JATIMTIMES - Bukan hanya mahasiswa, sejumlah driver ojek online (ojol) di Kota Malang juga sepakat menolak adanya kenaikan BBM bersubsidi. Hal itu karena berpengaruh kepada pendapatan yang mereka dapatkan.
Sejumlah ojol yang ditemui JatimTIMES di kawasan Universitas Brawijaya (UB) mengatakan mereka tak sepakat dengan kebijakan pemerintah pusat. Salah satunya, Ferry Kurniawan (38) warga Kaliurang, Kota Malang yang merasa keberatan dengan kenaikan harga BBM bersubsidi. Hal itu menyebabkan pendapatannya tak sebanding.
Baca Juga : Kerja Sama Islam – Kristen Kunci Keutuhan NKRI
“Pastinya saya keberatan, ini pengaruhnya ke pendapatan. Kecuali kalau tarif kita dinaikkan mungkin masih seimbang. Orang saya saja mengantar makanan pendapatan bersihnya cuma Rp 6.500, sedangkan BBM saja naiknya segitu,” ujar Ferry.
Ferry pun merasa kaget saat mengetahui BBM resmi naik tiga hari yang lalu. Apalagi, setelah dinaikkan, harga Pertalite saat ini Rp 10 ribu per liter, sedangkan Pertamax Rp 14.000 per liternya.
“Kaget banget. Dari aplikasi juga gak ada informasi tarif naik. Jadi kita harus gimana sekarang,” ungkap Ferry.
Demi menjaga bahan bakarnya agar tetap stabil ketika bekerja, Ferry pun sengaja menghemat BBM setiap harinya. Yakni dengan cara berhenti dan menunggu orderan masuk di satu tempat.
Disinggung mengenai berapa per hari membeli bensin, Ferry menjelaskan bahwa ia membeli Rp 20 ribu untuk bekerja sehari. Praktis, sengan adanya kenaikan harga BBM tersebut, tentu ia harus merogoh kocek lebih untuk memenuhi kebutuhan pekerjaannya.
“Kan biasanya saya keliling cari orderan. Sekarang ya banyak berhenti. Membatasi mobilitas. Jadi mencari titik yang banyak orderan,” kata Ferry.
Baca Juga : Warga Banyuwangi Berhasil Manfaatkan Teknik Elektrolisis Oxyhidrogen untuk Hemat BBM
Hal serupa juga dirasakan Dito (31) driver ojol asal Sengkaling, Kabupaten Malang ini mengaku harus memutar otak bagaimana caranya untuk mencari uang lebih dari penghasilan tetapnya.
“Naiknya ini mendadak. Kan sempat kena prank kita, katanya gak jadi naik, ternyata jadi naik. Ya saya harus muter otak gimana caranya untuk menghasilkan tambahan. Tarif kita aja masih tetap, masak bensin (BBM) naik,” tutur Dito.
Sementara itu, Indra Hermawan (27), driver ojol asal Lowokwaru, Kota Malang merasa sangat keberatan dengan naiknya harga BBM yang diputuskan sepihak tanpa memikirkan rakyatnya. Apalagi, pekerjaannya ini juga bergantung pada BBM.
“Ini menyiksa kita semua sebagai pekerja lapangan. Gak sebanding ini dengan pengeluaran. Apalagi bahan bakar pun harus kita tambah ongkosnya setiap hari. Ya kalau gini terus saya harus menambah jam kerja sampai larut malam,” tandas Indra.