free web hit counter
Jatim Times Network Logo
Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Peristiwa

Adi Sara, Umpan Cantik Panembahan Senopati Taklukkan Pangeran Timur dan Madiun

Penulis : Aunur Rofiq - Editor : Sri Kurnia Mahiruni

24 - May - 2023, 23:32

Placeholder
Ilustrasi. (Foto: Instagram @nimasamey)

JATIMTIMES- Negara baru Kasultanan Mataram di bawah kepemimpinan Panembahan Senopati susah payah menaklukkan Madiun. Saat itu, Madiun berada di bawah kekuasaan Pangeran Timur, bangsawan terhormat putra Raja Demak Sultan Trenggono.

Puncak dari serangan Mataram ke Madiun ini berakhir dengan roman percintaan. Setelah Pangeran Timur terdesak dan meninggalkan istana, Senopati yang menguasai istana bertemu dengan Retno Dumilah, putri sang Panembahan Madiun. 

Baca Juga : Nyalip Minibus Nabrak Satria, Pelajar di Blitar Meregang Nyawa

Setelah bertarung satu hari satu malam tanpa pemenang, Senopati melakukan bujuk rayu yang membuat hati Retno Dumilah luluh, keduanya pun menikah dan Madiun akhirnya jatuh ke tangan Mataram. Taktik ini berjalan berkat kecerdikan Patih Mataram Ki Juru Martani.

Sejarah penyerangan bertubi-tubi Mataram menaklukkan Madiun itu ditulis dalam Serat Kandha. Dikisahkan Madiun yang kala itu baru saja berdamai dengan Mataram tiba-tiba membelot. Pembelotan ini disebabkan rasa iri Pangeran Timur terhadap Senopati. 

Melihat kenyataan ini Senopati tidak tinggal diam dan berupaya untuk kembali menyerang Madiun. Pasalnya, pembelotan Madiun ini berdampak terhadap meluasnya musuh Senopati, musuhnya bukan lagi Madiun tapi juga Pajang. Kekuasaan Senopati yang baru seumur jagung berada dalam jurang bahaya.

Babad Tanah Jawi mengisahkan, pada bulan Muharram, Senopati berangkat ke Madiun bersama tentaranya. Setiba di Madiun, Senopati berkemah di kali dadung. Kedatangan pasukan dari Mataram ini sudah diantisipasi oleh Pangeran Timur. Pengusaha Brang Wetan yang bergelar Panembahan Madiun itu bersama sekutunya telah siap dengan dengan jumlah tentara yang amat besar.

Melihat pasukan musuh jauh lebih besar, Senopati bersama Patih Mataram Ki Juru Martani membincangkan siasat. Lagi-lagi dengan kecerdikannya, Ki Juru Martani tampil sebagai seorang ahli strategi menaklukkan musuh. Adi Sara, seorang abdi dalem Mataram yang cantik akan memainkan peran sebagai umpan. Sara akan berpura-pura menyampaikan berita penyerahan Senopati. Cara ini diharapkan akan mendorong Pangeran Timur membubarkan tentaranya.

Adi Sara yang cantik itu datang ke istana Madiun dengan ditandu empat puluh orang Jayataka. Tandu itu cukup mewah, Adi Sara datang tanpa ada satupun yang mengganggu. Dia mengenakan pakaian yang indah dan menawan, kecantikannya benar-benar membuat seisi istana Madiun terpesona.

Tidak ada seorangpun yang mengabarkan kedatangan Adi Sara. Kedatangan abdi dalem cantik ini benar-benar membuat Pangeran Timur terkejut. Adi Sara kemudian menyampaikan surat yang berisi penyerahan Panembahan Senopati. Surat pun dibaca, setelahnya Pangeran Timur yang bergelar Panembahan Madiun itu menyuruh pulang para bupati sekutunya.

