JATIMTIMES - Siapa diantara kalian yang masih ingat dengan Eri Yunanto? Dia adalah pendaki yang kehilangan nyawanya akibat terjatuh dari puncak Gunung Merapi pada Mei 2015 silam. Kepergiannya meninggalkan banyak catatan-catatan penting perihal prosedur keselamatan.
Melansir akun X RJL5_official, Eri Yunanto merupakan seorang mahasiswa asal Universitas Atmajaya Yogyakarta yang saat itu berusia 21 tahun. Ia kemudian pergi mendaki bersama beberapa temannya ke Gunung Merapi untuk mewujudkan salah satu angannya berfoto di ‘Puncak Garuda’ yang terkenal cantik.
Baca Juga : Revitalisasi Alun-Alun Kota Blitar: Tiang Bendera Diganti seperti di Istana Negara
Saat itu Eri tengah melakukan foto di Puncak Garuda yang merupakan titik tertinggi di Gunung Merapi. Namun naas, Eri tergelincir saat hendak turun dan setelahnya ia terjatuh ke kawah merapi yang memiliki kedalaman 200 meter.
Jatuhnya Eri Yunanto dari puncak Gunung Merapi langsung membuat banyak pihak gempar saat itu, salah satu yang dibuat pusing adalah SAR Barameru. Barameru menjadi komando lapangan dalam operasi evakuasi yang berlangsung dari 16 Mei hingga 19 Mei 2015.
Pemasangam tali untuk mengevakuasi jenazah dari bawah kawah Gunung Merapi. (Foto: YouTube RJL5)
Dibalik rangkaian proses evakuasi yang panjang dan sangat menantang itu ada satu sosok yang menjadi kunci. Adalah Bakat Setiawan atau yang akrab dikenal Lahar Bara, seorang relawan yang turun langsung ke kawah merapi untuk mengevakuasi jenazah Eri.
Kiprah Lahar Bara di dalam dunia pencarian dan penyelamatan orang hilang tak perlu diragukan lagi. Jam terbangnya sudah begitu tinggi, keputusannya untuk terlibat dan turun langsung ke jurang sedalam 200 meter itu membuktikan tingkat kematangannya dalam mengambil resiko.
Baginya proses evakuasi itu tak akan pernah luput dari ingatannya, sebuah ‘Mission Impossible’ yang harus ia tuntaskan. Faktanya proses evakuasi itu bukanlah perkara mudah, boleh jadi tingkat kesulitannya sangat ekstrim bahkan taruhannya adalah nyawa.
10 hari sebelum peristiwa Eri terjatuh dari puncak merapi tepatnya pada tanggal 7 Mei 2015, Lahar mendapat semacam sinyal atau ‘pertanda’ tentang kejadian tersebut. Ia bermimpi ditemui oleh seseorang yang kemudian memintanya untuk turun ke kawah merapi di 'suatu hari’.
"Saya mimpi, mbahnya mengharuskan saya untuk naik ke Gunung Merapi. Saya naik beneran 5-6 orang bersama teman-taman Baramaru. Saat di atas, saya berkeinginan turun ke kawah. Dan saya punya keyakinan akan ada orang jatuh. Itu kayak mengharuskan saya untuk punya gambaran bagaimana evakuasi orang jatuh," jelas Bara, dilansir YouTube RJL 5-Fajar Aditya, Jumat (24/5).
Rupanya benar, 10 hari kemudian setelah Lahar naik, tepatnya di tanggal 16 Mei 2015, ia mendapat sebuah panggilan telepon dari basecamp SAR Barameru bahwa ada pendaki jatuh ke kawah dan meninggal dunia.
Kemudian Lahar dan anggota SAR Barameru yang lain langsung bergerak cepat. Uniknya meskipun sudah terlatih untuk menghadapi berbagai macam keadaan darurat, nyatanya Lahar dan tim sempat kebingungan juga memulai proses evakuasi.
Sebab peristiwa tersebut belum pernah terjadi sebelumnya. Tingkat kesulitan dari misi itu bisa dikatakan cukup mustahil mengingat medan yang sangat berbahaya dan peluang untuk hidup yang hanya sekian persen saja.
Evakuasi jenazah Eri cukup mendapatkan pertentangan dari banyak pihak. Termasuk ditentang oleh tim SAR hingga Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM). Meski begitu, Lahar dan tim tetap turun ke bawah untuk evakuasi jenazah karena harapan keluarga Eri.
Peristiwa mengerikan terjadi saat Lahar mulai menuruni kawah Merapi. Saat beristirahat di tengah-tengah evakuasi, dia didatangi oleh sosok kakek tua pakai baju putih yang pernah ia temui sebelumnya.
"Arep nopo le? Cah ndladap koyok ngonoiko kok njupuk barang ngopo? (Mau kenapa nak? Anak kurang ajar itu kenapa diambil?)," jelas kakek tersebut.
"Ndladape pripun?," kata Lahar kepada Mbah tersebut.
"Mustakaku dijajah (kepalaku diinjak)," ungkap kakek itu.
"Pangapunten mbah, saya tetap harus ambil karena nanti juga bau. Dan kasihan keluarganya di bawah sudah nunggu," kata Lahar lagi kepada kakek tersebut.
"Yen arep kok njipuk karepmu, penting aku tinggalono (jika mau diambil silakan, yang penting aku disisakan)," kata kakek tua tersebut.
Baca Juga : Revitalisasi Alun-Alun Kota Blitar: Tiang Bendera Diganti seperti di Istana Negara
Rupanya kata Lahar, saat berkomunikasi dengan kakek tua itu, dirinya sempat hilang kontak dari tim yang berada di puncak. Menurut timnya, ada kabut tebal yang menyelimuti kawah, sehingga hilang kontak dengan Lahar.
"Mbah ini pergi, ternyata radio ramai. Mas lahar barusan lost contact," katanya.
Akhirnya Lahar pun berhasil menemukan jenazah Ery lewat bantuan dari alat tim di puncak. Jadi saat dibawah Lahar dipandu untuk menemukan jenazah Ery tersebut.
"Ternyata saya ga kuat angkat jenazah Eri. Karena badannya gempal. Akhirnya saya minta turun salah satu tim, namanya Hendro," ujarnya.
"Kita pun berhasil evakuasi mayat. Beberapa anggota tubuh yang berceceran disimpan dalam kresek yang rapat. Dan kita naikkan," tambah Lahar.
Saat proses naik, Lahar kembali menemukan anggota tubuh Eri yang tersisa yakni berupa hati. Dia pun berpikiran jika yang dimaksud kakek tua untuk menyisakan adalah organ hati Eri itu.
"Ditemukan lagi sekitar 30-40 meter, organ hati Eri. Kita kubur akhirnya. Yang dimaksud mbah ini yang ditinggal," ujar Lahar.
Akhirnya Lahar berhasil mengevakuasi jenazah Eri. Dari proses evakuasi ini, Lahar mengimbau agar para pendaki tidak melawan alam. "Merapi bukan hanya tumpukan batu dan alam. Tapi sebuah raga. Dan setiap raga punya sukma. Jangan berani main-main dengan Merapi. Semoga para pendaki bisa lebih berhati-hati saat di alam manapun," pungkas Lahar.