free web hit counter
Jatim Times Network Logo
Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Ruang Mahasiswa

Status Uang Tanda Jadi (UTJ) Dalam Jual Beli Rumah Apabila KPR Ditolak

Penulis : Istriani - Editor : Redaksi

12 - Jun - 2023, 21:43

Placeholder
Istriani, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya.

JATIMTIMES - Magang berbasis MBKM (Merdeka Belajar Kampus Merdeka) merupakan salah satu jenis praktik kerja yang dapat ditempuh oleh mahasiswa Program Studi S-1 Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya. Penulis merupakan mahasiswi magang MBKM di YLBHI-LBH Surabaya. Selama program magang MBKM penulis melakukan asistensi terhadap kasus maupun perkara yang ditangani oleh LBH Surabaya serta turut serta dalam konsultasi klien. 

LBH Surabaya berfokus memberikan bantuan hukum struktural yaitu bantuan hukum yang diberikan kepada warga miskin dan lemah melalui upaya perubahan suatu struktur sosial, politik, ekonomi dan budaya yang timpang menuju ke arah suatu struktur yang memberikan peluang bagi pengembangan  sumber  daya  hukum warga miskin dan lemah. LBH Surabaya merupakan salah satu lembaga yang menjunjung tinggi akan pengakuan hak asasi manusia. 

Baca Juga : Pengalihan Fungsi Gereja di Australia Menjadi Masjid oleh Jamaah Indonesia Bikin Warganet Kagum

LBH Surabaya tidak melakukan pembelaan terhadap setiap kasus yang dikonsultasikan, namun LBH Surabaya dalam hari kerjanya menerima konsultasi dari klien yang mempunyai masalah hukum dengan tujuan untuk memperoleh pendapat hukum dan saran guna memperoleh solusi. Artikel ini merupakan opini penulis sebagai bentuk output magang pada kegiatan konsultasi klien pada kasus hangusnya uang tanda jadi pada jual beli jika KPR ditolak. 

Dalam kasus ini mitra magang sebatas memberikan konsultasi hukum. Semakin tahun, permintaan rumah sebagai tempat hunian maupun untuk investasi semakin meningkat di Indonesia. Salah satu faktor pendorong permintaan tersebut diantaranya adalah karena semakin meningkatnya perekonomian masyarakat dan kemudahan dalam membeli rumah, diantaranya melalui skema KPR (Kredit Pemilikan Rumah). 

Skema ini merupakan salah satu fasilitas kredit yang diberikan oleh perbankan untuk nasabah perorangan yang akan membeli atau memperbaiki rumah. Dengan skema ini, pembeli tidak perlu menyediakan dana tunai akan tetapi pembeli dapat mengangsur dengan jumlah angsuran dan jangka waktu yang sudah disepakati oleh pembeli selaku nasabah dan bank. Namun dengan kemudahan yang diberikan tersebut pembeli harus teliti dalam melakukan transaksi pembelian, terutama jika pembelian rumah tersebut adalah milik perorangan.

Terdapat problematika dalam jual beli rumah atau properti, salah satunya mengenai pembayaran uang tanda jadi (UTJ). UTJ atau earnest money adalah sejumlah uang yang diberikan kepada penjual atau developer sebagai bukti keseriusan pembeli atas properti tersebut dengan tujuan agar developer atau penjual tidak menawarkan properti tersebut ke pihak lain. Dalam praktiknya, uang tanda jadi diberikan saat pra-pembelian dan pemberian UTJ tidak mengurangi harta beli rumah. 

Dalam prakteknya, UTJ yang diberikan pembeli biasanya sebesar Rp500.000 sampai 1% dari harga pembelian rumah. Uang tanda jadi berbeda dengan DP (down payment). DP sifatnya lebih mengikat yaitu DP dibayarkan jika sudah masuk tahap pembelian, sementara UTJ dibayarkan saat masih tahap pemesanan. Hingga saat ini, UTJ belum diatur dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia sehingga belum memiliki dasar hukum mengikat. Sehingga tidak jarang dalam praktiknya penjual meminta UTJ yang cukup besar. 

Oleh karenanya, pembeli harus teliti dalam melakukan pembayaran maupun pembelian rumah, harus membaca dan memahami persyaratan, mengecek dokumen maupun perjanjian sebelum menyepakatinya. Lantas, bagaimana jika pengajuan KPR yang dilakukan oleh pembeli ditolak sementara pembeli sudah membayar uang tanda jadi? Untuk menjawab hal tersebut maka harus dilihat sifat UTJ itu sendiri. 

Masyarakat diberikan kebebasan untuk melakukan jual beli, membuat dan melaksanakan perjanjian berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak. Perjanjian dapat dilakukan secara tertulis baik dibawah tangan maupun dihadapat pejabat berwenang ataupun dilakukan secara lisan. Namun, dalam melaksanakan perjanjian harus memperhatikan empat syarat sahnya perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata yang terdiri atas syarat subjektif dan syarat objektif.