Di hadapan Pangeran Timur, Adi Sara kemudian memohon air cuci Panembahan Madiun untuk air minum gustinya. Pangeran Timur pun memberikan permintaan itu. Penguasa Madiun itupun kemudian menerima Senopati sebagai putranya.

HJ De Graaf dalam buku Awal Kebangkitan Mataram menyatakan, pemanfaatan wanita dalam politik sangat lumrah di masyarakat Jawa. Dalam posisi ini, Panembahan Senopati berada di posisi yang lemah. Oleh sebab itu, usahanya menggunakan tipu daya bisa dimengerti.

Menurut Serat Kandha (612-617), dalam penyerangan Mataram ke Madiun ini, Pangeran Surabaya yang berada di pihak Madiun mengerahkan bantuan dengan mengerahkan 70.000 tentara. Orang-orang dari Surabaya itu bergerak maju dan berkemah di sebelah timur sungai.

Laporan dari Serat Kandha juga menyampaikan, Senopati saat itu hanya memiliki 8.000 orang pasukan dan mengambil posisi di barat sungai. Serat  Kandha juga menyampaikan, pengiriman seorang wanita oleh Senopati berhasil membuat hati Panembahan Madiun membubarkan tentaranya.

Permainan Adi Sara berjalan sesuai skenario. Selanjutnya, keesokan harinya Panembahan Senopati melihat sebagian musuhnya pulang. Diapun melihat orang-orang yang berada di istana Madiun dalam keadaan kurang waspada. Senopati kemudian memerintahkan pasukannya melakukan penyerangan dari tiga arah sebelum fajar. Senopati memimpin langsung penyerangan ke istana Madiun. Dia mengenakan baju Kiai Gundil dan menaiki kuda puspa kencana.

Senopati dan pasukanya berhasil memasuki istana Madiun. Pertama-tama Senopati menyerang pasukan Ponorogo. Mendapat serangan ini, pasukan Ponorogo marah dan memaki-maki pasukan Madiun yang telah meninggalkan mereka. Keesokan harinya, Senopati bertempur melawan Pangeran Surabaya dan pengikutnya.

Baca Juga : Viral Seorang Wanita Pukuli Pengamen Cilik, Kabur Saat Didatangi Warga

Dalam pertempuran ini, pasukan Jawa Timur digempur habis oleh Mataram. Senopati memainkan strategi yang ciamik seperti permainan sepakbola total football.  Pangeran Mangkubumi di sayap kiri, Pangeran Singasari dengan pasukan Demak di sayap kanan, Adipati Mandaraka dengan para Adipati Pati dan Pajang menguasai lini tengah. Sebagai komandan perang, Senopati memerintahkan pasukan tengah menunggu, sedangkan sayap kanan dan kiri bergerak maju.

Senopati bersama 100 orang pasukan kuda kemudian menyerang musuh yang bergerak maju dari belakang. Siasat ini berhasil, seluruh tentara Jawa Timur digempur habis. Setelah itu pasukan Mataram melakukan penjarahan dan bergerak menuju keraton Madiun.

Kemenangan Senopati di medan tempur ini berlanjut kemenangan di medan asmara. Pangeran Timur yang terkejut dengan kekalahan pasukanya berkata “Saya tidak mengira bahwa beginilah maksud Senopati. Ia memang dapat dinamakan manasiwa: bagai madu di luar, tetapi racun di dalam". Sadar posisinya terdesak, Pangeran Timur bersama pengikutnya kemudian berangkat menuju Wirasaba untuk menyelamatkan diri.

Pangeran Timur pergi meninggalkan putrinya Retno Dumilah. Retno Dumilah tetap bertahan di istana Madiun bersenjatakan keris gumarang. Setelah beberapa lama pingsan, putri Madiun itu siuman dan berdandan seperti satria bersenjatakan keris, tombak dan pistol. Senopati ternyata kebal terhadap senjata-senjata itu. Retno Dumilah kemudian dirangkul oleh Senopati dan dijadikan istrinya.

