free web hit counter
Jatim Times Network Logo
Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Hiburan, Seni dan Budaya

Karaeng Galesong, Pahlawan dari Kerajaan Gowa yang Istirahat Abadi di Kabupaten Malang

Penulis : Aunur Rofiq - Editor : Nurlayla Ratri

17 - Aug - 2023, 17:45

Placeholder
Makam Karaeng Galesong di Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang.(Foto : Aunur Rofiq/JatimTIMES)

JATIMTIMES- Ada sebuah danau yang sangat indah di Kabupaten Malang. Nama danau itu adalah Waduk Selorejo, lokasinya berada di Kecamatan Ngantang, daerah paling barat di Kabupaten Malang yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Blitar dan Kabupaten Kediri. Siapa sangka, di balik danau yang indah itu terdapat makam seorang pahlawan dari Kerajaan Gowa, namanya Karaeng Galesong.

Cuaca Ngantang begitu cerah jelang perayaan HUT ke-78 Bangsa Indonesia. Cuaca yang bersahabat itu berpadu dengan rimbunnya pepohonan. Ngantang tetap memancarkan kecantikannya. Ngantang seperti tidak pernah panas, hiruk pikuk masyarakat terus hidup dalam kedinginan.

Baca Juga : Jibakutai, Pasukan Berani Mati Pada Perang Kemerdekaan Indonesia

Di tengah-tengah Ngantang yang begitu cantik nampak beberapa orang keluar masuk gapura. Gapura itu terbuat dari batu templek dengan dominasi warna cokelat. Di atas depan kedua pondasi terdapat patung kepala singa. Bagian tengah dan atas gapura itu terbuat dari bahan besi berwarna kuning dan silver. Di pucuk gapura itu terdapat mahkota emas dengan diapit dua ekor naga. Di sebelah kiri bangunan gapura itu terdapat sebuah tulisan “Astana Karaeng Galesong”.

Masuk ke dalam gapura itu adalah sebuah perkampungan. Rumah-rumah penduduk sangat sederhana. Lurus sedikit kawasan itu adalah sebuah pemakaman. Luas pemakaman itu sekitar 7 hektar da nada banyak terdapat makam-makam kuno di kawasan ini. Dan tentu saja makam yang paling keramat di tempat ini adalah makam seorang pahlawan dari pulau rempah-rempah, dia adalah Karaeng Galesong.

Ya, Karaeng Galesong adalah  harta berharga Kerajaan Gowa (Makassar, Sulawesi Selatan).  Ia adalah putra Sultan Hasanuddin, tapi bukan putra mahkota. Galesong adalah putra keempat sultan dari istri yang bernama  I lo’mo  Tobo.  Saat masih berusia muda, Galesong sudah sering diterjunkan dalam peperangan untuk meredam pemberontakan-pemberontakan yang terjadi di wilayah kekuasaan Kerajaan Gowa. Bakatnya sebagai ahli strategi dan panglima perang sudah terasah sejak usia belia.

Nama asli Karaeng Galesong adalah I Manindori. Nama gelar lengkapnya adalah Karaeng Galesong Karaeng Tojeng. Selain ahli seni perang, Galesong adalah kesatria gagah perkasa yang menguasai ilmu pengetahuan tinggi. Galesong adalah nama sebuah daerah Kerajaan Gowa di bagian selatan. Galesong adalah daerah yang makmur dan menjadi lumbung pangan Kerajaan Gowa.

Empat tahun setelah Perjanjian Bongaya ditandatangani pada 1671, Karaeng Galesong memutuskan pergi meninggalkan tanah leluhurnya. Ia pergi mengembara berlayar ke arah barat untuk menyusun strategi dan melanjutkan perlawanan melawan Belanda, bangsa asing dari eropa yang sangat ia benci.

Kekalahan Kerajaan Gowa atas Belanda tidak menyurutkan mental Galesong melanjutkan perjuangan. Dari Gowa, Karaeng Galesong berhasil mendarat bersama rombongannya di Pelabuhan Banten pada Oktober 1671. Tujuan kedatangan Karaeng Galesong ke Banten adalah untuk membantu perjuangan Sultan Ageng Tirtayasa melawan VOC. Pertempuran yang terjadi antara Sultan Ageng Tirtayasa dengan VOC dikenal sebagai Perang Banten.

Di tengah berlangsungnya Perang Banten, Raden Kajoran mertua dari Raden Trunojoyo dari Madura yang sedang mempersiapkan pergerakan melawan Sunan Amangkurat I dari Kesultanan Mataram, datang untuk meminta bantuan. Raden Kajoran kemudian memohon agar Karaeng Galesong mau membantu Trunojoyo melawan VOC di Jawa Tengah dan Jawa Timur. 

Pada masa itu, di wilayah Jawa Timur terdapat dua penguasa besar dan disegani, yaitu Sri Susuhunan Prabu Tawangalun II di Blambangan dan Panembahan Maduretno Pangeran Trunojoyo di Sampang, Madura. Sudah sejak lama kedua penguasa besar ini saling bantu untuk melawan VOC. Mereka berdua juga sama-sama menjadi incaran penguasa Mataram Sri Susuhunan Amangkurat I.

Kedatangan Karaeng Galesong di Jawa Timur disambut baik oleh Trunojoyo dan Tawangalun. Trio ini kemudian mengadakan pertemuan di Kedhaton Sampang. Mereka bersatu padu melanjutkan perlawanan terhadap kerajaan Mataram dan Belanda pada 1676-1679. Bersama pasukannya,  Galesong menyerang Gresik dan Surabaya yang saat itu merupakan daerah kekuasaan Mataram. Pasukan Karaeng Galesong berhasil mengubrak-abrik pasukan Amangkurat I. Karaeng Galesong akhirnya menjadi menantu dari Trunojoyo.

