JATIMTIMES - Bupati Sumenep Achmad Fauzi dan Bupati Meranti M. Adil sudah melontarkan kritik terkait dana bagi hasil (DBH) di sektor minyak dan gas bumi (migas). Usaha keduanya yang menginginkan DBH migas dinaikkan bagi daerah penghasil migas disebut demi kepentingan masyarakat.
Pakar kebijakan publik Narasi Institute Achmad Nur Hidayat menilai suara-suara kepala daerah terkait anggaran DBH migas merupakan suara keadilan. Menurut Nur Hidayat, Undang-Undang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (HKPD) terkait aturan DBH belum memihak daerah.
Baca Juga : Kemendagri Bocorkan Hasil Pertemuan Bupati Meranti dengan Kemenkeu
“Daerah yang penghasil minyak dan gas punya risiko lebih besar dibandingkan daerah lain yang tidak punya minyak,” kata Nur Hidayat. Karena itu, Nur Hidayat mendukung usaha-usaha yang dilakukan pemerintah daerah.
Menurut Nur Hidayat, apa yang disampaikan Achmad Fauzi dan Bupati Meranti Muhammad Adil merupakan keluhan masyarakat. “Dengan adanya eksploitasi dan eksplorasi migas di daerahnya, masyarakat yang terkena imbasnya. Namun, apakah mereka menikmati hasilnya, ini yang dipertanyakan,” ujarnya.
Kritik soal pembagian DBH migas antara pusat dan daerah telah disuarakan Achmad Fauzi dan juga sebelumnya Bupati Meranti Muhammad Adil.
Menurut Fauzi, Pemerintah Kabupaten Sumenep telah lama menyampaikan persoalan DBH migas. Dalam kritiknya, Fauzi menyatakan DBH migas harus lebih berpihak kepada daerah penghasil.
Baca Juga : Koalisi Antarpartai Segera Digelar, Jokowi Khawatir Istana akan Dijadikan Kambing Hitam Lagi
Dalam kritiknya, Fauzi Ingin DBH migas yang diterima Kabupaten Sumenep nilainya lebih besar. Peningkatan anggaran yang diperjuangkan Fauzi dilakukan untuk kepentingan masyarakat Sumenep khususnya dan Madura umumnya.
“Saya berharap dan menjadi harapan kita, bagaimana DBH bisa lebih besar. Karenanya, harus ada aturan yang diubah. Tapi itu kewenangan pemerintah pusat,” ungkap tokoh muda Madura itu.