Setelah takluk oleh rayuan gombal Senopati yang bikin klepek-klepek, Retno Dumilah diboyong ke Istana Mataram di Kotagede sebagai rampasan perang. Retno Dumilah pun menjadi salah satu permaisuri Senopati. Dengan perkawinan ini, derajat Senopati pun terangkat ke kalangan bangsawan kelas atas. Putri Madiun yag dipersuntingnya bukan orang dari keluarga sembarangan, dia adalah putri dari Pangeran Timur, bangsawan keturunan Kesultanan Demak.

Sejarawan HJ de Graaf dalam buku Awal Kebangkitan Mataram menjelaskan, Pangeran Timur adalah bangsawan Demak yang sempat tinggal di Istana Pajang. Dia adalah putra bungsu Sultan Trenggana dari Demak. Setelah ayahnya meninggal, Pangeran Timur tinggal dan besar di Istana Pajang. HJ de Graaf berpendapat, jika saja Pangeran Timur masih di Demak setelah ayahnya meninggal, mungkin saja dia pada waktu itu akan dibunuh. Setelah cukup usia, Sultan Pajang Hadiwijaya (Joko Tingkir) kemudian mengangkatnya menjadi penguasa Madiun.

Hubungan antara Joko Tingkir dengan Pangeran Timur amatlah dekat. Ibu Joko Tingkir, Ratu Mas Cempaka adalah saudara Pangeran Timur. Pangeran Timur termasuk pembesar yang amat dihormati. Dia menikah dengan anak perempuan Pangeran Adipati Sabrang Kulon dari Demak. Bapak mertua Pangeran Timur adalah putra raja pertama Demak Sultan Patah. Sang mertua meninggal dunia saat ayahnya masih hidup. Dari pernikahanya, Pangeran Timur mendapatkan 24 orang anak. Dari 24 orang anak itu, Babad Tanah Djawi hanya menyebutkan dua  orang saja nama anak dari Pangeran Timur, yakni Retno Dumilah dan Mas Lontang yang kemudian menjadi bupati Japan (Mojokerto).

Setelah menikah dengan Senopati, Retno Dumilah bergelar Raden Ayu Jumilah. Pernikahan ini melahirkan tiga orang putra yakni Raden Mas Julig, Raden Bagus (kelak bergelar Pangeran Adipati Juminah, kemudian diangkat sebagai panembahan) dan Raden Mas Keniten (kelak bergelar Pangeran Adipati Martalaya ing Madiun).

Raden Bagus, putra kedua Senopati dengan Retno Dumilah menjadi putra yang paling terkenal. Sumber dari Belanda menyatakan sebutan Pangeran Adipati Juminah dan mungkin sama dengan Kiai Adipati Madiun yang disebut di tempat lain. Catatan sejarah juga menyebutkan, Pangeran Adipati Juminah turut serta dalam serangan Mataram ke Batavia pada 1629.

Pangeran Adipati Juminah ditunjuk oleh Senapati sebagai Adipati Madiun setelah usianya cukup dewasa. Sebelumnya, di awal Madiun jatuh ke tangan Mataram, Senopati menunjuk putra kakaknya Pangeran Mangkubumi sebagai bupati Madiun. Keponakan Senopati itu bernama Bagus Petak.

“Yang paling mudah dapat diterima ialah bahwa Senopati pertama-tama mengangkat kemenakannya Bagus Petak atas Madiun, dan baru kemudian menyuruh putranya sendiri Raden Adipati Juminah, setelah cukup dewasa, menggantikan kemenakannya di Madiun,” jelas Sejarawan Belanda HJ de Graaf dalam buku Awal Kebangkitan Mataram.


Topik

Peristiwa Babat Tanah Jawi retno dumilah pangeran timur mataram madiun



JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Indonesia Online. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Jatim Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Aunur Rofiq

Editor

Sri Kurnia Mahiruni