JATIMTIMES - Keluarga Raffi Ahmad saat ini tengah melakukan ibadah haji di Tanah Suci. Kisah ibadah keluarga pria berjuluk Sultan Andara itu pun dinanti banyak orang.
Salah satu kisah yang paling banyak disorot adalah saat Raffi Ahmad disangka seorang calo oleh pihak pengamanan di Makkah.
Baca Juga : Cara Hilangkan Jamur di Dinding Kamar Mandi, Cukup Pakai Ini Bunda
Melansir unggahan video di kanal YouTube Rans Entertainment, Raffi menjelaskan saat itu dirinya hendak membawa keluarga dan mertuanya ke Multazam, yakni bagian dinding Kakbah yang dipercaya jadi tempat berdoa paling mustajab.
Saat itu, Raffi menahan bagian masuk agar keluarganya dapat masuk ke Multazam. Namun, hal tersebut malah dicurigai sebagai calo oleh pihak keamanan di sana.
Bahkan, suami Nagita Slavina itu sampai dihampiri oleh pihak kepolisian Arab Saudi. Namun beruntung saat itu Amy langsung sigap membela dan mengatakan Raffi Ahmad adalah anaknya.
"Pas polisi datang nyokap gue bilang, 'Ini anak saya', 'Oh ya udah ya udah enggak papa'. Dalam hati gue. 'Enggak papa gimana, gue jadi mundur lagi',” ungkap Raffi.
Dari cerita tersebut dapat dilihat bahwa Raffi Ahmad sangat ingin membawa keluarga dan dirinya masuk ke Multazam.
Lantas apa keistimewaan Multazam sehingga Raffi sangat ngotot untuk bisa memasukinya Melansir situs Islamic Landmarks, Multazam berasal dari kata il-tazama fulanan yang artinya “memeluk si fulan”. Di sanalah Rasulullah SAW memeluk Kakbah. Beliau meletakkan dada, pipi, dan kedua telapak tangannya di dinding Kakbah, tepatnya di Multazam, bersama dengan para sahabat.
Yang membuat tempat tersebut begitu istimewa adalah karena Rasulullah menyebut Multazam sebagai sebagai salah satu lokasi berdoa yang sangat mustajab. Dalam hadis yang diriwayatkan Al Baihaqi dari Ibnu Abbas, Rasulullah bersabda: ''Antara Rukun Aswad (sudut tempat terdapatnya Hajar Aswad) dan pintu Ka'bah disebut Multazam. Tidak ada orang yang minta sesuatu di Multazam melainkan Allah mengabulkan permintaan itu."
Doa yang Dianjurkan untuk Dipanjatkan di Multazam
Baca Juga : Kisah Pilu di Laut Jawa: Tragedi Misi Haji Sultan Agung yang Terhenti di Tangan Kolonial Belanda
اللهم لَكَ الْحَمْدُ حَمْدًا يُوَافِى نِعَمَكَ وَيُكَافِئُ مَزِيْدَكَ أَحْمَدُكَ بِجَمِيْعِ مَحَامِدِكَ مَا عَلِمْتُ مِنْهَا وَمَا لَم أَعْلَمْ وَعَلَى جَمِيْعَ نِعَمِكَ مَا عَلِمْتُ مِنْهَا وَمَا لَمْ أَعْلَمْ وَعَلَى كُلِّ حَالٍ اللهم صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ اللهم أَعِذْنِي مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ وَأَعِذْنِيْ مِنْ كُلِّ سُوْءٍ وَقَنَعْنِيْ بِمَا رَزَقْتَنِيْ وَبَارِكْ لِيْ فِيْهِ اللهم اجْعَلْنِيْ مِنْ أَكْرَمِ وَفْدِكَ عَلَيْكَ وَأَلْزِمْنِيْ سَبِيْلَ الْلإِسْتِقَامَةِ حَتَّى أَلْقَاكَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ
Allâhumma lakal hamdu hamdan yuwâfî ni‘amaka wa yukâfi‘u mazîdaka. Ahmaduka bi jamî’i mahâmidika mâ ‘alimtu minhâ wa mâ lam a‘lam wa alâ jamî’i ni‘amika, mâ ‘alimtu minhâ wa mâ lam a’lam wa alâ kulli hâl. Allâhumma shalli ala Muhammadin wa ala âli Muhammadin. Allâhumma a‘idznâ minasy syaithânir rajîm wa a‘idzni min kulli sû` wa qann‘ni bi mâ razaqtanî wa bârik lî fîhi. Allâhummaj ‘alnî min akrami wafdika ‘alaika wa alzimnî sabîlal istiqâmati hattâ alqâka yâ Rabbal âlamîn.
Artinya, “Ya Allah, bagi-Mu pujian, (dengan) pujian yang meliputi seluruh anugerahmu. Aku bersyukur pada-Mu atas segala macam pemberian-Mu, baik yang kuketahui ataupun yang tidak kuketahui, dan atas segala nikmat-Mu, baik yang kuketahui ataupun yang tidak kuketahui, dan atas segalanya.
Ya Allah, salawat dan salam semoga tercurah limpahkan pada Nabi Muhammad dan keluarganya. Ya Allah, lindungi aku dari setan yang terkutuk, lindungi pula aku dari segala kejelekan, cukupi aku dengan segala yang Kauberikan kepadaku, dan berkahi aku dalam rezeki tersebut. Ya Allah, jadikan aku sebagai tebusan yang terbaik terhadap-Mu, dan tetapkan aku pada jalan yang istiqamah hingga aku kelak bertemu dengan-Mu, wahai Tuhan semesta alam.”