JATIMTIMES - Kapal Landing Craft Tank (LCT) Sritanjung berdiri karena awalnya Samsul Hadi, Bupati Banyuwangi periode 2000-2005 melihat adanya peluang untuk mendapatkan pendapatan daerah. Hal tersebut diungkap, Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Banyuwangi era Bupati Samsul Hadi, H A Masduki Suud.
Menurutnya, melihat peluang tersebut, pihak eksekutif melakukan komunikasi dan koordinasi dengan Zainuddin, Kepala Kantor Pelabuhan (Kakanpel) Ketapang Banyuwangi.
Baca Juga : Warga Twitter Kritisi UMM yang Somasi Rafi, Gegara Video Sebut Kampus 'Toxic' dan 'Durjana'
”Dia waktu itu menyatakan bahwa ide yang digagas Pak Samsul itu bagus dan kita mendukung ide tersebut,” jelasnya kepada wartawan media ini di kantor PWRI Banyuwangi.
Selanjutnya, Sekda Kabupaten Banyuwangi dan Kepala Kantor Pelabuhan Ketapang melakukan koordinasi dan konsultasi kepada pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Banyuwangi. Saat itu, dewan sepakat akan ide dalam hal memiliki dua kapal LCT Sritanjung.
“Kebetulan yang mengurus izin di Jakarta itu saya sendiri dan susah dalam pengurusan izin tersebut. Sekarang tidak tahu gimana dan saya juga tidak ingin tahu, hanya saja disayangkan kalau mestinya itu dihapus. Membeli kapal yang lebih bagus dan model Ro-ro karena izin yang sebelumnya sudah diurus itu masih berlaku hingga sekarang,” ujar H A Masduki.
Akan tetapi, lanjut dia, penggunaannya itu sampai sekarang tidak jelas izinnya dimana dan dipakai siapa dan hal tersebut yang perlu diselidiki. Sangat disayangkan karena waktu itu Pak Samsul Hadi memiliki tujuan untuk meningkatkan PAD Banyuwangi.
Pada saat awal H Samsul menjabat bupati, APBD Banyuwangi hanya sejumlah Rp 600 miliar lebih dan bisa berkembang menjadi Rp 800 miliar.
Baca Juga : Alumni UMM Sebut Kampusnya Toxic dan Gedung Jelek, Muhadjir Buka Suara
”Kapal LCT Sritanjung mampu menyerap tenaga kerja baik itu anak buah kapal maupun yang di darat serta yang di instansi. Sehingga memiliki kapal ini sangat bermanfaat untuk masyarakat dan sekarang untuk lanjut katanya, saya tidak mengikuti. Bahkan ada yang mengatakan sudah dihapus sudah/apa belum," urainya.
"Akan tetapi pada saat itu Pak Samsul saking semangatnya tidak melihat aturan lain. Pokoknya DPRD Banyuwangi setuju ternyata waktu itu bukan keputusan pleno DPRD, akan tetapi putusan pimpinan DPRD sehingga hal inilah yang menjadi permasalahan di Polda Jawa Timur (Jatim) waktu itu,” pungkas H A Masduki Suud.