JATIMTIMES - Kabupaten Lumajang terkenal dengan wisata alamnya yang luar biasa. Ya, potensi yang amazing ini ada karena Lumajang berada di kawasan Bromo-Tengger-Semeru. Desa Wisata Ranupane dan Puncak B29 Gunung Bromo yang terkenal hingga mendunia itu ada di Lumajang.
Di balik wisata alamnya yang megah, Lumajang memiliki potensi tersembunyi. Potensi itu adalah warisan sejarah dan budaya agung Nusantara. Warisan besar itu bernama Situs Biting. Situs berupa reruntuhan benteng ini menyimpan jejak sejarah berdirinya Kerajaan Majapahit.
Baca Juga : Dihadiri 300 Tokoh Muslim Dunia, Gus Muhdlor Siap Sukseskan Puncak 1 Abad NU di Sidoarjo
Cerita turun temurun Lumajang menyatakan Situs Biting didirikan oleh Prabu Menak Koncar. Graaf dan Pigeaud (1865) menyebutkan Menak Koncar adalah tokoh legendaris yang dianggap masyarakat sebagai penguasa Lumajang pada masa awal kerajaan Majapahit.
Peristiwa tersebut terjadi sekitar abad ke-12 Masehi. Diduga yang dimaksud dengan Menak Koncar adalah orang yang memiliki hubungan dengan Nambi, yaitu Arya Wiraraja.
Sejarah tanah Jawa menyebutkan, Arya Wiraraja merupakan orang yang dekat dan menjadi kepercayaan proklamator dan raja pertama Kerajaan Majapahit Raden Wijaya.
Arya Wiraraja awalnya merupakan bagian dari pejabat di istana Kerajaan Singasari di masa pemerintahan Raja Kertanegara. Perbedaan pendapat membuar Arya Wiraraja akhirnya disingkirkan Kertanegara ke Pulau Madura, tepatnya di Sumenep. Di pulau garam itu Arya Wiraraja diangkat menjadi adipati di Madura Timur.
Pemberontakan Jayakatwang meletupkan bara di Kerajaan Singasari. Kerajaan Singasari tamat dan Raden Wijaya melarikan diri. Arya Wiraraja yang berkuasa di Madura lantas menampung Raden Wijaya yang lari dari Singasari. Di sanalah keduanya akhirnya bertemu dan memiliki hubungan baik.
Dikutip dari buku "Arya Wiraraja dan Lamajang Tigang Juru: Menafsir Ulang Sejarah Majapahit Timur" karya Mansur Hidayat, Arya Wiraraja merupakan penasihat utama Wangsa Rajasa yang dipimpin oleh Raden Wijaya. Konon saat memutuskan kebijakannya, Raden Wijaya selalu meminta nasihat dan bantuan Arya Wiraraja.
Catatan sejarah menyatakan banyak utang budi Raden Wijaya kepada Arya Wiraraja. Mulai dari membantu pelarian Raden Wijaya dari Singasari dan menampungnya di Madura Timur. Selanjutnya permohonan pengampunan pada Raja Jayakatwang, bantuan pasukan untuk mendirikan desa Majapahit, penyerangan dan penghancuran Kerajaan Kediri di bawah Jayakatwang dan pengusiran tentara Mongol. Kesemuanya itu merupakan bukti betapa Raden Wijaya sangat tergantung kepada Arya Wiraraja.
Setelah Daha hancur dan Mongol berhasil diusir, Arya Wiraraja memutuskan menetap sementara waktu di Majapahit. Dia lantas terlibat aktif dalam persiapan upacara penobatan Raden Wijaya sebagai Raja Majapahit. Sang Raja Majapahit itu lantas berjanji akan membagi dua tanah jawa jika perjuangannya berhasil mengembangkan kerajaan.
Di sisi lain Arya Wiraraja memutuskan meninggalkan Madura beserta keluarga dan pasukan Maduranya ke Lamajang. Pada tahun 1294 atau setahun setelah Majapahit didirikan Arya Wiraraja dinobatkan sebagai raja yang memerintah di Kerajaan Lamajang Tigang Juru atau yang tersohor dengan nama Majapahit Timur.
Kerajaan ini merupakan kerajaan yang berada di bawah kekuasaan Kerajaan Majapahit, Kerajaan Lamajang Tigang Juru sendiri menguasai beberapa wilayah bawahan lainnya seperti Panarukan, Blambangan, Madura, dan Bali dengan ibukota di Lamajang. Sisa-sisa dari peradaban Lamajang Tigang Juru yang bisa kita saksikan hari ini adalah Situs Biting.
