JATIMTIMES - Konsep 'Moderasi Beragama' dianggap langkah untuk menangkal kemunculan aliran ektremisme dan kekerasan yang berlandaskan agama di Indonesia. Hal itu disampaikan oleh Cendikiawan Muslim Indonesia KH Ulil Abshar Abdalla yang menjadi narasumber Kajian Literacy Enrichment on Religious Moderation di Aula Micro Teaching, Gedung Center of Laboratories, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Maliki Malang, Selasa (11/7/2023).
KH Ulil Abshar Abdalla atau yang akrab disapa Gus Ulil menerangkan bahwa ide moderasi beragama tidak muncul begitu saja. Karena konsep ini memiliki sanad atau silsilah dan genealogi.
Baca Juga : 8 PTN yang Lulusannya Cepat Dapat Kerjaan, Salah Satunya Ada di Malang
Dari segi genealogi atau kajian sanadnya, ada tiga sumber gagasan bagi moderasi beragama. Pertama adalah gagasan-gagasan yang bersumber dari lingkungan Nahdlatul Ulama. Kedua, gagasan-gagasan yang bersumber dari Muhammadiyah.
“Dan terakhir tak kalah penting ialah gagasan-gagasan yang bersumber dari pemikiran-pemikiran tokoh-tokoh reformis," ucap Gus Ulil.
Tiga sumber gagasan itu dijelaskan Gus Ulil yang membentuk wacana moderasi beragama. Dalam hal ini yang dirumuskan oleh Kementerian Agama (Kemenag) RI. Sehingga konsep moderasi ini bukan hanya milik golongan tertentu saja. Melainkan milik keseluruhan umat Islam dan juga umat beragama yang ada di Indonesia.
“Gagasan moderasi beragama ini khas Indonesia, tidak ada di negara lain,” kata Gus Ulil.
Dengan konsep Moderasi Beragama itu, menurut Gus Ulil sejalan dengan ide yang pernah dilontarkan oleh tokoh bangsa seperti Presiden ke-empat Republik Indonesia, Dr KH Abdurrahman Wahid. Dalam hal ini tentang Pribumi Islam yang pada masanya dianggap kontroversial.
“Dalam konsep Moderasi Beragama ini agama juga harus bisa menghormati kekayaan budaya yang ada di Indonesia, sehingga hal ini sejalan dengan Bhineka Ika Tunggal Ika sebagai semboyan bangsa Indonesia,” pungkas Gus Ulil.
Sementara itu, Rektor UIN Malang Prof Dr HM Zainuddin, MA mengaku bahwa moderasi beragama menjadi isu penting sekaligus kontroversial. Sebagian orang menerima bahkan mengusung isu ini dan sebagian lain menolak dengan dalih bahwa diskursus moderasi beragama sebagai proyek dunia barat dan tidak jelas arahnya.
Baca Juga : Mendidik Anak di Era Digital, Tim Dosen Unisba Blitar Gelar Sosialisasi di Gereja GBI Diaspora Kesamben
Secara detail dia menjelaskan pengertian moderasi beragama itu sendiri. Moderasi beragama adalah sikap toleransi, inklusif, menolak segala tindak kekerasan dan melindungi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), berkomitmen pada Pancasila sebagai dasar ideologi negara, UUD 1945, dan Bhineka Tunggal Ika.
Dia menyebut, ada 4 indikator moderasi beragama. Yang pertama yakni memiliki komitmen kebangsaan dengan menerima prinsip-prinsip kebangsaan yang tercantum dalam konstitusi (UUD 1945).
“Yang kedua yakni sikap toleransi, menghargai perbedaan dan memberi ruang bagi orang lain untuk percaya dan mau bekerja sama,” kata Prof Zainuddin.
Lanjutnya, indikator selanjutnya adalah anti kekerasan dan menolak segala bentuk kekerasan. Di mana yang utamanya mengatasnamakan agama sebagai landasan. “Terakhir yakni menerima adat dan budaya lokal (local wisdom) yang tidak bertentangan dengan konstitusi,” pungkas Prof Zainuddin.