. Di Indonesia, tanggal ini memiliki makna tambahan sebagai hari wafatnya Presiden pertama, Ir. Soekarno.
Salah satu putranya, Guruh Soekarnoputra juga merupakan musisi berbakat. Dia meninggalkan warisan abadi dalam industri musik tanah air melalui grup musik legendaris, Guruh Gipsy.
Perayaan Hari Musik Sedunia
Baca Juga : Tak Sertakan Dokumen Kesehatan Rohani, Pendaftar Direksi Tugu Tirta Berguguran
Setiap tanggal 21 Juni, dunia merayakan Hari Musik Sedunia dengan antusias. Hari ini dikenal dengan sebutan "Fête de la Musique" atau "Make Music Day," yang dimulai dari Prancis pada tahun 1982.
Ide ini diinisiasi oleh Menteri Kebudayaan Prancis saat itu, Jack Lang, dan komposer musik Maurice Fleuret. Mereka menciptakan sebuah festival yang memberikan kesempatan kepada musisi profesional dan amatir untuk berbagi musik mereka dengan masyarakat.
Tujuannya adalah merayakan kekuatan musik sebagai medium universal yang dapat menyatukan orang-orang dari berbagai latar belakang.
Festival ini pertama kali diadakan di Paris dengan lebih dari 1.000 musisi tampil di seluruh kota. Seiring berjalannya waktu, Fête de la Musique berkembang menjadi fenomena global yang dirayakan di sekitar 700 kota di 120 negara setiap tahunnya. Dengan tagline "Faites de la musique" atau "Make music," Hari Musik Sedunia mendorong ekspresi diri dan kreativitas melalui musik.
Di Indonesia, tanggal 21 Juni juga diperingati sebagai hari wafatnya Presiden pertama Ir. Soekarno, seorang pemimpin yang mendeklarasikan kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945. Putra bungsunya, Guruh Soekarnoputra, juga dikenal sebagai musisi berpengaruh yang memperkaya dunia musik Indonesia dengan inovasi dan karya-karyanya, salah satunya adalah grup musik Guruh Gipsy.
Guruh Gipsy: Kolaborasi Epik antara Musik Barat dan Tradisional Indonesia
Guruh Gipsy adalah proyek musik ambisius yang diprakarsai oleh Guruh Soekarnoputra, bekerja sama dengan grup musik Gipsy yang terdiri dari Keenan Nasution, Chrisye, Roni Harahap, dan Oding Nasution.
Album mereka yang dirilis pada tahun 1977 adalah salah satu karya paling ikonik dalam sejarah musik Indonesia, menggabungkan elemen musik barat dan tradisional dengan cara yang belum pernah dilakukan sebelumnya.
Grup Gipsy sendiri sudah memiliki hubungan dengan musik tradisional Bali jauh sebelum mereka bekerja sama dengan Guruh. Pada awal tahun 1974, setelah kembali dari New York, Nasution bersaudara sering bertemu dengan Guruh untuk mengeksplorasi konsep musik yang menggabungkan instrumen modern dengan gaya musik tradisional Jawa dan Bali. Mereka juga melibatkan I Gusti Kompyang Raka, seorang musisi tradisional asal Bali, dalam pengembangan konsep musik mereka.
Pada tahun 1975, setelah bekerja keras menciptakan konsep dan sejumlah lagu, mereka mengajak Chrisye untuk bergabung dalam proyek ini. Chrisye awalnya ragu karena konsep musik ini sangat berbeda dan ambisius.
Namun, setelah mendengarkan hasil eksperimen mereka, dia terkesima dan akhirnya setuju untuk bergabung. Lagu-lagu seperti "Chopin Larung" dan "Smaradhana" yang diciptakan khusus untuk Chrisye menjadi bagian integral dari album ini.
Proses Rekaman dan Kolaborasi
Proses rekaman album ini berlangsung dari Juli 1975 hingga November 1976 di studio Tri Angkasa Music Laboratory, Jakarta. Proyek ini didukung oleh Pontjo Sutowo yang bersedia menjadi penyandang dana utama.
Rekaman ini melibatkan banyak musisi tambahan seperti Trisutji Kamal, Kelompok Saraswati Bali, dan orkestra Radio Republik Indonesia. Beberapa musisi memainkan instrumen seperti biola, selo, double bass, flute, obo, dan klarinet, menciptakan orkestrasi yang kaya dan dinamis.
Album ini tidak hanya memadukan elemen musik barat dan tradisional Indonesia, tetapi juga menciptakan sesuatu yang benar-benar baru dalam dunia musik. Guruh Gipsy menawarkan pandangan yang segar tentang bagaimana musik rock dapat digabungkan dengan musik tradisional Indonesia, menghasilkan suara yang unik dan orisinal.
Komposisi dan Lirik
Baca Juga : Arboretum Titik Nol Sungai Brantas: Penyangga Kehidupan Sepertiga Masyarakat Jatim
Sampul album Guruh Gipsy menampilkan kaligrafi khas Dasabayu, yang terdiri dari sepuluh aksara Bali, masing-masing memiliki makna simbolis. Aksara-aksara ini mencakup: I-A yang melambangkan "kejadian dan keadaan," A-Ka-Sa yang berarti "kesendirian dan kekosongan," Ma-Ra yang merepresentasikan "sesuatu yang baru," La-Wa yang mengartikan "kebenaran," dan Ya-Ung yang berarti "sejati."
