JATIMTIMES - Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas kembali menjadi sorotan hingga viral. Kali ini terkait jawaban Menag Yaqut saat ditanya terkait polemik logo halal terbaru yang baru saja diluncurkan oleh Kementerian Agama (Kemenag).
Dalam video yang diunggah oleh akun TikTok @cecenettv, tampak Menang Yaqut yang baru saja hadir di sebuah acara. Ia terlihat mengenakan jas warna hijau dan masuk ke dalam mobil. Seorang wartawan pun terdengar bertanya kepada Yaqut soal polemik logo halal terbaru.
Baca Juga : Keseruan Menuju MotoGP Mandalika dengan Kapal Feri Banyuwangi-Lombok
"Soal apa," tanya Yauqt kepada wartawan saat sebelum menutup pintunya.
"Soal label halal pak yang jadi polemik pak," tanya wartawan itu.
Seketika Yaqut bergegas menutup pintunya dengan menjawab "sorry nggak kendengaran."
Sontak saja, para wartawan yang hadir terdengar menyoraki Yaqut. "Nggak kedengaran tadi pak menteri bilangnya," ujar salah seorang wartawan.
Tak lama, mobil yang membawa Yaqut pun bergegas pergi meninggalkan lokasi tersebut. Tak ayal, video itu langsung menuai berbagai respons dari warganet. Beberapa warganet menyindir agar para wartawan berbicara dengan menggunakan toa supaya Menag Yaqut bisa mendengar. Namun di sisi lain, ada pula yang mengingatkan bahwa ucapan adalah doa.
@arifbudiman1191:makanya kita butuh tOa biar kedengeran
@Listyo: Wartawannya nggak pakai Toa sich jadi nggak kedengaran Pak Menteri .... Ucapan adalah do'a.
@Are rif cavalera: Semoga dikabulkan gak kedengeran. SALAM AKAL SEHAT.
@boy: ingat ucapan adalah doa.
@Fatih Mj: Definisi suara rakyat ga didengarkan.
@NIKEN INDRIANTO: ucapan adalah doa..selamat malam mas sehat selalu ya.
@elank biangkerock: pake toa ngomong nya biar di denger.
Seperti diketahui, Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama (Kemenag) resmi menetapkan label halal baru yang berlaku secara nasional. Prokontra pun mengiringi desain label halal baru tersebut.
Sebagaimana diketahui, penetapan label halal baru ini dituangkan dalam Keputusan Kepala BPJPH Nomor 40 Tahun 2022 tentang Penetapan Label Halal. Surat Keputusan tersebut ditetapkan di Jakarta Kamis (10/2/2022), yang ditandatangani oleh Kepala BPJPH Muhammad Aqil Irham dan berlaku efektif terhitung sejak 1 Maret 2022.
Label halal baru ini pun mulai berlaku sejak 1 Maret 2022. Namun demikian, logo baru label halal ini justru memicu pro-kontra karena bentuknya dinilai seperti gunungan wayang.
Wakil Ketua Komisi VIII DPR Ace Hasan Syadzily menilai setiap orang memiliki interpretasi sendiri tergantung melihat dari sudut mana. "Soal logo itu diinterpretasi atau dimaknai secara berbeda-beda tentu tergantung dari sudut pandang masing-masing yang menilainya," kata Ace.
Ace melihat tidak ada yang salah dengan logo baru halal itu. Menurutnya, makna halal sudah terkandung dalam logo tersebut. Ia menilai tulisan itu tidak akan asing bagi mereka yang memahami jenis-jenis tulisan Arab.
Baca Juga : Viral Mobil Mercy Halangi Ambulans Bawa Pasien Hendak Melahirkan, Berujung Saling Lapor
"Bagi orang yang terbiasa membaca huruf Arab dengan berbagai jenisnya, tentu akan mudah untuk membacanya bahwa itu huruf Arab yang artinya halal. Tapi bagi yang tak terbiasa membaca Arab, pasti masih teramat asing. Oleh karena itu, perlu disosialisasikan kepada masyarakat lebih luas soal logo tersebut," ujar Ace.
