JATIMTIMES - Tasripin Noersivin (1834-1919) merupakan konglomerat Pribumi asal Kota Semarang, Jawa Tengah. Tasripin adalah tuan tanah sekaligus pengusaha kulit pribumi yang bisa disebut crazy rich pada masa kolonial.
Kisah kejayaan Tasripin sangat terkenal di mata masyarakat Semarang. Apalagi banyak aset bangunan dan tanahnya yang bertebaran di sepanjang jalan Bojong yang sekarang diketahui menjadi Jalan Pemuda, kampung-kampung jalan Mataram, dan di banyak tempat lainnya.
Baca Juga : Mengenal Bocah Tunanetra Penghafal Al-Quran yang Viral di Medsos
Dilansir melalui video unggahan akun TikTok @info.wiki, Tasripin dinobatkan sebagai pribumi terkaya saat itu dengan nilai kekayaan bersih sekitar 45 juta Gulden atau sekitar Rp 411 triliun.
Aset tanah milik Tasripin tersebar di beberapa perkampungan Semarang, seperti Kampung Kulitan, Gandekan, Gedungbobrok, Jayenggaten, Kepatihan, Pesantren, dan sekitarnya. Tasripin hidup di zaman kolonial Belanda sekitar akhir abad 18 hingga awal abad 19.
Pada era itu ada dua orang kaya yang menguasai sebagian besar lahan di Kota Semarang. Dua orang tersebut adalah Tasripin dan Raja Gula Oei Tiong Ham.
Jika Oei Tiong Ham kaya berkat gula dan candu, Tasripin lebih memilih bisnis yang lebih aman seperti pabrik kulit hewan ternak, pabrik kapas, kopra, dan properti. Cerita kejayaan Tasripin bahkan terdengar hingga Negeri Belanda.
Karena kedekatannya dengan Ratu Belanda Wilhelmina, dia diberikan beberapa uang koin yang kedua sisinya bergambar sang ratu. Untuk mengapresiasi pemberian Ratu Belanda itu, Tasripin memasang beberapa uang koin itu di lantai rumahnya.
Karena adanya uang koin ini, para serdadu Belanda tak pernah sekalipun menggeledah aset rumah milik Tasripin. Kala itu, Koran Bataviaasch Nieuwsblad tepatnya pada 11 Agustus 1919 melaporkan bahwa Tasripin meninggal dunia.
Tasripin meninggal dunia pada 9 Agustus 1919 pukul 10.00 pada usia 85 tahun. Salah satu putranya yang paling terkenal, Amat Tasan yang dianggap sebagai pengganti sang ayah.
Baca Juga : Memiliki Bunga Terendah di Indonesia, Kurnia Jadi Terobosan Pemkot Kediri Bangkitkan Ekonomi
Kekayaan keluarga Tasripin pun yang dulu menggunung, dari tahun ke tahun berangsur habis dan kini hanya menyisakan aset-aset kecil. Khususnya setelah Amat meninggal dunia.
Perlahan usahanya menurun dan tidak ada yang meneruskan. Badan usahanya yang bernama Tasripin Concern terakhir eksis sekitar tahun 1950-an.
Kendati demikian, di kawasan Kulitan, mayoritas rumahnya masih milik Tasripin. Masih ada rumah yang coraknya Melayu, campuran arsitektur kolonial.
Rumah bercorak campuran Melayu dan kolonial Belanda terlihat di Kampung Kulitan, Jagalan, Mataram Semarang. Atapnya lancip serta beberapa anak tangga di bawahnya. Ciri khas bangunannya berupa tiga daun pintu di beranda rumah.