free web hit counter
Jatim Times Network Logo
Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Serba Serbi

Menelusuri Jejak Kerajaan Surabaya, Kerajaan Besar Pesaing Mataram dan Sultan Agung

Penulis : Aunur Rofiq - Editor : A Yahya

13 - Jul - 2023, 20:01

Placeholder
Ilustrasi kehidupan rakyat Jawa di zaman Sultan Agung.(Foto : Instagram @umarsetyadi.ikj/Sultan Agung The Movie)

JATIMTIMES - Runtuhnya Kerajaan Demak menjadi tonggak sejarah baru bagi Jawa Timur. Kerajaan Surabaya, sebuah Negara baru lahir di ujung timur pulau yang gemah ripah loh jinawi. Kerajaan Surabaya adalah kerajaan dagang dengan invasinya menyusuri seluruh wilayah Nusantara.

Kerajaan Surabaya diperkirakan muncul setelah berakhirnya kekuasaan Kerajaan Demak. Raja-Raja Surabaya adalah keturunan Sunan Ampel. Itulah yang membuat raja Surabaya begitu dihormati dan merasa dirinya sebagai keturunan wali. 

Baca Juga : Pendidikan hingga Infrastruktur Masih Jadi Prioritas, Bupati Malang Berharap Belanja Modal Bertambah

Surabaya pada waktu itu adalah negara perdagangan dengan reputasi kuat dan jadi pesaing utama Kerajaan Mataram Islam. Wajar jika kemudian Sultan Agung yang berambisi besar itu ingin segera menaklukkan Surabaya. Perang antara dua kerajaan ini berlangsung sengit dan memakan waktu lebih dari sepuluh tahun. Surabaya kalah dan jatuh ke tangan Mataram.

Surabaya merdeka dari Demak setelah wafatnya Sultan Trenggana. Surabaya kemudian menjadi negara otonom dengan raja terakhirnya bernama Jaya Lengkara. Raja Jaya Lengkara memiliki dua istri. Istri tua bernama Ratu Mas dari Kediri. Sedangkan istri muda yang tidak pernah disebut namanya berasal dari Mojoagung (Wirasaba). 

Raja Jaya Lengkara memiliki beberapa putra. Putranya yang paling terkenal adalah Pangeran Adipati Pekik. Putra lainnya bernama Pangeran Indrajid, Pangeran Trunojoyo, dan Pangeran Wiradarma. Jejak dan peninggalan Kerajaan Surabaya saat ini hilang tak berbekas.

Artus Gijsels menguraikan bentuk Kerajaan Surabaya secara panjang lebar. Kerajaan ini memiliki ibu kota dengan garis lingkar lima mil. Pusat kerajaan dikelilingi pertahanan, separuh kota dikelilingi tembok dan separuhnya lagi oleh baluwarti. Kerajaan Surabaya juga dikelilingi dengan parit-patir yang indah. Diantara tembok dan parit yang mengelilingi kerajaan itu berdiri tanggul yang kuat.

Diduga pusat ibukota Kerajaan Surabaya berdiri di kedua sisi Kali Mas dengan panjang tembok sekitar 30 kilometer. Istana raja berada di dalam tembok benteng yang diperkirakan cukup megah itu. Di dalam benteng itu juga terdapat rumah-rumah.

Di samping tembok kerajaan terdapat pintu-pintu air. Uniknya, setiap 15 menit perjalanan sepanjang jalur tembok ini terdapat sebuah pintu gerbang yang bentuknya sama dengan pintu-pintu di benua eropa. Pintu-pintu itu dijaga ketat oleh sekitar 15 sampai 20 prajurit. Di jalur yang sama, Kerajaan Surabaya menempatkan petugas bea cukai untuk memungut pajak 10% untuk semua barang yang lewat.

Di depan pintu gerbang masuk menuju keraton, terdapat taman dan pohon-pohon linde atau pohon beringin yang besar dan indah. Dibawah pohon beringin itu terdapat bangku-bangku dan tempat duduk raja. Sedangkan kaum bangsawan duduk di tanah.Gambaran ini mengingatkan kita pada Alun-Alun di Keraton Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Ngayogyakarta.

Dalam laporannya Gijsels juga melukiskan keberadaan pasar yang letaknya berada di depan istana. Pasar di Kerajaan Surabaya pada waktu itu bukan hanya berfungsi sebagai pusat ekonomi. Pasar pada zaman itu juga tempat pejabat Negara mengadili para penjahat. Pengadilan era itu benar-benar bengis, perampok dibunuh dengan keris dan yang lain dilempar ke dalam api.

Kerajaan Surabaya juga memiliki teknologi yang lumayan modern pada zaman itu. Raja Surabaya disebut Gijsels telah memiliki artileri. Terdapat pula 20 meriam lebih yang terbuat dari besi dan perunggu. Salah satu meriam bahkan sama panjangnya dengan meriam milik Belanda. Meriam-meriam itu dibuat sendiri oleh arek-arek Suroboyo.

