JATIMTIMES - Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD kabupaten Banyuwangi menggelar rapat kerja internal membahas isu-isu strategis dan penting, khususnya pasca terjadinya kasus tindak kekerasan dan penyiksaan pekerja migran Indonesia (PMI) asal Banyuwangi di Malaysia.
Sehingga dinilai perlu adanya percepatan perubahan regulasi tertinggi daerah yang mengatur perlindungan tenaga kerja Indonesia (TKI) di Kabupaten Bnayuwangi.
Baca Juga : Ganjar Temui Gus Muwafiq, Disuguhi Bebek Klathak
Hal tersebut dilakukan sebagai upaya untuk mengurangi keberadaan pekerja migran ilegal asal Banyuwangi di luar negeri.
Menurut Ketua Bapemperda DPRD Banyuwangi Sofiandi Susiadi, pihaknya berencana mempercepat pembahasan Raperda tentang Perubahan Perda Nomor 15 Tahun 2017 tentang Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang telah tercantum dalam program pembentukan peraturan daerah (propemperda) tahun 2023.
”Seluruh anggota Bapemperda mutlak sepakat raperda perubahan perda tentang perlindungan TKI dipercepat pembahasannya. Targetnya di triwulan ketiga ini segera diparipurnakan bersamaan dengan raperda produk unggulan desa,” jelas Sofiandi saat dikonfirmasi melalui sambungan handphone pada Kamis (11/05/2023).
Politisi Partai Golkar asal Kecamatan Cluring itu menuturkan, sebelum diajukan untuk dibahas, raperda perbahan perda tentang perlindungan TKI ini akan dikonsultasikan ke Biro Hukum Pemprov Jatim dan Kementerian Hukum & HAM Kanwil Jawa Timur untuk mendapatkan penguatan baik dari sisi substansi materi maupun tahapan-tahapan penyusunan raperda dimaksud.
”Sebelum diajukan untuk dibahas, perubahan perda tentang perlindungan TKI ini akan kami konsultasikan dulu untuk mendapatkan penguatan baik dari sisi substansi materi maupun tahapannya,” jelasnya.
Menurut Sofiandi, Perda Nomor 15 Tahun 2017 sudah expired atau kadaluwarsa sehingga butuh penyesuaian konsideransi menggunakan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 dan peraturan pemerintah yang mengatur tentang perlindungan pekerja migran Indonesia (PMI).
”Perda tentang perlindungan TKI yang kita miliki saat ini sudah expired, harus ada penyesuaian konsideransi terkait dengan UU No 18 Tahun 2017 dan PP terbaru yang mengatur tentang perlindungan PMI ,” imbuh politisi berkacamata tersebut.
Sofie mencontohkan salah satu nomenklatur yang dipakai saat ini sesuai UU 18/2017 yang merupakan perubahan dari UU 39 Tahun 2004, tidak lagi sebutan TKI atau buruh, melainkan pekerja migran Indonesia atau PMI karena kaitannya dengan harkat dan martabat manusia.
Baca Juga : Pendaftaran Bacaleg Pemilu 2024, Banyak Parpol di Kota Batu Lakukan Jadwal Ulang
”Penyebutan tidak hanya sekadar penyebutan namun mengandung makna filosofis dan lain sebagainya , ” ujar ketua DPD AMPI Banyuwangi ini.
Di sisi lain pandangan, masukan anggota Bapemperda meminta adanya penguatan sosialisasi terkait peran dan hadirnya pemerintah di masyarakat mulai level desa hingga pemerintah pusat. Banyuwangi sebagai kantong PMI perlu adanya regulasi daerah yang bisa memberikan proteksi terhadap masyarakat.
”PMI ilegal ini yang perlu kita konsentrasikan karena sering terjadi persoalan sehingga perlu adanya klausul atau pasal yang mengatur, pemerintah daerah harus memproteksi dan hadir penuh. Jangan sampai Banyuwangi dijuluki kabupaten kantong PMI ilegal,” tegasnya.
Sofiandi menambahkan, karena raperda ini merupakan mandatori dan sifatnya perubahan perda, maka tidak membutuhkan adanya naskah akademik. Namun Bapemperda akan tetap menyiapkan.
"Adanya naskah akademik itu tidak kewajiban, tetapi jauh lebih baik kita siapkan. Yang wajib itu sebenarnya harmonisasi,” pungkasnya.