JATIMTIMES - Program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang bakal diluncurkan pemerintah Indonesia telah menimbulkan beragam reaksi di masyarakat. Beberapa pihak menilai program tersebut tidak begitu menguntungkan bagi peserta Tapera.
Seperti diunggah oleh pegiat sosial Ari Perdana yang menyebutkan jika program Tapera sudah ada sejak 2013-2014. Di mana kala itu, Wapres 2009-2014 Boediono kontra dengan RUU Tapera.
"Wapres waktu itu, Pak Boed, berusaha banget untuk nahan supaya RUU Tapera nggak lolos. Beliau melihat ide ini memberatkan, sementara benefit buat yang iuran nggak jelas. Tapi ya cuma berhasil ditunda aja sampe akhir periode," jelas Ari Perdana, melalui akun X pribadinya, Selasa (28/5).
"Keberatan Pak Boed waktu itu kira-kira seperti ini. Pekerja dipaksa 'menabung' buat 'rumah'. Tapi bukan buat rumah dia sendiri. Keputusan soal rumah yang dibangun bukan ada di penabung. Padahal dia sendiri perlu menabung buat rumah dia sendiri," tambahnya.
Sebagai informasi, Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang ditetapkan pada tanggal 20 Mei 2024. Dimana proses pengelolaan Tapera dilakukan melalui penyimpanan oleh peserta secara periodik dalam jangka waktu tertentu, yang hanya dapat dimanfaatkan untuk pembiayaan perumahan dan/atau dikembalikan pokok simpanan berikut hasil pemupukannya setelah kepesertaan berakhir.
"Kalo lihat di PP BB Tapera kan begitu. Kepesertaan berakhir pas peserta pensiun atau usianya 58 (tahun). Sementara orang butuh rumah di usia 20-30an (tahun)," jelas Ari.
Lebih lanjut, Ari mengungkapkan jika dana Tapera itu pooled funds (dana gabungan) untuk mengatasi soal menyediakan perumahan.
"Kekhawatiran Pak Boed, kalo kebijakan berorientasi supply, prakteknya lagi-lagi akan kejar target. 1 juta unit rumah.. - gampang sih dipenuhinya. Buka aja lahan baru di mana gitu. Cuma kan masalah perumahan/pemukiman bukan soal ketersediaan rumah aja. Tapi akses ke tempat kerja dan sarana2 lain," jelasnya.
"urusan demand dan supply of affordable, accessible housing itu banyak dimensi. Jangan direduksi hanya ke persoalan pembiayaan makro," imbuhnya.
Selain itu, kata Ari, jika memang Tapera bakal diterapkan, seharusnya dana tabungannya bisa dicairkan jika hendak beli rumah, entah untuk uang muka atau lainnya.
"Poin lain: kalo emang mau ada Tapera, buat skema supaya first-time house owner bisa cairkan tabungannya (atau bahkan minjem) untuk DP rumah. Skema ini ada di Singapura, Kanada, kalo ga salah UK. Not all works atau bagus, tapi idenya begitulah," pungkas Ari.
Diketahui, Singapura memiliki program kepemilikan rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang cukup baik. Adapun programnya melalui Housing and Development Board (HDB) atau lembaga perumahan dan pembangunan.
Baca Juga : Simulasi Potongan Tapera untuk Karyawan Gaji UMK di Jawa Timur
Di Singapura, program untuk rumah murah bernama Central Provident Fund (CPF). CPF mirip dengan iuran BPJS Ketenagakerjaan di Indonesia.
CPF adalah dana kesejahteraan dengan iuran dari penghasilan warga negara. Iuran yang harus dibayarkan penduduk Singapura adalah 37 persen dari gaji bulanan dengan komposisi tanggungan pekerja 20 persen dan pemberi kerja 17 persen.
Kebijakan keuangan bersifat krusial untuk menciptakan keterjangkauan harga rumah. Di Singapura, pelaksanaannya berupa:
• Cicilan bulanan flat dibatasi 30 persen dari pendapatan bulanan.
• Tenor pembayaran yang panjang yakni maksimal 25 tahun atau bisa dibayarkan sampai usia 65 tahun.
• Nilai loan-to-value yang ditawarkan HDB juga maksimal 90 persen. Selain itu, HDB di Singapura juga menetapkan syarat flat/apartemen bersubsidi hanya ditujukan bagi keluarga dengan batasan pendapatan maksimal.
Mereka yang tidak berkeluarga juga bisa menerima fasilitas ini dengan batas usia minimal 35 tahun. Setelah menempati flat, mereka dilarang menyewakan /menjualnya pada lima tahun pertama kepemilikan untuk mencegah timbulnya pasar yang spekulatif.