JATIMTIMES – Kebijakan pemerintah yang menaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, khususnya jenis pertalite dan solar, mengakibatkan para nelayan di Banyuwangi bertambah menderita.
Kondisi sulitnya mendapatkan ikan tangkapan di laut bertambah dengan mahalnya harga BBM sehingga membuat biaya operasional untuk melaut mengalami kenaikan yang signifikan.
Baca Juga : Gema Keadilan Jatim Tegas Menolak Kebijakan Kenaikan Harga BBM oleh Presiden Jokowi
Ungkapan tersebut disampaikan oleh Hasan Basri, ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia Cabang Banyuwangi pada Kamis (08/09/2022).
Menurut Hasan, dalam beberapa tahun terakhir, sumber daya ikan di Muncar semakin menipis karena ekosistem yang rusak. Nelayan yang biasanya menempuh jarak 1 mil sudah mendapatkan ikan, namun dalam beberapa tahun terakhit mereka harus menempuh jarak 5 mil agar bisa mendapatkan ikan.
"Saat ini sekali berangkat perahu 5 ribu GT ke bawah itu butuh 45 liter. Dulu 1 mil sudah dapat ikan saat ini lebih sulit dan harus menempuh jarak yang lebih jauh. Itu sudah terasa sejak 2010," ungkap Hasan.
Di satu sisi, meski sudah menempuh jarak yang cukup jauh namun di sisi lain hasil ikan tangkapan nelayan tidak menentu. Sekali waktu hasilnya cukup namun tidak jarang tidak memperoleh hasil sama sekali.
"Kadang pulang dapat ikan dijual cuma laku paling Rp 500 ribu. Itu belum dipotong solar dan biaya untuk makan dan lain-lain sehingga hasilnya sangat nipis," ujarnya.
Oleh sebab itu di tengah kondisi nelayan yang menderita, kebijakan pemerintah menaikkan BBM bersubsidi bagi Hasan dan nelayan lain dirasakan hanya menambah deretan penderitaan nelayan.
Baca Juga : Hadir di Mypertamina Mechanical Competition 2022, Pemkot Kediri Ingin Siswa SMK Bersaing Jadi Mekanik Andal
"Naik seribu rupiah saja sudah terasa bagi nelayan. Lha ini hampir dua ribu kondisi yang ada saat ini sangat menyengsarakan," imbuhnya.
Pihaknya sangat berharap agar pemerintah mencabut kebijakan yang jelas menyengsengsarakan masyarakat kecil khususnya kaum nelayan."Kami minta pemerintah untuk meninjau kembali kebijakan tersebut. Karena kebijakan itu sekali lagi sangat tidak mensejahterakan masyarakat kecil," tambahnya.
Salah seorang nelayan, Mansur, mengaku saat ini dia enggan melaut karena tidak mampu membeli solar. Memaksakan bekerja dengan semakin mahalnya harga BBM bagi Mansur sama halnya ibarat pepatah “besar pasak faripada tiang”, atau lebih besar pengeluaran daripada pendapatan."Lebih besar operasionalnya daripada penghasilannya. Makanya saya tidak melaut," ujarnya.
Sebagai masyarakat mengetahui bersama pada 3 September 2022 Pemerintah pusat resmi mengumumkan penyesuaian harga BBM bersubsidi. Pertalite bersubdisi yang awalnya Rp 7.650 per liter berubah menjadi Rp10 ribu per liter. Kemudian, Solar subsidi naik Rp. 1.650,- dari Rp 5.150 per liter menjadi Rp 6.800 per liter.