JATIMTIMES - Banyak anak berusia sekolah di Jawa Timur (Jatim) sudah menyandang status janda. Fenomena ini ramai menjadi sorotan dalam beberapa waktu terakhir.
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengakui bahwa banyaknya janda usia sekolah atau yang disebut JUS ini memang masih menjadi pekerjaan rumah.
Baca Juga : Dinkes Kabupaten Malang Bersiap Berikan Sub PIN Polio Putaran Kedua
Kepada JatimTIMES, Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Jawa Timur Maria Ernawati buka-bukaan terkait hal ini. Dia menjelaskan bahwa fenomena JUS diketahui dari banyaknya jumlah perempuan usia 15-19 tahun yang telah menjadi kepala keluarga.
Data tersebut tercantum pada Kartu Keluarga, di mana si perempuan muda ini tercatat sebagai kepala keluarga tanpa adanya seorang suami. Dari data tersebut terungkap ada banyak janda usia sekolah di Jatim.
"Dari pendataan keluarga yang BKKBN laksanakan tahun 2023 lalu ditemui kepala keluarga wanita usia muda 15-19 tahun. Bahkan ada yang di bawah usia 15 tahun, yang notabene masih usia sekolah," ujarnya kepada JatimTIMES, dikutip Minggu (4/2/2024).
Secara keseluruhan, janda usia muda di Jatim dengan usia di bawah 15 tahun sebanyak 856 orang, sedangkan JUS usia 15 hingga 19 tahun jumlahnya sebanyak 2.922 orang.
"Kabupaten tertinggi, dengan kepala keluarga perempuan di bawah usia 15 tahun sampai usia 19 tahun terbanyak yakni Jember, Probolinggo, Situbondo dan Bondowoso," jelas Maria Ernawati.
Rinciannya, janda usia sekolah di Jember ada 189 orang, Probolinggo 162 orang, Situbondo 115, dan Bondowoso 89. Selebihnya, janda usia sekolah tersebar di daerah lainnya.
Banyaknya anak usia sekolah yang sudah menjanda tak lepas dari tingginya jumlah pernikahan dini di Jatim, yang berbanding lurus dengan tingginya angka perceraian. Salah satunya, perceraian usia muda, sehingga cukup banyak jumlah janda usia muda bahkan masih usia sekolah.
"Mereka menjadi JUS karena terpaksa menikah dini karena kehamilan yang tidak diinginkan. Setelah melahirkan mereka bercerai," terang Erna.
Baca Juga : Jelang Debat Terakhir, TKN Ungkap Cara Prabowo-Gibran Capai Indonesia Emas
Lebih lanjut, dia menekankan, salah satu dampak negatif pernikahan dini, adalah potensi perceraian yang tinggi. Sebab, mempelai yang masih berusia muda atau masih usia sekolah ini relatif memiliki tingkat emosi yang masih labil dan belum dewasa.
Dia menjelaskan bahwa selama ini pihaknya juga telah memiliki sejumlah program untuk mencegah kenaikan jumlah janda usia sekolah atau yang disebut JUS.
Selain menyasar anak-anak usia sekolah, BKKBN juga gencar melakukan edukasi yang menargetkan orang tua. Edukasi tersebut penting, lantaran orang tua juga punya peran strategis dalam mengasuh anak-anaknya.
"Untuk edukasi ke orang tua, BKBBN membentuk BKR (Bina Keluarga Remaja), di sana diberikan sosialisasi dan edukasi bagi orang tua untuk pola asuh dan pembimbingan bagi remaja," ujar Maria Ernawati.
Selain itu, untuk anak usia sekolah sendiri BKKBN juga gencar melakukan sosialisasi. Realisasinya diwujudkan melalui program Generasi Berencana (Genre).
"Pelaksaanaannya di sekolah melalui PIK-R (Pusat Informasi dan Konseling Remaja), membentuk Duta Genre sampai di level desa untuk agent of change dan SSK (Sekolah Siaga Kependudukan)," jelasnya.