free web hit counter
Jatim Times Network Logo
Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Agama

MA Larang Perkawinan Beda Agama, Bagaimana Hukumnya Menurut Islam?

Penulis : Binti Nikmatur - Editor : Nurlayla Ratri

15 - Aug - 2023, 13:39

Placeholder
Viral pernikahan beda agama di kota Semaran, beberapa waktu lalu. (Foto: TikTok)

JATIMTIMES - Mahkamah Agung (MA) resmi mengeluarkan Surat Edaran MA (SEMA) Nomor 2 Tahun 2023. Isinya adalah tentang Petunjuk bagi Hakim dalam Mengadili Perkara Permohonan Pencatatan Perkawinan Antar-Umat Beragama yang Berbeda Agama dan Kepercayaan, pada Senin (17/7/2023) lalu. 

Dalam surat edaran tersebut, para hakim di pengadilan diminta tidak mengabulkan permohonan pencatatan perkawinan antarumat yang berbeda agama dan keyakinan. 

Baca Juga : Baca Surat Ini, Punya Fadhilah Melindungi dari Kejahatan 

“Untuk memberikan kepastian dan kesatuan hukum dalam mengadili permohonan pencatatan perkawinan antarumat beragama yang berbeda agama dan kepercayaan, para hakim harus berpedoman pada ketentuan,” demikian bunyi SEMA bertanda tangan Ketua MA Muhammad Syarifuddin, dikutip Sabtu (22/7/2023). 

Dalam SEMA itu juga disebutkan, perkawinan yang sah adalah perkawinan yang dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaan. 

Lantas bagaimana hukumnya perkawinan beda agama menurut islam? Melansir NU Online, larangan nikah beda agama terdapat dalam Surat al-Baqarah ayat 221, yang artinya:

“Janganlah kalian menikahi wanita-wanita musyrik sehingga mereka beriman. Sesungguhnya seorang budak perempuan yang mu'min itu lebih baik daripada wanita musyrik walaupun dia menarik hatimu dan janganlah kalian menikahkan laki-laki musyrik (dengan Wanita Muslimah) sehingga mereka beriman. Sesungguhnya budak laki-laki yang beriman itu lebih baik dari pada orang musyrik sekalipun dia menarik hatimu. Mereka itu mengajak ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izinNya, dan Allah menjelaskan ayat-ayatnya kepada manusia agar mereka mengambil pelajaran.” (QS Al-Baqarah: 221).

Adapun sebab turun ayat 221 ini, menurut riwayat yang diceritakan oleh Ibnu Mundzir, Ibnu Abi Hatim, dan al-Wahidi yang bersumber dari al-Muqatil adalah berkenaan dengan Ibnu Abi Martsad al-Ghanawi yang meminta izin kepada Rasulullah saw untuk menikahi anak seorang wanita Quraisy yang miskin tapi cantik yang dulu menjadi kekasihnya sebelum masuk Islam, namun masih musyrikah. Sedangkan Ibnu Abi Martsad adalah seorang Muslim. Rasulullah SAW melarang sahabatnya untuk menikahinya. Lalu Allah menurunkan ayat ini. (Tafsir Al-Baghawi).

Ibnu Katsir mengulas tafsir ayat di atas, bahwa Allah SWT mengharamkan bagi orang mukmin menikah dengan orang musyrik yang menyembah berhala. Kemudian ayat tersebut menggeneralisir hukum haramnya menikah dengan orang musyrik dari kitabiyah (Yahudi dan Nasrani) dan Watsaniyah (penyembah berhala). 

Meski begitu, Ibnu Katsir mengecualikan pernikahan orang muslim dengan perempuan Ahli Kitab dengan landasan  ayat Al-Qur'an yang menjelaskan hukum pernikahan beda agama dalam Surat al-Maidah ayat 5:

Artinya: “Pada hari ini dihalalkan bagimu segala yang baik-baik. Makanan (sembelihan) Ahli Kitab itu halal bagimu, dan makananmu halal bagi mereka. Dan (dihalalkan bagimu menikahi) perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan di antara perempuan-perempuan yang beriman dan perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu, apabila kamu membayar maskawin mereka untuk menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan bukan untuk menjadikan perempuan piaraan. Barangsiapa kafir setelah beriman, maka sungguh, sia-sia amal mereka, dan di akhirat dia termasuk orang-orang yang rugi.” (QS. Al-Maidah: 5).

Ayat ini memberi peluang pernikahan beda agama, yaitu bagi laki-laki muslim boleh menikah dengan Ahli Kitab. Menurut Syekh at-Thanthawi dalam Kitab Al-Wasith, yang dimaksud Ahli Kitab dalam ayat ini ialah Yahudi dan Nasrani.

