free web hit counter
Jatim Times Network Logo
Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Serba Serbi

Retno Dumilah, Ratu Madiun yang Beristirahat Abadi di Kotagede

Penulis : Aunur Rofiq - Editor : A Yahya

04 - Jul - 2023, 18:13

Placeholder
Potret Makam Raja-Raja Mataram di Kotagede pada tahun 1890.(Foto : Instagram @sejarahjogja)

JATIMTIMES- Kota Yogyakarta masih sama seperti dulu, membawa rindu untuk orang-orang yang pernah menyinggahinya. Yogyakarta adalah kota yang tidak pernah sepi dari hiruk pikuk kehidupan. Banyak orang luar berdatangan ke kota ini, ada yang bernostalgia dan ada pula yang menelusuri jejak kebesaran masa lalu. Yogyakarta adalah sejarah.

Selain Keraton Yogyakarta, jejak kebesaran sejarah masa lalu di kota Gudeg ini bisa ditemukan di Kotagede. Kotagede adalah salah satu kecamatan di Kota Yogyakarta yang berbatasan dengan Kabupaten Bantul. Salah satu destinasi wisata sejarah di Kotagede ini adalah Makam Raja-Raja Mataram. Ya, di pemakaman kuno yang berusia ratusan tahun itu dimakamkan Panembahan Senopati seorang negarawan besar yang mendirikan Kesultanan Mataram, Negara baru di tanah Jawa yang bercorak mistisisme Islam.

Baca Juga : Cerdiknya Pangeran Mangkubumi, Nyamar Jadi Orang Desa Lalu Tebas Leher Pasukan VOC dalam Pertempuran

Selain Panembahan Senopati, di Kotagede juga dimakamkan tokoh-tokoh besar masa lalu. Diantaranya Joko Tingkir/Sultan Hadiwijaya (Raja Kesultanan Pajang), Ki Ageng Pamanahan (Pendiri Perdikan Mentaok, ayah Panembahan Senopati). Di pasarean keramat ini dimakamkan pula Panembahan Hanyakrawati (Raja Kedua Kesultanan Mataram) dan Sri Sultan Hamengkubuwono II (Raja Kedua Kesultanan Yogyakarta).

Menariknya, ada satu tokoh besar dari Jawa Timur yang juga dimakamkan di Makam Raja-Raja Mataram Kotagede. Dia adalah Retno Dumilah, bangsawan perempuan yang berasal dari Madiun. Retno Dumilah adalah putri Madiun yang menjadi permaisuri kedua Raja pertama Mataram Islam Panembahan Senopati. Catatan sejarah juga menyebutkan, Retno Dumilah adalah bupati perempuan pertama yang memimpin Madiun.

Setelah Mataram menaklukkan Madiun, Retno Dumilah diboyong ke Kotagede sebagai rampasan perang. Di ibukota Mataram, Retno Dumilah kemudian dinikahi Senopati dan dijadikan permaisuri. Retno Dumilah pada akhirnya tidak kembali ke tanah kelahiran yang dicintainya. Ia dan keturunannya menetap di Kotagede dan wafat di sana.

Dalam berbagai sumber sejarah dikisahkan, Negara baru Kasultanan Mataram di bawah kepemimpinan Panembahan Senopati susah payah menaklukkan Madiun. Saat itu, Madiun berada di bawah kekuasaan Pangeran Timur, bangsawan terhormat putra Raja Demak Sultan Trenggono.

Puncak dari serangan Mataram ke Madiun ini berakhir dengan roman percintaan. Setelah Pangeran Timur terdesak dan meninggalkan istana, Senopati yang menguasai istana bertemu dengan Retno Dumilah, putri sang Panembahan Madiun. Setelah bertarung satu hari satu malam tanpa pemenang, Senopati melakukan bujuk rayu yang membuat hati Retno Dumilah luluh, keduanya pun menikah dan Madiun akhirnya jatuh ke tangan Mataram. Taktik ini berjalan berkat kecerdikan Patih Mataram Ki Juru Martani.