Dalam kepercayaan tradisional Bali, kombinasi dari sepuluh aksara ini dianggap memiliki kekuatan mistis dan diyakini membawa keberuntungan. Konon, rangkaian aksara ini mencerminkan perjalanan dari sebuah kehampaan menuju kebenaran yang sejati, suatu transformasi dari kekosongan menuju keagungan yang murni.
Album Guruh Gipsy terdiri dari dua sisi dengan total tujuh lagu. Setiap lagu dalam album ini menggambarkan perpaduan antara musik barat dan tradisional Indonesia dengan cara yang kompleks dan artistik.
- Indonesia Maharddhika:
- Lagu pembuka ini adalah lagu megah bergaya British-prog yang paling kental di album ini. Liriknya menggambarkan Indonesia sebagai negara yang agung dan damai, merangkul warisan budaya yang kaya. Instrumen gamelan berperan hampir seperti instrumen kibor, menciptakan harmoni yang sempurna antara musik barat dan tradisional.
- Chopin Larung:
- Lagu ini adalah interpretasi musik Chopin jika ia pernah mengunjungi Bali. Dibuka dengan suara deburan ombak dan piano dalam tangga nada gamelan Bali, lagu ini menciptakan suasana yang melankolis dan mendalam.
- Barong Gundah:
- Sebuah lagu instrumental yang menggabungkan gamelan dengan permainan bass yang funky dan gitar solo yang dinamis. Lagu ini adalah perpaduan sempurna antara musik tradisional Bali dan elemen musik barat.
- Janger 1897 Saka:
- Lagu ini merefleksikan tarian asli Bali, Janger, dan membahas dampak modernisasi serta kebutuhan untuk melestarikan warisan budaya. Liriknya mengajak pendengar untuk merangkul keindahan dan keanggunan tarian Janger.
- Geger Gelgel:
- Lagu ini menggambarkan peristiwa kekacauan di Gelgel dan merupakan ajakan untuk bertindak melawan ketidakadilan. Musiknya dimulai dengan gamelan yang agresif dan gitar yang cepat, menciptakan suasana yang kacau dan penuh energi.
- Smaradhana:
- Lagu ini mengeksplorasi tema cinta yang penuh gairah dengan permainan gamelan yang pelan dan vokal yang mendalam oleh Chrisye. Lagu ini menggambarkan sensasi luar biasa dari dimabuk asmara.
- Sekar Gendotan:
- Lagu penutup ini adalah komposisi gamelan instrumental karya I Gusti Kompyang Raka yang menampilkan keindahan musik tradisional Bali dalam bentuk yang murni dan otentik.
Rilis dan Tanggapan Publik
Album Guruh Gipsy dirilis pada 20 Maret 1977 dengan jumlah terbatas 5000 keping. Guruh Soekarnoputra berinisiatif menerbitkan sebuah buku setebal 32 halaman yang menceritakan proses kreatif di balik album ini. Album ini dijual di tempat-tempat yang tidak biasa untuk musik seperti apotek dan salon, menunjukkan pendekatan yang unik dalam distribusi.
Setelah dirilis, album ini mendapatkan tanggapan yang sangat positif dari masyarakat dan kritikus musik. Guruh Gipsy dianggap sebagai landmark dalam perkembangan industri musik di Indonesia.
Pada tahun 2007, majalah Rolling Stone Indonesia menobatkannya sebagai album Indonesia terbaik kedua sepanjang masa, dan lagu "Indonesia Maharddhika" dipilih sebagai salah satu lagu terbaik sepanjang masa oleh majalah yang sama.
Warisan Guruh Gipsy
Guruh Gipsy tidak hanya dikenang sebagai album musik, tetapi juga sebagai simbol dari potensi musik untuk menyatukan elemen-elemen yang berbeda menjadi satu kesatuan yang harmonis. Proyek ini menunjukkan bagaimana musik dapat menjadi jembatan antara tradisi dan modernitas, antara barat dan timur.
Guruh Soekarnoputra, dengan visinya yang luas dan semangat kreatifnya, telah meninggalkan warisan yang abadi dalam dunia musik Indonesia. Album Guruh Gipsy tetap menjadi inspirasi bagi generasi musisi selanjutnya, mengingatkan kita akan kekuatan transformatif musik yang mampu melampaui batasan budaya dan waktu.
Hari Musik Sedunia dan Warisan Guruh Gipsy
Hari Musik Sedunia adalah waktu yang tepat untuk mengenang dan merayakan warisan musik yang telah ditinggalkan oleh musisi seperti Guruh Soekarnoputra dan grup musik Guruh Gipsy. Musik memiliki kemampuan unik untuk menyatukan orang-orang dari berbagai latar belakang dan budaya, membawa pesan universal yang melintasi batasan bahasa dan waktu.
Melalui proyek Guruh Gipsy, kita diajak untuk merenungkan bagaimana musik dapat menjadi alat untuk memahami dan menghargai warisan budaya yang kaya dan beragam. Album ini adalah contoh nyata bagaimana inovasi dan kolaborasi dapat menciptakan sesuatu yang benar-benar luar biasa, menginspirasi dan mengubah cara kita memandang musik dan budaya.
Di tengah perayaan Hari Musik Sedunia, mari kita mengenang karya-karya besar dari masa lalu, menghargai karya-karya dari masa kini, dan mendukung generasi musisi yang akan datang. Seperti yang disampaikan oleh slogan "Faites de la musique" atau "Make music," mari kita terus berbagi dan menikmati musik sebagai bahasa universal yang menyatukan kita semua.