JATIMTIMES - Tradisi cari jodoh di Indonesia masih banyak dipercaya dan dilakukan sampai sekarang. Terdiri dari berbagai suku dan atau keturunan yang berbeda-beda, Indonesia memiliki cukup banyak kebudayaan dan tradisi yang terus dilestarikan.
Dari sekian banyak kebudayaan, salah satu yang cukup menarik perhatian adalah tradisi cari jodoh. Bagi sebagian orang, jodoh atau pendamping hidup mungkin menjadi masalah pribadi yang ditentukan sesuai keinginan.
Baca Juga : Viral Benda Misterius Jatuh di Jakarta Timur, Ini Penjelasan TNI dan BRIN
Akan tetapi, di Banyuwangi terdapat sebuah tradisi unik tentang pencarian pasangan hidup ini. Dilansir dari akun Tiktok @goodnewsfromindonesia, tradisi unik tersebut bernama Gredoan.
Dalam tradisi Gredoan, orang-orang yang sudah cukup umur untuk menikah akan mencari calonnya sendiri. Para pria biasanya akan memasukkan lidi dari janur kelapa ke lubang anyaman bambu atau biasa dikenal dengan gedheg milik gadis yang menjadi pilihannya.
Nah, jika sang gadis setuju maka ia akan mematahkan lidi tersebut dan sang pria mulai berbicara dilengkapi dengan rayuan. Dari rayuan itulah tradisi mencari jodoh ini dinamakan Gredoan karena berasal dari kata gridu yang berarti menggoda. Biasanya juga dengan berbalas pantun.
Dalam proses berkenalan dan merayu mereka belum bertemu dengan tatap muka langsung tapi dibatasi dengan dinding bambu. Sang gadis berada di dalam rumah dan sang pria di luar.
Namun ada perubahan, setelah lidi dipatahkan calon pasangan tersebut akan diundang masuk ke rumah untuk mengobrol di ruang tamu. Tentunya didampingi dengan orang tua sang gadis.
Setelah berhasil menaklukkan hati sang gadis dengan rayuan mereka maka sang pria akan segera melamar.
Gredoan ini selalu dilaksanakan tepat saat Maulid Nabi. Warga akan menemui dan berkumpul dengan warga lainnya. Selain untuk mendapat jodoh dan menjadi puncak memperingati hari lahir Nabi Muhammad SAW, tradisi tersebut juga dapat mempererat tali persaudaraan dengan acara kumpul-kumpul.
Tak hanya itu saja, acara ini juga dapat menjadi hiburan karena banyaknya pertunjukkan yang disajikan.
Para gadis akan membantu orang tua mereka memasak di dapur. Mereka akan memasak nasi, kue tradisional dan hidangan-hidangan khas dari Banyuwangi. Jika para wanita memasak maka lain halnya dengan pria yang bertugas untuk membuat alat pertunjukan ataupun membantu mengumpulkan sumbangan minyak tanah dari warga.
Acara akan ramai di malam hari dengan para pria mulai menyalakan obor dan pertunjukan akan segera dimulai. Pertunjukan yang disajikan adalah pertarungan para pria dengan obor mereka. Selain itu juga ada pertunjukan atraksi tarian tongkat api, musik daerah hingga karnaval boneka yang dibuat warga.
Baca Juga : Ayam Geprek Mulai Jajah Australia, Antre Beli Bisa Sampai 40 Menit
Boneka-boneka tersebut digambarkan sebagai keanekaragaman sifat manusia di dunia. Seperti sifat-sifat manusia jahat dan baik.
Sebelumnya di pagi hari warga juga mengadakan selamatan di masjid sebagai perayaan Maulid Nabi. Kue-kue tradisional akan dikeluarkan seperti onde-onde, pisang goreng, bikang, sate telur dan lainnya. Wadah persegi dari bambu biasanya digunakan sebagai wadah.
Lalu di bagian tengah akan diletakkan batang pisang untuk menancapkan telur berjumlah 99 butir. Barulah dibawa ke masjid.
Tradisi Gredoan populer dilaksanakan di Desa Macan Putih. Namun di desa lain seperti Desa Gitik, Kecamatan Kabat juga melaksanakan tradisi sama. Bedanya pelaksanaan tidak harus saat Rabiulawal. Di desa tersebut pintu akan dibuka lebar.
Kemudian, setelah proses pengenalan bukan berarti melangkah ke pelaminan tidak mengalami hambatan. Terkadang pernyataan tidak setuju bisa keluar dari bibir orang tua.
Nah, di Banyuwangi sendiri juga mengenal tradisi kawin colong. Ketika tidak disetujui, kawin colong menjadi salah satu cara yang mereka pakai untuk mendapatkan jodoh.
Saat ini, tradisi gredoan telah berkembang mengikuti arus mobilisasi. Pertemuan yang dilakukan secara langsung, tetapi tetap didampingi oleh orang tua. Penggunaan ponsel menjadi aspek yang tidak bisa dihindari. Namun mau modern atau klasik, gredoan telah banyak membantu masyarakat Banyuwangi dan sekitarnya dalam menggapai pernikahan.