Senopati memimpin langsung penyerangan ke istana Madiun. Dia mengenakan baju Kiai Gundil dan menaiki kuda puspa kencana dan berhasil memasuki istana Madiun bersama pasukannya.Pertama-tama Senopati menyerang pasukan Ponorogo. Mendapat serangan ini, pasukan Ponorogo marah dan memaki-maki pasukan Madiun yang telah meninggalkan mereka. Keesokan harinya, Senopati bertempur melawan Pangeran Surabaya sekutu Pangeran Timur dan pengikutnya.

Dalam pertempuran ini, pasukan  Jawa Timur digempur habis oleh Mataram. Senopati memainkan strategi yang ciamik seperti permainan sepakbola total football.  Pangeran Mangkubumi di sayap kiri, Pangeran Singasari dengan pasukan Demak di sayap kanan, Adipati Mandaraka dengan para Adipati Pati dan Pajang menguasai lini tengah. Sebagai komandan perang, Senopati memerintahkan pasukan tengah menunggu, sedangkan sayap kanan dan kiri bergerak maju.

Senopati bersama 100 orang pasukan kuda kemudian menyerang musuh yang bergerak maju dari belakang. Siasat ini berhasil, seluruh tentara Jawa Timur digempur habis. Setelah itu pasukan Mataram melakukan penjarahan dan bergerak menuju keraton Madiun.

Kemenangan Senopati di medan tempur ini berlanjut kemenangan di medan asmara. Pangeran Timur yang terkejut dengan kekalahan pasukanya berkata “Saya tidak mengira bahwa beginilah maksud Senopati. Ia memang dapat dinamakan manasiwa : bagai madu di luar, tetapi racun didalam.” Sadar posisinya terdesak, Pangeran Timur bersama pengikutnya kemudian berangkat menuju Wirasaba untuk menyelamatkan diri.

Pangeran Timur pergi meninggalkan putrinya Retno Dumilah. Retno Dumilah tetap bertahan di istana Madiun bersenjatakan keris gumarang. Setelah beberapa lama pingsan, putri Madiun itu siuman dan berdandan seperti satria bersenjatakan keris, tombak dan pistol. Senopati ternyata kebal terhadap senjata-senjata itu. Retno Dumilah kemudian dirangkul oleh Senopati dan dijadikan istrinya.

Setelah takluk oleh rayuan gombal Senopati yang bikin klepek-klepek, Retno Dumilah diboyong ke Istana Mataram di Kotagede sebagai rampasan perang. Retno Dumilah pun menjadi salah satu permaisuri Senopati. Dengan perkawinan ini, derajat Senopati pun terangkat ke kalangan bangsawan kelas atas. Putri Madiun yag dipersuntingnya bukan orang dari keluarga sembarangan, dia adalah putri dari Pangeran Timur, bangsawan keturunan Kesultanan Demak.

Sejarawan HJ De Graaf dalam buku Awal Kebangkitan Mataram menjelaskan, Pangeran Timur adalah bangsawan Demak yang sempat tinggal di Istana Pajang. Dia adalah putra bungsu Sultan Trenggana dari Demak. Setelah ayahnya meninggal, Pangeran Timur tinggal dan besar di Istana Pajang. HJ de Graaf berpendapat, jika saja Pangeran Timur masih di Demak setelah ayahnya meninggal, mungkin saja dia pada waktu itu akan dibunuh. Setelah cukup usia, Sultan Pajang Hadiwijaya (Joko Tingkir) kemudian mengangkatnya menjadi penguasa Madiun.

Baca Juga : Asal Mula Api di Muka Bumi, Ternyata Permintaan Nabi Adam AS

Hubungan antara Joko Tingkir dengan Pangeran Timur amatlah dekat. Ibu Joko Tingkir, Ratu Mas Cempaka adalah saudara Pangeran Timur. Pangeran Timur termasuk pembesar yang amat dihormati. Dia menikah dengan anak perempuan Pangeran Adipati Sabrang Kulon dari Demak. Bapak mertua Pangeran Timur adalah putra raja pertama Demak Sultan Patah. Sang mertua meninggal dunia saat ayahnya masih hidup. Dari pernikahanya, Pangeran Timur mendapatkan 24 orang anak. Dari 24 orang anak itu, Babad Tanah Djawi hanya menyebutkan dua  orang saja nama anak dari Pangeran Timur, yakni Retno Dumilah dan Mas Lontang yang kemudian menjadi bupati Japan (Mojokerto).