Al-Nawawi menjelaskan bahwa menurut Imam al-Syafi’i, laki-laki muslim boleh menikahi wanita kitabiyah tersebut apabila mereka beragama menurut Taurat dan Injil sebelum diturunkannya al-Qur’an, dan mereka tetap beragama menurut kitab sucinya. Sementara menurut tiga mazhab lainnya, Hanafi, Maliki dan Hambali, bahwa laki-laki muslim boleh menikahi wanita kitabiyah bersifat mutlak, meski agama Ahli Kitab tersebut telah dinasakh (diubah).

Baca Juga : 8 Manfaat Sholat Tahajud dan Sholat yang Dijalankan di Malam Hari 

Sahabat Abdullah bin Umar dan sebagian sahabat lainnya menyatakan, bahwa haram dan tidak sah menikah dengan Ahli Kitab karena mereka telah mengubahnya dan menyatakan bahwa Allah SWT adalah yang ketiga dari ketiga tuhan (trinitas). Maka sebenarnya mereka telah menyekutukan Allah SWT (syirik) dalam aqidah. 

Para ulama lantas menerjemahkan pada makna yang lebih dekat. Yang artinya, boleh menikah dengan Ahli Kitab di zaman turunnya ayat ini, karena belum banyak perempuan muslimah sehingga diberi dispensasi oleh Allah SWT. Sementara kondisi zaman sekarang sudah banyak perempuan muslimah maka hilang dispensasi itu dan hukumnya haram menikah dengan Ahli Kitab.

Dalam ayat Al-Qur’an yang lain, Allah SWT menjelaskan bahwa haram hukumnya seorang muslim menikah dengan orang kafir. Hal ini dijelaskan dalam Surat Al-Mumtahanah ayat 10 sebagai berikut:

‎يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا جَاۤءَكُمُ الْمُؤْمِنٰتُ مُهٰجِرٰتٍ فَامْتَحِنُوْهُنَّۗ اَللّٰهُ اَعْلَمُ بِاِيْمَانِهِنَّ فَاِنْ عَلِمْتُمُوْهُنَّ مُؤْمِنٰتٍ فَلَا تَرْجِعُوْهُنَّ اِلَى الْكُفَّارِۗ لَا هُنَّ حِلٌّ لَّهُمْ وَلَا هُمْ يَحِلُّوْنَ لَهُنَّۗ وَاٰتُوْهُمْ مَّآ اَنْفَقُوْاۗ وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ اَنْ تَنْكِحُوْهُنَّ اِذَآ اٰتَيْتُمُوْهُنَّ اُجُوْرَهُنَّۗ وَلَا تُمْسِكُوْا بِعِصَمِ الْكَوَافِرِ وَسْـَٔلُوْا مَآ اَنْفَقْتُمْ وَلْيَسْـَٔلُوْا مَآ اَنْفَقُوْاۗ ذٰلِكُمْ حُكْمُ اللّٰهِ ۗيَحْكُمُ بَيْنَكُمْۗ وَاللّٰهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ

 

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Apabila perempuan-perempuan mukmin datang berhijrah kepadamu, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka; jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada orang-orang kafir (suami-suami mereka). Mereka tidak halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tidak halal bagi mereka. Dan berikanlah kepada (suami) mereka mahar yang telah mereka berikan. Dan tidak ada dosa bagimu menikahi mereka apabila kamu bayar kepada mereka maharnya. Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (pernikahan) dengan perempuan-perempuan kafir; dan hendaklah kamu minta kembali mahar yang telah kamu berikan; dan (jika suaminya tetap kafir) biarkan mereka meminta kembali mahar yang telah mereka bayar (kepada mantan istrinya yang telah beriman). Demikianlah hukum Allah yang ditetapkan-Nya di antara kamu. Dan Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana”. (QS. Al-Mumtahanah: 10).

Dari beberapa paparan di atas maka disimpulkan pernikahan beda agama antara wanita muslimah dengan laki-laki nonmuslim hukumnya tidak sah menurut kesepakatan para ulama salaf dan khalaf.

Sementara itu, ada beberapa pendapat ulama yang memperbolehkan dan melarang pernikahan beda agama antara laki-laki muslim dan wanita kitabiyah (Yahudi dan Nasrani). Namun ulama Indonesia yang tergabung di organisasi MUI, NU, dan Muhammadiyah bersepakat melarang pernikahan beda agama secara mutlak, baik laki-laki muslim maupun perempuan muslimah. 


Topik

Agama nikah beda agama nikah di pengadilan pernikahan beda agama



JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Indonesia Online. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Jatim Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Binti Nikmatur

Editor

Nurlayla Ratri