Istana Kerajaan Surabaya masih ditemui wujudnya pada akhir abad ke-16. Pada 1708, istana kerajaan disebut sebagai istana Raja Mataram Sunan Amangkurat II. Sebutan ini kiranya cukup wajar karena Surabaya waktu itu sudah turun kelas dari kerajaan menjadi kadipaten wilayah Kerajaan Mataram Islam. Dan waktu itu, dalam kunjungannya ke wilatah Jawa Timur pada 1679-1680, Amangkurat II menggunakan Istana Surabaya sebagai pasanggrahan.

Pelan tapi pasti, istana Kerajaan Surabaya perlahan-lahan hancur dimakan zaman. Pada tahun 1708, wujud dari keraton hanya tinggal temboknya saja. Sedangkan di dalamnya dihuni oleh rerimbunan semak belukar. Kondisi ini membuat ketika Sunan Amangkurat III akan ditahan disana, terpaksa Belanda harus mendirikan bangunan baru, karena bangunan lama kondisinya sangat tidak layak untuk dihuni manusia.

Istana Kerajaan Surabaya benar-benar hancur tak tersisa akibat perang besar yang terjadi pada 1719. Inilah gambaran singkat mengenai Kerajaan Surabaya, kerajaan  yang tidak menyisakan peninggalan monument bersejarah.

Baca Juga : 112 Bacaleg di Kota Malang Mundur dari Pileg 2024, Mengapa?

Seperti kita bahas di awal tulisan ini, Kerajaan Surabaya adalah pesaing bagi Kerajaan Mataram dan Sultan Agung. Anggapan ini benar adanya karena wilayah kekuasaan Kerajaan Surabaya ternyata cukup luas. Selain Kota Surabaya yang kita kenal saat ini, Kerajaan Surabaya juga memiliki wilayah kekuasaan di beberapa wilayah di Jawa Timur. Daerah yang tercatat sebagai kekuasaan kerajaan ini diantaranya Pasuruan, Gresik, Jortan, Sedayu dan Blambangan. Penguasa Gresik pada waktu itu adalah seorang bupati perempuan bernama Kanjeng Reksa Dana.

Seain Jawa, Kerajaan Surabaya juga memiliki wilayah kekuasaan di luar pulau Jawa. Daerah kekuasaan luar Jawa itu salah satunya adalah Kalimantan. Kerajaan Surabaya juga memiliki invasi perdagangan yang luas. Warga Negara Surabaya pada zaman itu berdagang dengan mengelilingi nusantara. Perahu-perahu mereka melintasi Malaka, Maluku, Ambon, Banda dan Solor.

Melihat semakin besarnya pengaruh Kerajaan Surabaya membuat raja Mataram Panembahan Hanyakrawati bersiap-siap melakukan rencana penyerangan ke ujung timur Jawa. Rencana itu tertunda dengan wafatnya Hanyakrawati pada 1613. Rencana penyerangan ini kemudian dilanjutkan oleh puteranya Sultan Agung yang naik tahta sebagai raja Mataram selanjutnya.

Sultan Agung cukup optimistis mampu menaklukkan Kerajaan Surabaya. Optimisme ini muncul setelah Mataram berhasil mengalahkan sekutu-sekutu jajahan Kerajaan Surabaya. 

Serangan ke Surabaya betul-betul dirancang secara sempurna pada 1614. Dalam serangan ini, Sultan Agung memberikan tugas khusus kepada Tumenggung Suratani sebagai pimpinan ekspedisi untuk bergerak menuju Jawa Timur. Kepada Suratani, Sultan Agung juga menitipkan pesan: siapa pun yang mundur harus dibunuh.

Tumenggung Suratani tewas dalam pertempuran melawan pasukan Surabaya di Sungai Brantas. Pangeran Mangkubumi kemudian mengambil alih pusat komando setelah tewasnya Suratani. Keesokan paginya pasukan Mataram melancarkan serangan balasan dengan hasil yang cukup menggembirakan. Seluruh bupati di pihak koalisi Surabaya melarikan diri. Yang bertahan hanya Raden Panji Pulang Jiwa dengan akhir yang mengenaskan: tewas ditangan pasukan Mataram. Pasukan Mataram pulang ke ibukota di Kotagede dengan hasil rampasan perang yang melimpah ruah.

Jan Pieterzoon Coen dalam tulisannya menyebut, pertempuran antara Mataram dengan koalisi Kerajaan Surabaya berlangsung pada 10 November 1614. Dalam pertempuran ini, 40.000 tentara Mataram tewas. Sedangkan dari pihak Surabaya yang tewas 10.000 orang. 

Bagi Mataram, jumlah korban tewas ini tidak begitu berarti karena padatnya penduduk di daerah mereka. Sedangkan bagi raja Surabaya, jumlah korban tewas ini baginya cukup besar dan jadi pukulan telak karena kecilnya jumlah penduduk.

 erangan Mataram menaklukkan Jawa Timur setelah peristiwa ini kemudian terus berlanjut. Serangan demi serangan dilancarkan oleh pasukan Mataram dalam pertempuran yang panjang dan melelahkan. Kerajaan Surabaya benar-benar kuat secara militer dan baru bisa ditaklukkan Mataram pada tahun 1625.

 


Topik

Serba Serbi kerajaan surabaya sunan ampel Artus Gijsels raja surabaya



JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Indonesia Online. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Jatim Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Aunur Rofiq

Editor

A Yahya