free web hit counter
Jatim Times Network Logo
Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Hiburan, Seni dan Budaya

Membongkar Tabir Sejarah: Jejak Islam di Kehidupan Keluarga Kerajaan Majapahit

Penulis : Aunur Rofiq - Editor : Nurlayla Ratri

19 - Jan - 2024, 20:41

Placeholder
Skestas Raden Patah, pendiri Kesultanan Demak dan putra Raja Majapahit Brawijaya V.(Foto : Instagram @mataramroyalblood)

JATIMTIMES- Zaman Majapahit adalah salah satu periode penting dalam sejarah Nusantara, ketika kerajaan Hindu-Buddha mencapai puncak kejayaannya. Namun, yang mungkin kurang dikenal adalah bahwa Islam juga telah mulai berkembang pada masa itu. Dalam narasi ini, Jatim Times akan menggali bukti-bukti sejarah yang menunjukkan kehadiran Islam selama Zaman Majapahit, yang berdiri sejak tahun 1297 hingga 1527.

Data-data hitoriografi menegaskan Raja Islam pertama di tanah Jawa adalah Arya Wiraraja, Raja Kerajaan Lamajang Tigang Njuru. Arya  Wiraraja adalah tokoh yang hidup di akhir era Kerajaan Singasari dan ikut membantu Raden Wijaya mendirikan Kerajaan Majapahit. 

Baca Juga : Ini Dua Skema yang Kemungkinan Digunakan untuk Pembiayaan Renovasi Pasar Besar Malang

Jauh sebelum Demak, Lumajang mengalami keislaman sekitar akhir abad ke-12 Masehi, saat kerajaan di tapal kuda itu dipimpin Arya Wiraraja. Setelah Lumajang, barulah muncul kerajaan-kerajaan Islam berikutnya seperti Surabaya, Tuban, dan Giri sebelum akhirnya Demak berdiri dengan Raden Patah sebagai raja pertamanya. 

Arya Wiraraja, putra Nararya Kirana, memegang posisi penting sebagai Demung di Kerajaan Singasari. Namun, hubungannya dengan Sri Kertanegara menjadi tegang saat raja tersebut berusaha memperluas wilayah kekuasaannya dan menyebarkan ajaran agama Tantrayana ke Sumatera. Arya Wiraraja yang seorang muslim, menentang ajaran yang berselisih dengan Islam, sehingga akhirnya diturunkan jabatannya menjadi adipati di Madura.

Keberadaan makam Arya Wiraraja di Dusun Biting, Desa Kutorenon, Kecamatan Sukadana, Kabupaten Lumajang, yang hingga hari ini diziarahi banyak orang, menunjukkan bahwa keluarga tersebut mengamalkan agama Islam. Beberapa asumsi muncul mengenai perbedaan agama ini, termasuk pengaruhnya terhadap tindakan Sri Kertanegara terhadap Arya Wiraraja.

Selain Situs Biting di Lumajang, bukti kuat lain yang mengindikasikan adanya Islam pada masa Majapahit adalah adanya kompleks pemakaman Tralaya di Troloyo, Mojokerto, Jawa Timur. Pada periode Majapahit (1293-1527), pedagang Muslim dan para penyebar agama Islam sudah mulai memasuki Nusantara. Hal ini terjadi seiring dengan perjalanan agama Islam dari wilayah barat ke Nusantara. Makam di Troloyo, yang diperkirakan telah ada sejak tahun 1376, berlokasi dekat pusat ibukota Majapahit, yaitu Trowulan. Kehadiran kompleks makam Tralaya ini adalah bukti kuat bahwa Islam telah masuk dan berkembang pada zaman Majapahit. 

Pada kunjungan perdana Groeneveldt ke wilayah Indonesia pada tahun 14, Cheng Ho, seorang pelayar terkenal asal Tiongkok, menemukan keberadaan komunitas Muslim Cina yang tinggal di Tuban dan Surabaya. Menurut Fr. Hirth Rockhill dalam "Chau Ju-Kua: His Work on the Chinese and Arab Trade in the Twelfth and Thirteenth Centuries, Entitled Chu-fan-chi," yang mengutip Haji Ma Huan, yang mengikuti ekspedisi ketujuh Cheng Ho pada tahun Masehi, saat itu terdapat tiga kelompok penduduk di sepanjang wilayah utara Jawa: orang-orang Muslim Tionghoa, orang-orang Muslim setempat, dan penduduk pribumi yang masih menganut kepercayaan tradisional.

Pada masa itu, meskipun agama Islam belum dianut secara luas di antara penduduk pribumi, beberapa bukti arkeologi menunjukkan bahwa beberapa keluarga kerajaan dan pejabat tinggi Majapahit, pada puncak kebesarannya pada pertengahan abad ke-14 Masehi, telah menganut Islam. Bukti ini dapat ditemukan di situs nisan Islam Tralaya. Selain itu, adanya Masigit Agung (Masjid Agung) di lapangan Bubat, sebagaimana tercatat dalam Kidung Sunda, juga menguatkan adanya komunitas Muslim pada masa kejayaan Majapahit. 

Menurut penelitian Charles Damais dalam "Etudes Javanaises I: Les Tombes Musulmanes De Tralaya," batu-batu nisan di Tralaya menggunakan angka tahun Saka dan angka-angka Jawa Kuno, bukan tahun Hijriyah dan angka-angka Arab. Hal ini mengindikasikan bahwa yang dikuburkan di makam-makam tersebut adalah Muslim Jawa, bukan Muslim dari luar Jawa.