Karaeng Galesong bersama Trunojoyo kemudian menyerang Mataram dan VOC dengan mengerahkan pasukan gabungan dari Madura, Makassar, dan Surabaya yang berkekuatan 9.000 prajurit. Perlawanan ini cukup fenomenal, pada Oktober 1676, pasukan Mataram dan Belanda berhasil dikalahkan dalam Pertempuran Gegodog yang diikuti dengan serangkaian kemenangan di pihak Trunojoyo dan Karaeng Galesong.

Serangan Galesong bersama pasukan dari Makassar ini merupakan sejarah baru bagi Kerajaan Mataram dan Kerajaan Gowa. Sebelumnya di zaman Sultan Agung, Kerajaan  Mataram dan Kerajaan Gowa sangat kompak dalam menjalankan pemerintahan untuk melindungi rakyat dan memerangi kezaliman. Dua kerajaan ini juga sama-sama membenci Belanda. Dua kerajaan ini juga sama-sama pemeluk islam yang taat. Hingga masa akhir pemerintahan Sultan Agung, persekutuan yang dijalin dua kerajaan ini benar-benar tepelihara dengan baik.

Baca Juga : Serangan Jantung vs Henti Jantung Sangat Berbeda, Jangan Sampai Salah Penanganan!

Kerajaan Mataram dan Kerajaan Gowa terus berhubungan, komunikasi itu diantaranya dilakukan dengan saling berkirim surat. Pada 1644 utusan Mataram untuk Kerajaan Gowa dibalas dengan surat-surat dan banyak hadiah.

Sayang, hubungan baik yang dijalin dua kerajaan besar ini pada akhirnya meredup di zaman Sunan  Amangkurat I, Raja Mataram berikutnya yang menggantikan Sultan Agung. Pada 1646, tidak ada lagi utusan Kerajaan Gowa yang datang ke Mataram. Retaknya hubungan kedua kerajaan ini bisa jadi adalah kompeni.

Sultan Agung dikenal sebagai raja yang sangat anti Belanda, tapi tidak dengan Amangkurat I. Sang raja penerus yang naih tahta di usia muda itu dikenal menjalin perdamaian dan bersahabat dengan kompeni. Sikap Amangkurat I ini membuat orang-orang Gowa jadi tidak menyukai Mataram. Berbanding terbalik dengan Mataram, Kerajaan Gowa dibawah Sultan Hasanuddin tetap konsisten, Belanda tetap dianggap sebagai  musuh yang harus dibinasakan.

Melihat mulai retaknya hubungan kedua kerajaan itu, Van Goens duta Belanda untuk Mataram memprovokasi Amangkurat I untuk mengibarkan genderang perang dengan Kerajaan Gowa. Van Goens meyakinkan Amangkurat I, bahwa Mataram pasti bisa menaklukkan Gowa dan menjadikan kerajaan di pulau rempah-rempah itu sebagai bawahan Mataram. Namun hasutan itu tak dihiraukan Amangkurat I.

Van Goens tidak menyerah meski hasutannya tidak ditanggapi oleh sang raja. Ia terus meyakinkan Amangkurat I untuk mengibarkan perang untuk menaklukkan Kerajaan Gowa. Bahkan dengen pede Van Goens  mengatakan Mataram akan jadi kerajaan terbesar di dunia jika berhasil mengalahkan Gowa. Sayang, Amangkurat I tetap tidak tertarik dengan mimpi-mimpi yang diucapkan Van Goens.

Mataram semakin mesra dengan VOC, sedangkan Kerajaan Gowa perlahan-lahan berhasil dikalahkan oleh penjajah dari eropa. Kalahnya Kerajaan Gowa di pulau rempah-rempah ternyata bukan akhir dari perang antara Gowa dengan Belanda. Yang terjadi berikutnya justru adalah serangan putra Kerajaan Gowa yang membuat Mataram berada di titik kehancuran. Sang penakluk Mataram dari Kerajaan Gowa itu adalah Karaeng Galesong.

Karaeng Galesong, salah satu putera terbaik Kerajaan Gowa itu wafat setelah tiga tahun menaklukkan Mataram. Ia tutup usia di usia 24 tahun pada 21 November 1679 di daerah Ngantang Kabupaten Malang. Ada catatan kuno yang menyatakan Galesong wafat di Kediri. Memang pada masa itu Ngantang adalah wilayah Kabupaten Kediri dan saat ini masuk dalam wilayah administrative Kabupaten Malang.

Kematian Karaeng Galesong sendiri ada banyak versi. Ada yang mengatakan ia meninggal karena sakit dan ada pula yang menyatakan ia tewas dibunuh oleh pasukan gabungan Belanda dan Mataram.

Makam Karaeng Galesong di Kelurahan Kebonsari, Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang, Jawa Timur itu hingga kini ramai dikunjungi banyak orang. Banyak pejabat keturunan Makassar yang berziarah ke tempat ini, satu diantaranya adalah mantan Wapres RI  Jusuf Kalla. 


Topik

Hiburan, Seni dan Budaya Karaeng Galesong Ngantang Kabupaten Malang pahlawan Gowa



JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Indonesia Online. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Jatim Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Aunur Rofiq

Editor

Nurlayla Ratri