free web hit counter
Jatim Times Network Logo
Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Hiburan, Seni dan Budaya

Juara 3 Jatim, SD Ini Bertekad Lestarikan Tari Gandrung di Banyuwangi

Penulis : Nurhadi Joyo - Editor : Yunan Helmy

21 - Oct - 2022, 04:49

Placeholder
Penampilan lima penari Gandrung Marsan di halaman SD Negeri 1 Mojopanggung, Kecamatan Giri, Banyuwangi.(Foto; Nurhadi Banyuwangi TIMES)

JATIMTIMES - Banyuwangi dikenal sebagai daerah yang memiliki bakat-bakat hebat dalam seni budaya. Salah satunya 5 penari Gandrung Marsan  dari SD Negeri 1 Mojopanggung, Kecamatan Giri, Banyuwangi, yang mampu meraih juara 3 dalam Lomba Tari Kategori Sekolah Dasar (SD) Tingkat Provinsi Jawa Timur yang digelar di Kabupaten Jember beberapa waktu lalu.

Kelima penari Gandrung Marsan SD Negeri 1 Mojopanggung yang dilatih Ade Dewi Ekawati itu adalah Bernardetta Ferdinan Agustinus,  Bintang Dwi Kusuma,  Afriza Davin Pratama, Akbar Firriyanto, dan Moh. Putra Adiyatama

Baca Juga : Pemkot Madiun Gelar Evaluasi Kota Sehat, Komitmen Pertahankan Penghargaan Wistara

Menurut Hariana, kepala sekolah SD Negeri 1 Mojopanggung,  sebagai wadah pembinaan bagi para siswa,  sekolah mengadakan berbagai program ekstrakulikuler yang dijadwalkan minimal satu kali dalam seminggu. Salah satunya adalah seni tari.

Tari Gandrung Marsan, lanjut kasek yang akrab disapa Bu Ana itu, adalah tari Gandrung yang dimainkan oleh muridnya yang laki-laki. Penata tarinya adalah Subari Sofyan.

 Pertunjukan seni tari Gandrung lanang secara perlahan mulai hilang karena adanya falsafah Islam menyebutkan laki-laki berdandan seperti wanita adalah hal tabu.

Marsan sendiri berasal dari nama seorang penari di era kolonial Belanda yang melakoni kesenian sampai mencapai usia 40 tahun. Gandrung Marsan dikenal di Banyuwangi sebagai alat perjuangan dan upaya perlawanan terhadap penjajah Belanda.

Kepala sekolah asal Banjarsari itu menuturkan, saat mengikuti lomba di Jember, untuk melakukan penghematan, dia terjun langsung merias para anak asuhnya. “Alhamdulillah tim tari SD Negeri 1 Mojopanggung yang mewakili Banyuwangi dalam lomba tari tingkat Jatim di Jember dengan menampilkan Tari Lundoyo mampu mendapatkan juara satu. Selain itu tim Tari Gandrung Marsan mampu mendapatkan juara  tiga,” ungkapnya Kamis (20/10/2022).

Kegiatan ekstrakulikuler Gandrung merupakan upaya pihak sekolah dalam menjaga memelihara dan melestarikan warisan seni budaya dari nenek moyang. Apalagi Banyuwangi dikenal sebagai salah satu daerah yang memiliki seniman dan budayawan yang hebat di tingkat Jatim maupun di level nasional.

Dikutip dari beberapa sumber, wisatawan yang berkunjung ke Kabupaten Banyuwangi saat ini tentu  akan dimanjakan oleh seni tari Gandrung yang sudah lekat dengan Bumi Blambangan. Bahkan tidak sedikit masyarakat awam  mengenal Banyuwangi dengan sebutan Kota Gandrung.

Tari Gandrung yang saat ini dinikmati merupakan jenis tarian yang sudah dikenal sejak mulai dibabatnya Hutan Tirtagindo atau Tirta Arum untuk lokasi ibu kota Blambangan pada masa silam. Masyarakat lokal menyebutnya Gandrung Marsan.

Kala itu hutan Tirta Arum menjadi ibu kota Blambangan, menggantikan ibu kota sebelumnya, yaitu Ulu Pangpang. Berdasarkan banyak literatur, waktu pemindahan ibu kota ini diprakarsai oleh Bupati pertama Banyuwangi yaitu Mas Alit yang dinobatkan pada 2 Februari 1774. Masa inilah muncul seni tari Gandrung.

Hingga seiring berjalannya waktu, tari ini terus berkembang. Hingga pada tahun 1890 ada sebuah kesenian yang dibawakan oleh sekelompok pria berusia 7 sampai 14 tahun. Kesenian tari Gandrung menjadi pertunjukan yang berpindah dari satu kampung ke kampung lain.

Baca Juga : Berdalih Pernah Jadi Ketum PSSI, La Nyalla Tak Mau Ikut Campur Usut Tuntas Tragedi Kanjuruhan

Salah seorang penari yang terus melakoni kesenian tersebut hingga usianya mencapai 40 tahun adalah Marsan. Sosok Marsan begitu dikagumi. Sebagai penari,  dia dikenal sangat piawai memerankan sebagai sosok penari perempuan.

Dalam setiap pertunjukannya, dia menyelipkan pesan propaganda untuk melawan penjajah. Hasil yang didapat dari pertunjukan pun digunakan untuk membantu para pejuang pada masa itu sehingga mampu memberikan semangat untuk memerdekakan Indonesia.

Saat itu Gandrung lanang menjadi tarian jalanan yang sederhana. Alat musik yang digunakan juga sederhana: kendang dan rebana.

Marsan menjadi tokoh Gandrung lanang paling dikenal. Hingga setiap kali ada pertunjukan Gandrung lanang, masyarakat menyebutnya Gandrung Marsan.

Dariharto dalam bukunya, Kesenian Gandrung Banyuwangi, yang terbit tahun 2009 menyebut fungsi Gandrung lanang pada masa kolonial tidak lain dan tidak bukan adalah sebagai salah satu strategi perang melawan penjajahan Belanda.

Menurut Dariharto, saat pertunjukan berlangsung, para penari menyelipkan seruan untuk melawan penjajah, yang diucapkan dalam bentuk syair lagu. Jadi, dengan melihat sejarah itu, seni Gandrung bukan sekadar sebuah hiburan.

 


Topik

Hiburan, Seni dan Budaya



JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Indonesia Online. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Jatim Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Nurhadi Joyo

Editor

Yunan Helmy