JATIMTIMES - Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) beberapa hari belakangan banyak menjadi perbincangan. Hal ini lantaran tudingan penyelewengan dana sosial yang dilakukan oleh yayasan untuk kepentingan pribadi.
Dana umat tersebut diduga mengalir untuk gaji bulanan para petinggi yang besarnya begitu fantastis.
Media sosial Twitter sempat ramai dengan tagar #AksiCepatTilep dan #JanganPercayaACT. Tagar #JanganPercayaACT sempat menjadi top ten trending Twitter Indonesia sejak Minggu malam 3 Juli 2022.
Baca Juga : 17 Pasang Warga Jombang Ucap Janji Suci di Polres Jombang
Tagar Jangan Percaya ACT menjadi trending di Twitter bermula dari laporan Majalah Tempo edisi Sabtu, 2 Juli 2022 yang berjudul Kantong Bocor Dana Umat.
Dalam laporan itu disebutkan, gaji Ketua Dewan Pembina ACT disebut-sebut mencapai Rp 250 juta. Sedang pejabat di bawahnya seperti Senior Vice Presiden menerima sekitar Rp 150 juta, Vice Presiden Rp 80 juta, direktur eksekutif Rp 50 juta, dan direktur Rp 30 juta per bulannya.
Tanggapan negatif tentang ACT yang selama ini dinilai cepat menghimpun dana saat terjadi bencana terus bermunculan. Sebab, seperti diketahui ACT merupakan suatu yayasan yang bergerak di bidang sosial dan kemanusiaan.
Mengenai hal tersebut, Harun Alrasyid MIEB PHD akademisi Universitas Islam Malang (Unisma) menjelaskan hal yang berkaitan dengan mekanisme pengupahan, gaji atau sesuatu hal yang manjadi hak dari penggalang dana umat sesuai syariat Islam.
Dijelaskannya, dalam Islam, konsep donasi atau yang dikenal dengan istilah Islamic Social Finance terdapat tiga jenis, yaitu Zakat, Wakaf dan Sedekah atau Infaq. Dan dalam Zakat, yang hukumnya wajib, salah satu golongan yang berhak menerima zakat adalah Amil. Amil merupakan seseorang yang bertugas menghimpun, mengelola dan menyalurkan dana zakat ini, berhak menerima bagian dari hasil pengumpulan zakat.
Terdapat beberapa pendapat tentang jumlah bagian Amil. Dalam Madzhab Syafii, Amil tidak boleh mendapat bagian yang lebih dari 1/8 hasil pengumpulan zakat, sedangkan di madzhab lain, boleh lebih selama sesuai dengan standar upah yang berlaku sesuai dengan tupoksi Amil.
"Namun yang sering digunakan adalah tidak lebih dari 1/8 untuk operasional lembaga amil zakat," jelas pria yang akrab disapa Harun ini.
Baca Juga : 2.531 Pelanggar Terjaring Mobil INCAR Polres Tuban
Kemudian, dijelaskan Harun perihal wakaf. Dalam Wakaf, pengelola wakaf disebut dengan Nazhir, yang juga berhak mendapatkan bagian dari hasil pengelolaan dana wakaf. Berbeda dengan Amil, bagian nazhir ini disesuaikan dengan kesepakatan antara nazhir dan wakif atau orang yang memberikan wakaf.
"Namun sesuai dengan Pasal 12 UU No 41 tahun 2004 tentang Wakaf, dibatasi tidak boleh lebih dari 10 persen hasil pengelolaan wakaf," papar juga Ketua Program Studi Perbankan Syariah ini.
Sedang untuk Infaq, yang juga merupakan jenis Islamic Social Finance, lebih umum lagi. Dalam Infaq, tidak disebutkan secara langsung besaran persentase atau nama pihak yang mengelola dana sedekah atau infaq. Hal ini dijelaskan pria berkacamata itu, biasanya sudah menjadi kesatuan dengan lembaga amil zakat.
"Biasanya lembaga sosial yang menggalang dana sedekah, menarik sekitar 5 persen untuk operasional penggalangan dan penyaluran sedekah," pungkasnya.