JATIMTIMES - Tepat hari ini 10 April tahun lalu, Kabupaten Malang diguncang gempa bumi yang cukup hebat. Bahkan karena peristiwa itu, ratusan rumah yang ada di beberapa kecamatan mengalami kerusakan, baik dalam kategori ringan, sedang ataupun berat.
Sedikit mengingat, dulu tepatnya hari Sabtu 10 April 2021 pukul 14.00 WIB, Kabupaten Malang mengalami gempa bumi dengan kekuatan 6,1 SR. Gempa yang berpusat di Selatan Kabupaten Malang ini juga dirasakan di 32 kabupaten/kota di Jawa Timur.
Baca Juga : Wali Kota Kediri Pasang Tiang Pancang Pertama Pembangunan Masjid Baiturrahman
Kondisi saat itupun juga masih sama, yakni terjadi ketika bulan Ramadan. Saat itu, warga Kabupaten Malang yang sedang menjalankan ibadah puasa harus menerima kenyataan bencana gempa bumi.
Saat itu pula, sejumlah instansi pemerintahan dan juga relawan langsung bergerak untuk monitor adanya korban gempa bumi tersebut.
Dari situ, juga ditemukan beberapa korban yang sampai meninggal dunia karena tertimpa reruntuhan rumah mereka sendiri. Namun, masih banyak warga yang selamat karena berhasil lari saat gempa terjadi.
Lalu bagaimana kondisi warga Kabupaten Malang saat ini? Terutama sudah setahun berlalu gempa bumi terjadi.
Wartawan media ini mencari contoh kondisi korban gempa di Dusun Krajan, Desa Majang Tengah Dampit. Rumah-rumah warga yang sebelumnya rusak berat atau ambruk bersisa tanah kini sudah dibangun kembali. Meski tak seideal kondisi bangunan sebelum gempa, namun mereka sudah bisa menempati sebagai tempat tinggal.
Rata-rata, selain menggunakan dana swadaya, mereka juga dibantu sejumlah lembaga di luar pemerintahan seperti lembaga amal hingga relawan dan organisasi masyarakat. Namun, tak jarang pula warga terdampak harus membangun rumah mereka dengan dana pinjaman dengan harapan dapat tergantikan saat dana bantuan stimulan dari pemerintah diterima.
Bermula ketika menyusuri jalanan utama Dusun Krajan, di mana tempat tersebut juga pernah disinggahi Presiden Joko Widodo saat meninjau korban gempa. Disitu, wartawan media ini bertemu dengan kakek-kakek yang masih terlihat bugar di usia senjanya.
Kakek tersebut bernama Misdi yang mengaku rumahnya saat ini sudah kembali bisa digunakan meski tidak seperti dulu. Namun ia bersyukur bisa kembali berteduh di huniannya meski dibangunkan oleh organisasi badan amal.
“Bangunan baru dapat bantuan, termasuk beberapa material. Alhamdulillah sudah bisa ditinggali,” ujar Misdi, Minggu (10/4/2022).
Sebelum ada bangunan baru itu, Misdi mengaku tinggal di kediaman keluarganya yang lain. Sebab, rumahnya luluh lantah akibat guncangan gempa.
“Rumah ini bisa ditempati sekitar dua atau tiga bulan lalu,” ungkapnya sembari mengingat-ingat.
Namun, saat ditanya mengenai bantuan bangunan dari pemerintah, Misdi tak tahu menahu dan berpasrah pada anak-anaknya yang mengurus. “Gak tahu kalau itu, anak semua yang ngurus,“ ungkap Misdi.
Berjalan menuju sudut lain di Dusun Krajan, wartawan media ini bertemu dengan wanita yang mengaku bernama Mujiati. Wanita berusia 55 tahun itu merasakan hal yang hampir serupa. Semua material bangunan rumahnya didapat dari lembaga amal. Namun dirinya dan keluarganya yang membangun sendiri.
“Rumah saya belum selesai, sekarang tinggal di bangunan sementara karena butuh uang banyak untuk bangun baru, dan belum selesai,” ucap Mujiati sembari mempersilahkan wartawan media ini masuk kedalam rumahnya.
Dijelaskan Mujiati, ia terpaksa mencari pinjaman uang untuk membangun kembali. Karena bantuan yang ia terima dari lembaga amal belum bisa sepenuhnya mengcover kerusakan rumah.
Baca Juga : Warga Temukan Sepeda Motor di Kedalaman 12 Meter Sungai Brantas, Diduga Milik Korban Tenggelam Satu Keluarga
Ia mengaku harus mencari pinjaman uang sekitar Rp 100 juta untuk sebuah rumah yang ditinggali dengan empat anaknya.
Mujiati yang juga korban dengan kategori rumah rusak berat masih belum menerima bantuan stimulan dari pemerintah pusat. “Awalnya katanya akan keluar bulan Oktober, lalu diundur. Dapat informasi sebelum April, tetapi belum turun,” keluh Mujiati.
Sementara itu, Kepala Bidang (Kabid) Kedaruratan dan Logistik Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Malang, Sadono Irawan membenarkan belum turunnya stimulan. Namun, pada Januari lalu telah dibahas petunjuk teknisnya, bantuan itu kini memasuki proses verifikasi APIP (Aparat Pengawasan Intern Pemerintah).
“Sekitar 1.020 rumah rusak berat posisinya sekarang posisinya ada di sekretaris utama BNPB dalam proses verifikasi APIP. Seminggu lalu kita kirimkan lagi proposal kedua untuk rusak ringan dan sedang,” jelas Sadono.
Lanjut Sadono, pada proses verifikasi ulang pihaknya melihat kondisi di mana warga sudah membangun secara swadaya. Kondisi itu juga menjadi bahan pertimbangan rencana awal yang diberikan dalam bentuk bangunan berubah menjadi bantuan tunai. Namun ternyata mayoritas dari korban menghendaki tunai.
“Saat ini kami menunggu jawaban dari BNPB. Jika dibandingkan kota lain, jumlah di Kabupaten Malang lebih besar. Seperti di Blitar hanya seribuan dan kita ada 8.900 lebih terverifikasi,” ungkap Sadono.
Jumlah yang besar itu menjadi kendala tersendiri yang memperlama proses verifikasi. Ditambah dengan banyaknya masalah ketidaksesuaian data administrasi kependudukan.
“Kami berusaha filter verifikasinya dari tingkat bawah di Desa sampai Cipta Karya dan kembali ke BPBD. Sehingga bisa dicegah beberapa maslah yang menghambat,” tutup Sadono.
Sebagai informasi, dalam setahun ini para korban masih belum menerima bantuan stimulan dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang dijanjikan untuk dana rehabilitasi rumah mereka.
Para korban yang terdampak khususnya dengan kerusakan berat, baru mendapatkan dana tunggu hunian (DTH) saja sebesar Rp 500 ribu setiap tiga bulan yang baru dituntaskan tahap duanya pada Desember 2021 lalu.
Bantuan itu senilai Rp 10 juta untuk rusak ringan, Rp 25 juta untuk rusak sedang, dan Rp 50 juta untuk rusak berat. Janji bantuan itu disampaikan langsung presiden Joko Widodo yang sempat meninjau ke lokasi terdampak gempa di Desa Majangtengah, Kecamatan Dampit.