Setelah menikah dengan Senopati, Retno Dumilah bergelar Raden Ayu Jumilah. Pernikahan ini melahirkan tiga orang putra yakni Raden Mas Julig, Raden Bagus (kelak bergelar Pangeran Adipati Juminah, kemudian diangkat sebagai panembahan) dan Raden Mas Keniten (kelak bergelar Pangeran Adipati Martalaya ing Madiun).

Raden Bagus, putra kedua Senopati dengan Retno Dumilah menjadi putra yang paling terkenal. Sumber dari Belanda menyatakan sebutan Pangeran Adipati Juminah dan mungkin sama dengan Kiai Adipati Madiun yang disebut di tempat lain.

Menjadi permaisuri dan orang berpengaruh di Mataram nyatanya tidak menjamin masa depan keturunan Retno Dumilah sebagai pewaris tahta. Tidak ada satupun anaknya yang dipercaya menjadi penerus tahta Kesultanan Mataram. Jabatan paling mentereng diantara para keturunannya hanyalah menjadi bupati di Madiun secara turun temurun hingga Perjanjian Giyanti 1755. Namun, putranya yang bernama Pangeran Adipati Juminah mungkin adalah yang paling tinggi gelar kebangsawananya. Juminah adalah satu-satunya bangsawan diluar tiga raja Mataram pertama yang bergelar Panembahan. Gelar Panembahan ini diperoleh Juminah setelah Sultan Agung mendapatkan gelar Susuhunan.

Catatan sejarah juga menyebutkan, Panembahan Juminah turut serta dalam serangan Mataram ke Batavia pada 1629. Ia juga menjadi orang kepercayaan dan penasehat Sultan Agung. Sultan Agung bahkan mempercayakan pembangunan makam baru Raja-Raja Mataram di bukit yang tinggi kepada Juminah.

Menurut Babad Alit (Prawirawinarsa dan Djajengpranata 1921 : 20 – 22), Sultan Agung menyerahkan pembangunan makam baru diatas bukit itu kepada pamannya, Panembahan Juminah atau Panembahan Blitar. Panembahan Juminah adalah putra ke-18 Panembahan Senopati dengan Retno Dumilah, permaisuri yang berasal dari Madiun.

Makam raja di bukit yang tinggi mulai dibangun pada 1629-1630 dengan dipimpin Panembahan Juminah yang saat itu sudah berusia lanjut. Sebagai susuhunan pertama Mataram, Sultan Agung ingin agar makam yang besar ini nantinya bisa menjadi bangunan mercusuar Dinasti Mataram Islam, sekaligus bangunan untuk memulihkan kewibawaanya yang hilang akibat kegagalan serangan Mataram ke Batavia.

Kabar menyedihkan datang saat tengah berlangsung pembangunan makam tinggi di atas bukit, Panembahan Juminah meninggal dunia. Sebagai bentuk penghormatan, atas perintah Sultan Agung, jasad bangsawan keturunan Pangeran Timur dari Madiun itu kemudian dimakamkan di makam yang tengah dibangun diatas bukit tersebut. Di kemudian hari makam tersebut dikenal dengan nama Makam Giriloyo.

Wafatnya Panembahan Juminah mengakibatkan perubahan penting dalam rencana Sultan Agung. Pertama, ia kecewa karena bukan dirinya yang pertama kali dimakamkan di tempat yang terhormat ini. Sultan juga menganggap makam yang tengah dibangun itu terlampau kecil bagi dia dan keturunannya. Beragam alasan itu kemudian mendorong Sultan Agung untuk membangun makam baru lagi yang letaknya berdekatan dengan makam Giriloyo, yaitu Imogiri. Di makam Imogiri ini, Sultan Agung menjadi orang pertama yang dimakamkan.


Topik

Serba Serbi Yogyakarta Retno dumilah Kotagede madiun



JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Indonesia Online. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Jatim Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Aunur Rofiq

Editor

A Yahya