Situs Biting hingga saat ini ramai didatangi oleh peziarah dari dalam dan luar Lumajang, bahkan ada banyak peziarah yang datang dari Bali dan Madura. Selain benteng, di situs ini juga ada petilasan/makam Arya Wiraraja dan senopati-senopati Kerajaan Lamadjang Tigang Njuru.
Di situs ini juga ada makam Syech Abdurahman Assyaibani, ulama dari timur tengah yang menurut cerita tiba di Lamajang Tigang Njuru pada tahun 1250 dan menjadi penasehat Arya Wiraraja.
Baca Juga : Menkes Soroti Polemik Izin Praktik Kedokteran yang Dipersulit
Situs Biting berlokasi di Dusun Biting, Desa Kutorenon, Kecamatan Sukodono, Kabupaten Lumajang, tak jauh dari pusat kota Lumajang. Di masa Kerajaan Majapahit hingga Kasultanan Mataram, situs ini merupakan benteng dan pemukiman.
Pada abad ke-16, di awal berdirinya Kasultanan Mataram, Raja Panembahan Senopati melakukan invasi untuk menaklukkan daerah-daerah sebelah timur, maka Lumajang dan Renong diserang dan dihancurkan oleh pasukan Ki Tumenggung Alap-Alap (Olthoff, 1941 dalam Tim Studi, 1995).
Bukti bahwa dulunya Situs Biting merupakan benteng dan pemukiman didasarkan atas hasil penelitian arkeoogi dan cerita rakyat. Hasil penelitian arkeologi menunjukkan bahwa Situs Biting merupakan benteng dan pemukiman yang berkaitan dengan sejarah kerajaan Majapahit.
Berdasarkan catatan sejarah, Situs Biting ditemukan pertama kali pada zaman Hindia Belanda oleh J Hageman ketika melakukan peninjauan pada tahun 1861. Pada tahun 1923 A. Muhlenfeld melakukan penelitian lanjutan. Selanjutnya pada tahun 1923, A.Muhlenfeld mencoba melakukan penggalian percobaan.
Setelahnya penelitian lanjutan terkait dengan Situs Biting berhenti cukup lama. Penelitian selanjutnya diteruskan oleh berbagai pihak. Pada tahun 1995, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi bekerja sama dengan arkeologi akhirnya menyimpulkan, Situs Biting ini memiliki nilai sejarah serta ilmu pengetahuan kebudayaan sosial politik.
Penetapan Situs Biting sebagai warisan cagar budaya tidak berjalan mulus. Gerakan rakyat pada tahun 2011, mendorong agar situs tersebut ditetapkan sebagai cagar budaya Provinsi Jawa Timur. Endingnya pada 10 April tahun 2018, Gubernur Jawa Timur Soekarwo menetapkan Situs Biting sebagai warisan cagar budaya melalui keputusan Gubernur.
Tabir-tabir sejarah mengenai Situs Biting hingga hari ini masih banyak yang menjadi misteri. Situs ini sangat cocok untuk dijadikan obyek penelitian dan pembelajaran bagi kalangan pecinta sejarah. Bagi kalangan spiritual, Situs Biting menyimpan energi besar yang memberikan ketenangan.
Salah satu misteri yang belum terpecahkan adalah benarkah Arya Wiraraja seorang muslim? Kehadiran Syech Abdurahman Assyaibani, ulama dari timur tengah, sebagai penasehat Raja Arya Wiraraja memunculkan keyakinan jika Arya Wiraraja memeluk agama Islam.
Syech Abdurahman Assyaibani menikah dengan bibi Arya Wiraraja yang bernama Roro Wulandari. Syech Abdurahman Assyaibani di abad ke-12 menyebarkan agama Islam di Lumajang. Syiar dengan cara damai ini berhasil menarik perhatian dan banyak masyarakat setempat yang kemudian memeluk Islam.
Masuknya Syech Abdurahman Assyaibani di Lumajang dengan keberhasilan syiar Islamnya ini juga memunculkan cerita sejarah lokal yang menyatakan jika peradaban Islam tertua di Nusantara adalah Lumajang di era Arya Wiraraja dan Kerajaan Lamajang Tigang Njuru. Namun demikian benar dan tidaknya semuanya butuh penelitian lebih lanjut.