JATIMTIMES - Belum lama ini beredar video di X yang memperlihatkan sekelompok peziarah yang membaca talbiyah saat berkunjung ke Goa Safawardi Pamijahan di Tasikmalaya. Video dari unggahan TikTok @sopian_sq itu diunggah ulang oleh pengguna X @farizindallah untuk mengungkapkan sindiran.
"Pengusaha travel umrohpun ketar ketir melihat ini," tulis Farizindallah.
Baca Juga : Sempat Kejar-kejaran, PKL Liar di Alun-alun Ditertibkan Satpol PP Kota Malang
Dalam video itu tampak puluhan peziarah berkumpul di dalam Goa Safawardi Pamijahan. Di mana peziarah, baik pria maupun wanita membaca talbiyah hingga beberapa kali. Mereka membaca talbiyah sambil menghadap ke sebuah lorong kecil.
"Labbaikallahumma labbaik, labbaika la syarika laka labbaik. Innal hamda wan ni'mata laka wal mulk. La syarika laka".
Artinya: "Aku datang memenuhi panggilan-Mu ya Allah, aku datang memenuhi panggilan-Mu, aku datang memenuhi panggilan-Mu, tiada sekutu bagi-Mu, aku datang memenuhi panggilan-Mu".
Goa Safarwadi Pamijahan terletak di samping makam Syeh Khotib Muwahid, di Tasikmalaya, Jawa Barat. Adapun nama Safarwadi sendiri berasal dari bahasa Arab, yaitu "safar" (jalan) dan "wadi"(lembah/jurang). Artinya, Safarwadi adalah jalan yang berada di atas jurang, sesuai dengan letaknya di antara dua bukit pinggir kali.
Goa Safarwadi juga menjadi salah satu tujuan utama para peziarah yang berkunjung ke Pamijahan. Panjang lorong goa ini sekitar 284 meter dan lebar 24,5 meter. Goa tersebut juga dikenal dengan berbagai mitos sebagai tempat para wali Allah yang menuju ke Mekah, Arab Saudi.
Viralnya video peziarah membaca talbiyah di Goa Pamijahan itu menuai beragam kritik dari warganet. Salah satunya pegiat sejarah dan pegiat sosial Saddam Husein atau yang lebih dikenal sebagai @mazzini_gsp.
Mazzini mengaku miris dengan ulah kelompok travel yang mengeruk keuntungan uang dari bisnis ziarah demikian. Menurut dia, rumor soal Goa Pamijahan berasal dari serat isi legenda dan mitos di periode awal Islam Indonesia.
"Mengenaskan, jarak dari Tasik ke Mekah aja 8.107 km kelompok yang mengeruk keuntungan uang dari bisnis ziarah jarang ditindak tegas (karena massanya banyak). Makanya tempat biasa yg gak ada nilai historis apalagi sakral sering disulap seolah keramat, sakral dan datengin barokah," jelasnya.
"Kita pernah punya pengalaman pait benturan keras konflik di masyarakat gara-gara mempertahankan lahan keramat tempat orang alim dikubur di sono, padahal hoax, gak ada jasad, gak ada nilai historis juga. Pembuat narasi ngotot lahan jangan dibongkar karena ladang uang mereka itu," imbuh Mazzini.
Secara rinci, Mazzini mengungkap jika mitosnya Goa Pamijahan sama halnya dengan cerita Sultan Agung dan Roro Kidul yang mengirim wabah ke Mekah karena kesal sama Imam Syafi’i lalu didamaikan Sunan Kalijaga.
"Kisah konflik Sultan Agung & Ratu Kidul versus Imam Safi’i ini sebenarnya ya karya sastra yg gak bisa sepenuhnya kita ambil jadi keyakinan, gitu pun cerita kesaktian Sunan Gunung Jati yg pergi haji dengan Hasanuddin yg ia bungkus pakai kain lalu sekejap mereka sampe Mekah," ujar Mazzini yang menautkan sumber cerita dari buku 'Sejarah Orang Indonesia Naik Haji' yang disusun @Kemenag_RI era Pak @lukmansaifuddin.
Buku Naik Haji di Masa Silam yang diterbitkan Kemenag. (Foto: @Mazzini_gsp)
Baca Juga : DPRD Kota Malang Soroti Kasus Drainase Perumahan Sigura-gura Residence
Menurut Mazzini, kesusastraan semacam cerita keramat di Goa Pamijahan itu banyak ditemukan di periode awal Islam di Nusantara. Sebab masih tercampur dengan keyakinan, budaya, adat masyarakat pra-Islam di Indonesia. "Tujuan sastra semacam itu dibuat ada, untuk menjelaskan legitimasi asal usul tempat," katanya.
"Seperti cerita sastra soal Sultan Agung dengan makam imogirinya. Menjelaskan keberadaan asal usul suatu keilmuan/aliran tarekat seperti kisah Sunan Gunung Jati pergi haji bareng Maulana Hasanudin yg mampir ke Sumatera Barat. Karya-karya ini ditulis jauh setelah tokohnya wafat," tambah Mazzini.
Lebih lanjut, Mazzini menyebut bahwa kisah kesaktian menembus jarak Nusantara ke Mekah sekejap, atau kesaktian lainnya tanpa sadar muncul akibat sikap inferior masyarakat periode itu. Sehingga perlu tokoh yang dimunculkan kesaktiannya melebihi orang Arab. Contohnya kisah Syekh Yusuf yang membuat Ka’bah miring, bermikraj, dan lainnya.
"Kisah kesaktian Syekh Yusuf Al-Makassari yg ditulis jauh setelah beliau wafat ini bahkan menyamakannya dengan Rasulullah SAW bermikraj melihat surga dan neraka. Ia diklaim sbg anak Nabi Khidir, bisa mengendalikan bumi, cuaca, bisa bangkit dari kematian sampai 4 kali," ucapnya.
Menurut Mazzini, keistimewaan status sosial bagi yang berhaji pada saat itu tidak bisa didapati masyarakat dengan mudah. Sebab Belanda menerapkan aturan bagi orang-orang yang berhaji. "Kesaktian Syekh Yusuf sejatinya dibuat agar orang-orang Gowa dan Makassar punya hak berhaji," ujarnya.
"Part Ritual Substitusi ini menjelaskan berziarah ke tempat keramat tuh dulu sempat dianggap pahalanya sama dengan naik haji, maka dilakukan sama masyarakat yg gak mampu secara ekonomi jalan ke Mekah. Hal ini pun jadi sebab orang-orang kita masih melakukan tradisi ini," tandasnya.
Sempat dicap Wahabi Salafi oleh beberapa netizen gegara mengulas soal Goa Pamijahan, Mazzini pun menegaskan bahwa pernyataan yang disampaikan itu bersumber murni dari perspekif sejarah orang Indonesia naik haji yang disusun @Kemenag_RI era Pak @lukmansaifuddin. Di mana dalam buku tersebut terdapat 3 jilid.
"Saya pakai jilid 1 periode 1482-1890. Gak ada argumen dari mazhab & aliran dalam Islam manapun termasuk Wahabi di tweet (pernyataan) ini," pungkas Mazzini.