JATIMTIMES - Hotel Des Indes Batavia diresmikan pada tahun 1858. Dinamakan 'Des Indes' karena merupakan usul dari Douwes Dekker.
Menurut Alfred Russel Wallace yang berada di Batavia tahun 1861, hotel tersebut sangat nyaman. Disediakan kamar duduk dan kamar tidur yang menghadap ke beranda.
Baca Juga : Pastor Anti-Islam Juga Pernah Dilarang Masuk ke Singapura
Hotel Des Indes berlokasi di Molenoliet West yang kini bernama Jl Gajah Mada, Jakarta Barat yang merupakan kawasan elite di Batavia Tempo Doloe. Pada masa kolonial, Hotel Des Indes disebut sebagai hotel paling mewah dan terbaik di Asia.
Harganya pun dianggap terjangkau bagi orang-orang Eropa. Pada setiap kamar hotel, terdapat wastafel serta kelambu.
Kamar mandinya tidak menggunakan gaya Eropa, melainkan memakai bak mandi dan gayung khas tropis. Kemudian, bagian dapur hotel sangat modern pada masanya serta masakan di sana dimasak oleh chef profesional.
Beralih ke bagian halaman hotel, ada kebun yang sangat luas dan rindang serta terdapat kandang rusa. Pada masa kolonial, hotel tersebut diperuntukkan bagi orang Eropa sehingga orang non Eropa (India, Arab, Tionghoa, Bumiputer dll) dilarang menginap di hotel itu.
Ada suatu hal yang sangat disenangi para tamu di hotel tersebut. Para tamu sangat suka bersantai sore di beranda hotel yang sangat asri dengan pepohonan sambil minum teh atau kopi.
Pada ruangan makan Hotel Den Indes juga termasuk megah. Bahkan ada hiburan penampilan musik jazz yang populer di masa itu.
Baca Juga : Selain UAS, Ini 2 Penceramah yang Juga Pernah Ditolak Singapura
Rijsttafel (meja nasi) adalah cara menyajian makanan khas Nusantara dengan jumlah banyak adalah yang paling digemari para tamu, terutama turis asing. Di hotel itu juga menyediakan jasa binatu bagi tamu hotel untuk bisa menggunakan mesin cuci modern dan setrika listrik.
Di hotel Den Indes ini juga menjadi saksi bisu perundingan Roem Royen pada 7 Mei 1949. Perundingan Roem Royen di Hotel des Indes dipimpin oleh Merle Cochran, delegasi RI diwakili Mr Muhammad Roem dan Belanda diketuai Dr JH Van Royen. Perundingan berakhir pada 7 Mei 1949 dengan hasil Pemerintah Indonesia termasuk para pemimpin yang ditawan akan dikembalikan ke Yogyakarta dan kedua pihak sepakat untuk melaksanakan Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, Belanda.
Namun pada tahun 1950, hotel itu diambil alih oleh pemerintah Indonesia dan diganti nama menjadi 'Hotel Duta Indonesia'.
Karena kalah saing dengan Hotel Indonesia pada tahun 1960-an, akhirnya hotel tersebut dibongkar pada 1971. Lokasi hotel itu pun lantas dibangun sebagai pusat perbelanjaan bernama Duta Merlin.