Dalam sejarah Jawa, diceritakan bahwa putri Aria Lembu Sura, seorang penguasa Surabaya, diperistri oleh Raja Majapahit Brawijaya, yang juga merupakan seorang Muslim. Hal ini menunjukkan bahwa agama Islam telah hadir di kalangan penguasa Majapahit. Selain itu, berdasarkan namanya yang mengandung unsur "Lembu," bisa dipastikan bahwa penguasa Muslim Surabaya ini memiliki hubungan keluarga dengan Raja Majapahit.

Selain Aria Lembu Sura, beberapa tokoh Muslim lainnya juga dikenal di Surabaya pada masa itu, seperti Ki Ageng Bukul, yang memerintah wilayah Bukul di selatan Surabaya. Selain itu, ada Pangeran Reksa Samodra, seorang laksamana laut Majapahit yang menganut Islam, serta Ki Bang Kuning, seorang pejabat yang berkuasa di wilayah perbatasan barat laut Surabaya.

Dalam sumber-sumber historiografi, Raja Brawijaya V, yang bernama Sri Kertawijaya, dikisahkan menikahi seorang Muslimah asal Champa bernama Darawati. Darawati datang ke Majapahit membawa pusaka berupa pedati bernama Kyai Jebat Betri dan gong pusaka bernama Mahesa Lawung. Makam Darawati masih bisa ditemukan di Trowulan, dalam area situs Majapahit.

Baca Juga : BPJS Ketenagakerjaan Salurkan Santunan pada Korban Kecelakaan Kereta Api di Cicalengka

Bukti lain yang menunjukkan bahwa Islam sudah berkembang pada zaman Majapahit adalah penemuan sebuah koin emas yang bertuliskan kata-kata Islami, yaitu "La Ilaha Illallah Muhammad Rasulullah." Meskipun belum dapat dipastikan apakah koin ini digunakan sebagai alat pembayaran resmi di Kerajaan Majapahit, temuan ini memperkuat keyakinan bahwa Islam telah memiliki pengaruh di wilayah tersebut. Koin tersebut kini disimpan di Museum Majapahit.

Perlu diingat bahwa pada masa itu, Nusantara adalah pusat perdagangan yang vital, dan berbagai kebudayaan dan agama bertemu di sana. Koin-koin Tiongkok juga ditemukan di Majapahit, menandakan hubungan perdagangan yang erat antara Majapahit dan Tiongkok. Ini menunjukkan bahwa Majapahit adalah pusat pertukaran budaya dan agama, termasuk agama Islam.

Salah satu sumber berita historis yang mencatat keberadaan Islam di Majapahit adalah "Ying-yai-Sheng-lan," yang ditulis pada tahun 1416 oleh sejarawan China. Berita ini mencatat bahwa pada saat itu, Jawa terdiri dari empat kota penting, termasuk Majapahit. Kapal-kapal dari berbagai wilayah datang dan pergi ke kota-kota ini.

Dalam berita tersebut disebutkan bahwa ada tiga kelompok penduduk yang tinggal di Jawa: pertama, para pengikut Nabi Muhammad SAW, yaitu orang-orang Islam yang datang dari wilayah barat; kedua, orang-orang China dari Kanton, Chang-Chou, dan Ch'uan-Chou; dan ketiga, penduduk asli. Berita ini memberikan gambaran yang jelas tentang keberadaan umat Islam di Majapahit pada masa itu.

Dengan kehadiran orang-orang Islam di Majapahit, proses penyebaran agama Islam di era Majapahit diyakini semakin berkembang. Mereka membawa ajaran Islam dan memengaruhi budaya dan masyarakat setempat.

Zaman Majapahit adalah masa keemasan kerajaan Hindu-Buddha di Nusantara, namun, bukti-bukti sejarah menunjukkan bahwa Islam juga telah tumbuh dan berkembang selama periode tersebut. Dari kompleks pemakaman Tralaya hingga penemuan koin emas bertuliskan kata-kata Islami, serta berita dari China, semuanya memberikan gambaran yang kuat tentang keberadaan Islam di Majapahit.

Yang cukup mengejutkan lagi, jauh sebelum Kerajaan Majapahit berdiri, proses masuknya Islam ke Nusantara telah dimulai dengan kedatangan pedagang Arab dan Persia pada abad ke-7 Masehi. Namun, agama Islam belum tersebar secara luas di kalangan penduduk pribumi selama sekitar delapan abad kemudian. Barulah pada pertengahan abad ke-15, dengan adanya era dakwah Islam yang dipelopori oleh tokoh-tokoh sufi yang dikenal sebagai Wali Songo, agama Islam mulai diterima dan diadopsi secara luas dalam budaya Nusantara.

Meskipun data sejarah pada periode itu sebagian besar berasal dari sumber-sumber historiografi dan cerita lisan, peta dakwah Islam pada saat itu sudah mulai terdeteksi melalui jaringan kekerabatan antara tokoh-tokoh keramat beragama Islam. Mereka menggantikan peran tokoh-tokoh penting yang non-Muslim yang berpengaruh pada masa akhir Majapahit. Hal ini menandai perubahan signifikan dalam sejarah agama dan budaya di wilayah Nusantara.


Topik

Hiburan, Seni dan Budaya Majapahit islam jejak islam



JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Indonesia Online. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Jatim Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Aunur Rofiq

Editor

Nurlayla Ratri