Pasal 1320 KUHPerdata telah mengatur bahwa suatu perjanjian dikatakan sah jika:

1) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, artinya para pihak harus saling sepakat.

2) Kecakapan untuk membuat suatu perikatan, cakap artinya cukup umur dan tidak berada di bawah pengampuan.

3) Suatu hal tertentu, yaitu objek perjanjian berupa prestasi untuk memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu.

4) Suatu sebab yang diperbolehkan, artinya tidak bertentangan dengan undang-undang dan kesusilaan.

Baca Juga : Heboh, Lionel Messi Gagal Main di Indonesia, Tiket Banyak Dijual Kembali di Twitter

Apabila keempat syarat tersebut terpenuhi maka perjanjian tersebut sah dan mengikat para pihak. Apabila perjanjian sah maka berlaku Pasal 1338 KUHPerdata bahwa perjanjian tersebut berlaku selayaknya undang-undang bagi para pihak yang membuatnya. Dalam melaksanakan perjanjian para pihak harus dengan itikad baik. Harus dipahami bahwa UTJ berbeda dengan DP. DP dibayarkan apabila telah masuk tahap pembayaran dan pembayaran DP mengurangi harga pembelian rumah yang telah disepakati. 

DP sifatnya lebih mengikat dan mempunyai dasar hukum yang lebih jelas daripada UTJ. Dalam hal DP yang telah dibayarkan, apabila dikemudian hari perjanjian jual belinya batal maka konsekuensinya sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan yakni dalam Pasal 1464 KUHPerdata yang mengatur bahwa pembeli hanya bisa membatalkan perjanjian jual belinya tetapi tidak bisa meminta kembali DP yang telah dibayarkan. Kecuali jika terdapat pengecualian, bahwa antara penjual dan pembeli telah sepakat apabila perjanjian batal maka DP dikembalikan maka DP itu dapat kembali.

Lalu bagaimana dengan UTJ? Dalam praktiknya apabila perjanjian batal maka UTJ tidak dapat dikembalikan karena tujuan UTJ hanya untuk meyakinkan penjual jika calon pembeli serius terhadap objek perjanjian. Namun, terkait hal ini juga dapat dikecualikan apabila diawal telah disepakati apabila perjanjian batal maka UTJ yang dibayarkan harus dikembalikan ke calon pembeli. Namun dalam praktiknya hal ini jarang sekali terjadi.

Dalam masyarakat kalanya terdapat satu kasus mengenai pembayaran UTJ kepada penjual pemilik rumah perseorangan. Adapun jumlah UTJ yang diminta penjual cukup besar melebihi jumlah pembayaran UTJ dalam praktiknya. Sementara, besaran UTJ belum diatur dalam

peraturan Perundang-undangan di Indonesia sehingga pelaksanaannya berdasarkan kesepakatan calon pembeli dan penjual dengan turut memperhatikan peraturan yang mengatur mengenai perjanjian. Hal ini yang perlu diperhatikan oleh calon pembeli terutama yang menggunakan skema KPR. Sebab apabila KPR ditolak oleh bank maka UTJ yang dibayarkan kepada penjual hilang dan tidak dapat ditarik kembali, kecuali apabila ada kesepakatan. 

Apabila didalam klausul perjanjian terdapat frasa yang menyatakan jika perjanjian batal atau dibatalkan maka UTJ yang dibayarkan dianggap hangus maka sebaiknya pembeli mempertimbangkan matang-matang sebelum membayarkan UTJ. Sebab klausul tersebut sudah jelas mengatur mengenai akibat hukum perjanjian antara penjual dengan calon pembeli. Sehingga apabila pembeli menyetujui klausul ini, jika KPR ditolak oleh Bank maka UTJ yang dibayarkan hilang.

Oleh karena itu, penulis menyarankan kepada calon pembeli untuk lebih teliti dan tegas dalam melakukan transaksi jual beli rumah skema KPR terutama yang milik perorangan. Calon pembeli harus berani menolak jika besaran UTJ yang diminta penjual melebihi besaran UTJ dalam praktik pembelian properti serta harus benar-benar memastikan jika pengajuan KPR kemungkinan besar disetujui oleh Bank sebelum membayarkan UTJ dengan terlebih dahulu mengecek melalui BI Checking maupun platform lain yang sejenis. 

Hal tersebut bertujuan untuk menjaga hak pembeli dan akibat hukum yang akan diterima pembeli jika pengajuan KPR nya ditolak oleh Bank. Sebaliknya, penjual juga tidak boleh meminta pembayaran UTJ yang sangat besar hingga seakan-akan nilai UTJ yang dibayarkan dapat senilai DP. Penjual juga tidak boleh membuat klausul perjanjian yang bertentangan dengan undang-undang terutama memuat perjanjian baku yang dilarang dalam Pasal 18 UU Nomor 8 Tahun 1998 tentang Perlindungan Konsumen.

Penulis : Istriani, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya.


Topik

Ruang Mahasiswa uang tanda jadi kpr ruang mahasiswa



JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Indonesia Online. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Jatim Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Istriani

Editor

Redaksi