JATIMTIMES - Menteri Koordinator (Menko) Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan bicara ihwal jebakan utang atau hidden debt pada proyek infrastruktur China. Salah satunya proyek kereta cepat Jakarta-Bandung.
Menteri yang juga purnawirawan TNI itu bahkan menjamin tidak ada yang namanya utang tersembunyi.
Baca Juga : Naik Rp 5 Ribu, Harga Emas Hari Ini Rp 992 Ribu Per Gram
Masalah hidden debt sendiri mulanya muncul dari laporan lembaga riset AidData berjudul 'Banking on the Belt and Road: Insight from a new global dataset of 13,427 Chinese Development Projects'.
Pinjaman yang disalurkan oleh China itu bertujuan untuk pembangunan jalur sutera melalui Belt and Road Intiative (BRI) yang selama ini dilakukan di banyak negara. Salah satunya untuk Indonesia.
Nah di Indonesia, dana tersebut digunakan salah satunya untuk proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung. Luhut menjelaskan semua pinjaman yang dilakukan untuk proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung adalah untuk kebutuhan produktif. Kemudian utang pun dilakukan secara business to business alias antar perusahaan bukan antar pemerintah.
“Itu adalah utang produktif. Ada yang bilang hidden debt. Itu yang bilang hidden debt saya text, kau datang kemari tunjukin hidden debt-nya di mana. Wong saya yang nangani kok. Hidden debt kalau dibilang G to G, ini tidak ada. Itu B to B,” ungkap Luhut dalam Seminar Nasional Sekolah Tinggi Teknologi Angkatan Laut (STTAL) yang disiarkan virtual melalui YouTube, Rabu (25/5/2022).
Luhut menjelaskan bahwa memang ada pembengkakan biaya dalam proyek tersebut, namun hal itu bukan suatu masalah lagi. Semua sudah diselesaikan. Di sisi lain, proyek ini pun sudah berjalan kembali dan bakal bisa dicoba di bulan November 2022.
“Bahwa ada overrun cost, ya it happens, tapi nggak perlu cari salah siapa tapi sudah selesai. Tertunda berapa bulan pembangunnya kereta api cepat Jakarta Bandung, itu akan dimulai dan make test bulan November tahun ini,” jelas Luhut.
Sebelumnya, Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) I Kartika Wirjoatmodjo juga sudah mulai buka suara mengenai jebakan utang ini.
Kartika mengungkapkan jika pembangunan kereta cepat ini bukanlah utang negara, melainkan korporasi langsung yaitu ke PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIS). Kemudian skema utang menggunakan business to business.
“Utang negara dan B to B itu dua kamar berbeda. Untuk utang korporasi dan non bank pasti akan masuk PKLN, tidak mungkin disembunyikan karena memang beda, dan bukan utang negara,” kata Tiko dikutip dari detik, Sabtu (16/10/2021).
Tiko menjelaskan, untuk utang negara atau pemerintah bisa berbentuk penerbitan surat utang atau bonds sampai bilateral. Sangat berbeda dengan utang korporasi atau perusahaan yang menggunakan skema B to B.
Baca Juga : Jumlah Sapi di Kabupaten Malang Terindikasi PMK jadi 509 Ekor
“Datanya mesti diklarifikasi (Laporan AidData), mungkin mereka dapat data dari lalu lintas devisa. Karena Indonesia itu nggak ada bilateral dengan China sama sekali. Untuk China Development Bank (CDB) dan KCIC itu komersial murni, jadi tidak tersembunyi,” jelas Tiko.
Sebelumnya, Wakil Ketua DPR RI Rachmat Gobel juga sempat mengkritik penggunaan APBN untuk membiayai proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung.
Rachmat Gobel mengatakan, seharunya APBN tidak digunakan untuk pembiayaan kereta cepat karena sejak awal, kesepakatannya adalah business to business.
Disitu, Rachmat Gobel pun mengkhawatirkan akan terjadi pembengkakan biaya di tengah jalan.
“Kita tidak tahu apakah akan ada kenaikan lagi atau tidak. Yang pasti, hingga kini sudah bengkak 2 kali. Kondisi ini sudah berkebalikan dari tiga janji semula serta sudah lebih mahal dari proposal Jepang. Padahal dari segi kualitas lebih bagus Jepang," ucap Rachmat, Rabu (30/10/2021).
Rachmat menyebutkan, pemerintah seharusnya bisa mengantisipasi secara pasti berbagai risiko yang mungkin terjadi dan menyebabkan pembengkakan biaya.
“Jangan sampai nanti minta tambahan duit lagi. Seolah bangsa ini diakali pelan-pelan,” ucap Rachmat.