Terkait adanya anggapan Jawa sentris karena bentuk logo seperti wayang, Ace tidak mempermasalahkan. Ia menganggap bentuk logo baru seperti itu mengadaptasi kearifan lokal.
Sementara, PP Muhammadiyah juga tak mempermasalahkan logo tersebut. "Tidak masalah. Logo bukan hal yang subtansif," kata Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti.
Ia mengatakan yang terpenting yakni kepastian jaminan produk. "Yang sangat penting adalah kepastian dan jaminan bahwa produk yang diberi label halal itu benar-benar halal. Ada beberapa persoalan terkait prosedur, objektivitas, biaya, pelayanan, dan sebagainya," ucap Abdul Mu'ti.
Sedangkan, Wakil Ketum MUI Anwar Abbas menyayangkan desain logo halal baru yang dikeluarkan oleh BPJPH. Anwar menyebut logo ini di luar pembicaraan saat awal.
"Di mana kata MUI dan Kata halal ditulis dalam bahasa Arab. Tetapi setelah logo tersebut jadi, kata BPJPH dan MUI-nya hilang dan yang tinggal hanya kata halal yang ditulis dalam bahasa Arab yang dibuat dalam bentuk kaligrafi sehingga banyak orang nyaris tidak lagi tahu itu adalah kata halal dalam bahasa arab karena terlalu mengedepankan kepentingan artistik yang diwarnai oleh keinginan untuk mengangkat masalah budaya bangsa," kata Anwar.
Ia juga mengatakan banyak orang yang tidak melihat kata halal dalam logo tersebut. Yang tampak justru gunungan dalam dunia wayang. Lebih lanjut, Anwar menilai hal ini tidak mencerminkan Indonesia. Tapi hanya mencerminkan 1 suku budaya.
"Karena di situ tidak tercerminkan apa yang dimaksud dengan keindonesiaan yang kita junjung tinggi tersebut tapi hanya mencerminkan kearifan dari satu suku dan budaya saja dari ribuan suku dan budaya yang ada di negeri ini," ungkap Anwar.
Di sisi lain, Sekjen MUI Amirsyah Tambunan mengatakan masyarakat masih boleh memakai logo MUI sampai 5 tahun. Selain itu, fatwa halal masih berdasarkan fatwa MUI.
"Pelaksanaan UU No 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal yakni PP No 39 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal. Pada pasal 169 ketentuan peralihan masih boleh pakai logo MUI sampai 5 tahun setelah PP dikeluarkan," kata Amirsyah.
Dalam hal ini, Amirsyah merujuk pada poin a dan b dalam pasal 169 itu. Masih ada jangka waktu paling lima tahun untuk memakai logo halal MUI.
"Dengan ketentuan ditegaskan dalam poin a, sertifikat Halal yang telah diterbitkan oleh MUI atau BPJPH sebelum peraturan pemerintah ini diundangkan tetap berlaku sampai dengan jangka waktu Sertifikat Halal berakhir. d, bentuk logo halal yang ditetapkan oleh MUI sebelum Peraturan Pemerintah ini diundangkan, tetap dapat digunakan dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun terhitung sejak peraturan pemerintah ini diundangkan," tutur Amirsyah.
Ia juga menegaskan bahwa kewenangan terkait fatwa halal masih menjadi kewenangan MUI. Selain itu, sertifikasi halal tidak bisa ditetapkan Kemenag tanpa dasar Fatwa MUI.
"Perlu ditegaskan bahwa fatwa tetap pada kewenangan MUI. Artinya sertifikasi halal tidak bisa ditetapkan Kemenag tanpa dasar Fatwa MUI. Atas dasar itu dalam transisi lima tahun ke depan," ungkap Amirsyah.