JATIMTIMES - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah menetapkan kebijakan penetapan besaran target penerimaan negara dari cukai hasil tembakau atau CHT tahun depan sebesar rata-rata 10 persen.
Dari putusan itu, Wakil Ketua Komisi XI DPR DolfieO.F.P. mempertanyakan putusan kebijakan tersebut.
Baca Juga : Panglima TNI Jenderal Andika Sudah Mendapat Persetujuan DPR untuk Pensiun
Kebijakan itu dipersoalkan lantaran penetapannya melalui Undang-undang Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (UU APBN) 2023 yang tidak melibatkan anggota dewan lainnya.
"Rencana pemerintah untuk menaikkan cukai hasil tembakau yang akan 2023, 2024, bahkan ada yang sampai 5 tahun ke depan, yang katanya hasil dari ratas (rapat terbatas) tapi sudah masuk ke Undang-Undang APBN. Nah ini yang kita nggak tahu, nih. Ratasnya kapan, masuk ke UU APBN-nya kapan?" ujar Dolfie kepada Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama menteri keuangan ((12/12/2022).
Lebih lanjut Dolpie mengatakan, dalam Undang-undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai, khususnya pada pasal 5 ayat 4, jelas disebutkan penentuan besaran target penerimaan negara dari cukai pada rancangan APBN dan alternatif kebijakan menteri dalam mengoptimalkan upaya mengejar target penerimaan perlu memperhatikan kondisi industri dan aspirasi pelaku usaha industri.
Lalu, Dolpie mengatakan hal itu seharusnya meminta persetujuan DPR terlebih dahulu. Dolpie kemudian memperjelas DPR yang ia maksud, yaitu komisi yang membidangi keuangan: Komisi XI.
Dolpie lalu mempertanyakan apakah ada perbedaan pembahasan antara di RAPBN dengan UU APBN. "Pertanyaan kami adalah apakah ada perbedaan dibahas pada saat RAPBN dengan dibahas setelah menjadi UU APBN?" tanya politikus PDIP tersebut.
Menanggapi pertanyaan itu, Sri Mulyani kemudian menuturkan bahwa pihaknya telah eksplisit dalam menggambarkan target penerimaan negara dari cukai hasil tembakau atau cukai rokok dalam UU APBN.
Sri Mulyani menambahkan, penerimaan target itu telah dibahas secara rinci dalam Badan Anggaran dan juga di Komisi XI yang membidangi keuangan dan perbankan.
Kemudian, Sri Mulyani menjelaskan bahwa terkait putusan kebijakan itu, pihaknya sudah menyampaikan secara terang-terangan ihwal landasan dari setiap target tersebut.
"Ada asumsi makronya, ada dari sisi underlying asumptions-nya," kata bendahara negara itu.
Sri Mulyani kemudian menjelaskan pemaparan soal rincian besaran biasanya memang disampaikan Kemenkeu dalam rapat kabinet.
Rapat kabinet itu dipimpin oleh menteri koordinator bidang perekonomian bersama pejabat kementerian terkait yang terdampak dan berhubungan dengan hasil tembakau.
Sedangkan untuk para menteri yang dilibatkan dalam rapat tersebut meliputi menteri ketenagakerjaan, menteri pertanian, menteri perindustrian, menteri perdagangan, dan menteri kesehatan. Setelah itu, barulah hasil rapat kabinet itu disampaikan kepada Presiden Joko Widodo alias Jokowi.
Baca Juga : 12 Bulan Terakhir, 2,45 Juta Remaja di Indonesia Alami Gangguan Jiwa
Mendengar pembelaan Sri Mulyani, Dolpie kemudian meminta klarifikasi soal UU APBN sudah ditetapkan cukai hasil tembakau senilai Rp 232,58 triliun, dengan tarifnya sebesar rata 10 persen, meliputi 15 persen untuk jenis REL dan 6 persen APTL.
"Apakah ini juga sudah melekat dengan Rp 232 triliun yang sudah diketok?" katanya "Betul, bapak," jawab singkat Sri Mulyani.
"Nah itu yang menjadi pertanyaan kami. Kapan persetujuan dari Komisi Keuangan terkait tarif itu? Apakah ada perbedaan persetujuan itu diberikan sebelum RUU APBN dengan saat APBN sudah menjadi UU?" Tanya Dolpie lagi.
Lantas Sri Mulyani pun menjelaskan bahwa biasanya pembahasan soal penetapan hasil cukai itu masih dibahas meski sudah ditetapkan dalam UU APBN. Menurut Sri Mulyani, menkeu biasanya membahas hal tersebut bersama dengan Badan Anggaran. Namun, ke depannya, Sri Mulyani akan membahas hal tersebut bersama dengan Komisi XI DPR.
Dolpie lalu memperingatkan Sri Mulyani soal putusan kebijakan itu. Ia mengatakan dalam undang-undang pengambilan keputusan soal kebijakan besaran target penerimaan negara itu harus melalui persetujuan Komisi XI DPR.
"Ini untuk mengingatkan Bu Menteri bahwa peristiwa ini sudah dua kali sama hari ini karena tahun lalu juga begitu. Undang-undang diketok baru minta konsultasi," ujar Dolfie.
Dolpie lalu sangat menyayangkan kejadian itu. Di berharap hal serupa tidak terjadi lagi. Ia pun tidak bisa memberi masukan apa-apa lagi. "Kita tidak inginkan itu terjadi lagi di tahun berikutnya," kata dia.
Usai mendengar pernyataan Dolpie, Sri Mulyani kemudian meminta maaf. Ia mengatakan hal tersebut terjadi tanpa niat mengesampingkan hak budjeting Komisi XI DPR.
Ia mengaku hanya menjalankan proses yang sama seperti tahun-tahun sebelumnya. "Tentu saya mohon maaf kalau itu dianggap dari sisi fungsi DPR terutama dari sisi hak bujet Komisi XI. Kami tidak berniat untuk tidak menghormatinya," ucap Sri Mulyani.
Sri Mulyani lalu mengajukan pembahasan APBN termasuk cukai selanjutnya dilakukan bersama Komisi XI agar hal tersebut tak terpisah dari APBN. "Saya mohon maaf kalau kemarin sequence-nya ya kita memang mengikuti yang selama ini terjadi. Tapi juga pada saat yang sama, pasal tersebut memberikan interpretasi yang seharusnya dibahas di Komisi XI," tutur Sri Mulyani.