JATIMTIMES - Ganja menjadi sebuah hal yang dilegalkan dibeberapa negara. Kolombia, Amerika, Italia, Jerman, Thailand, Australia menjadi beberapa dari sekian negara yang melegalkan ganja untuk keperluan medis.
Di Indonesia, pemerintah dan DPR RI berwacana akan membahas hal tersebut secara lebih serius. Pemerintah sempat memunculkan harapan pemanfaatan ganja sebagai alternatif medis, setelah Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo menetapkan tanaman itu sebagai tanaman obat komoditas binaan Kementan pada 2020 lalu.
Baca Juga : Tips Jadi Pemimpin Muda ala Wali Kota Kediri di FEBI UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung
Namun, beberapa bulan kemudian, hal tersebut dicabut oleh Mentan dengan alasan akan melakukan kajian lebih dalam dan berkordinasi kembali dengan pihak-pihak terkait, seperti halnya BNN, Kementerian Kesehatan dan yang lainnya.
Terkait legalisasi ganja, saat ini masih menjadi kontoversi, bahkan lebih banyak mengarah ke penolakan. Seperti halnya Ikatan Senat Mahasiswa Farmasi Seluruh Indonesia (ISMAFARSI) yang melakukan pernyataan sikap terkait legalisasi ganja.
ISMAFARSI yang diwakili Muhammad Hildan Maulana selaku Sekretaris Jenderal ISMAFARSI, Syaima' Rihan Fasyir selaku Badan Pengawas ISMAFARSI, dan Rafael Erlangga selaku Koordinator wilayah ISMAFARSI Joglosepur serta mahasiswa farmasi dari berbagai perguruan tinggi melakukan pernyataan sikap terkait legalisasi ganja.
Pernyataan sikap tersebut dilakukan ISMAFARSI bersama mahasiswa farmasi Indonesia di Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta pada hari Kamis, 18 Agustus 2022.
Isu legalisasi ganja menjadi perhatian mahasiswa farmasi setelah adanya penolakan dari Mahkamah Konstitusi (MK) pada tanggal 20 Juli 2022 dengan menggunakan konsep open legacy policy.
Ganja termasuk narkotika golongan 1 yang sudah diatur dalam UU Narkotika nomor 35 tahun 2009, dimana ganja hanya dapat digunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan. Riset lebih lanjut masih diperlukan untuk Ganja digunakan sebagai tanaman obat.
Untuk itu, ISMAFARSI bersama mahasiswa farmasi Indonesia saat ini dengan tegas menyatakan sikap untuk menolak legalisasi ganja di Indonesia.
Hildan Maulana, Sekjen ISMAFARSI menyampaikan, secara yuridis, Indonesia telah menolak legalisasi ganja melalui UU Narkotika nomor 35 tahun 2009. Selain itu, secara sosiologis masyarakat Indonesia masih merasa khawatir dikarenakan masih tingginya risiko penyalahgunaan ganja.
"Sebagai mahasiswa farmasi kita pun tidak menutup mata dengan adanya manfaat dalam ganja bagi kepentingan medis. Sehingga kita selalu mendukung dengan adanya pemanfaatan isolat tertentu dalam ganja yang tidak bersifat psikoaktif salah satunya cannabidiol untuk dipindahkan ke dalam narkotika golongan II," ungkap Hildan Maulana dari rilis yang diterima JatimTIMES.
Dalam batang ganja terkandung senyawa cannabidiol yang dapat digunakan untuk mengatasi nyeri terutama pada nyeri refrakter. Berdasarkan hal tersebut, tidak menutup kemungkinan adanya senyawa lain yang terkandung dalam tanaman ganja yang tidak memiliki sifat psikoaktif dan mengandung manfaat bagi pengobatan.
Baca Juga : Dewan Ajak Semua Pihak Mendukung dan Menyukseskan Implementasikan Identitas Kependudukan Digital
Tetapi, saat ini masih diperlukan riset mendalam mengenai kandungan senyawa-senyawa di dalam tanaman ganja.
Atas latar belakang itu, ISMAFARSI mengambil sikap terhadap legalisasi ganja di Indonesia dengan 4 poin pernyataan, yaitu:
1. Menolak tanaman ganja untuk dilegalkan di Indonesia dengan alasan apapun termasuk untuk kepentingan medis.
2. Mendesak pemerintah dalam hal ini Kemenkes RI dan DPR RI untuk menindaklanjuti serta mendukung riset dalam penemuan evidence based medicine aktivasi/pemanfaatan bagian ganja medis yang potensial untuk pengobatan yang selanjutnya dilakukan penyesuaian UU Narkotika No. 35 Tahun 2009 untuk bagian zat yang potensial (cannabidiol) agar dimasukkan ke dalam golongan II narkotika.
3. Mendukung organisasi profesi Ikatan Apoteker Indonesia dan seluruh stakeholder farmasi untuk berperan proaktif dalam pengadvokasian isu legalisasi ganja medis.
4. Mendukung Apoteker seluruh Indonesia untuk melakukan penelitian terkait ganja medis yang kemudian diklasifikasikan dan dilakukan riset, serta berperan untuk memberikan edukasi kepada masyarakat terkait pemanfaatan senyawa dalam ganja yang tidak memiliki potensi psikoaktif.
Pihaknya juga meminta kepada pemerintah dalam hal ini Kemenkes RI, DPR RI, BPOM RI, dan PP IAI untuk memberikan ketegasan dan kebijakan yang jelas mengenai legalisasi ganja di Indonesia. Termasuk juga mendukung apoteker seluruh Indonesia berperan aktif dalam melakukan riset dan edukasi kepada masyarakat terkait ganja medis.
"Harapannya setelah diadakan pernyataan sikap ini pemerintah dapat memberikan kebijakan dan tindak lanjut yang jelas terkait legalisasi ganja di Indonesia," pungkas Hildan Maulana.