free web hit counter
Jatim Times Network Logo
Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Pemerintahan

Politikus PKB Heran MUI Kerap Jadi Komentator Politik

Penulis : Desi Kris - Editor : Sri Kurnia Mahiruni

09 - Mar - 2022, 19:32

Placeholder
Waketum PKB Jazilul Fawaid (Foto: IST)

JATIMTIMES - Waketum PKB yang juga anggota Komisi III DPR RI Jazilul Fawaid turut mengkritik Sekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI) Amirsyah Tambunan yang menyebut Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) blunder soal ciri-ciri kriteria penceramah radikal. 

Jazilul lantas meminta Amirsyah untuk diam dan tidak membuat situasi semakin panas.

Baca Juga : Jenazah akan Berubah Jadi Gedebok Pisang karena Tumbal? Ini Kata Indigo Om Hao

"Lebih baik diam, dari pada ngomongin, apalagi ngomporin perkara yang bukan tugas dan kewenangannya," ujar Jazilul. 

Ia kemudian mengatakan Sekjen MUI mulai keluar dari tugasnya karena tidak memiliki tugas untuk mengawasi BNPT. Jazilul menjelaskan MUI seharusnya membantu pemerintah dalam menjaga kerukunan, bukan malah sebaliknya.

"MUI tidak memiliki tugas mengkritik dan mengawasi BNPT, apalagi seakan 'menyesatkan' kriteria dari lembaga yang bertanggung jawab dalam pencegahan terorisme," kata Jazilul.

Ia pun heran dengan MUI yang kerap menjadi komentator politik. Jazilul mengatakan MUI sepertinya sudah tidak mencerminkan penasehat agama.

"Selama ini, saya pandang MUI jadi komentator politik, bukan penasehat agama, apalagi sebagai pencerah umat," imbuh Jazilul. 

Seperti diketahui, sebelumnya Sekjen MUI Amirsyah Tambunan mengkritik 5 ciri penceramah radikal yang disampaikan BNPT. Amirsyah menyebut langkah BNPT itu blunder.

Kritik itu disampaikan Amirsyah melalui keterangan tertulis berjudul 'Blunder Kriteria Radikal Ala BNPT' pada Selasa (8/3/2022). Ia mengkritik satu per satu dari 5 kriteria yang disampaikan BNPT.

"Pertama, BNPT menyebut penceramah radikal adalah yang mengajarkan ajaran yang anti-Pancasila dan pro-ideologi khilafah transnasional. Kriteria pertama ini blunder karena tidak paham pada ajaran Islam seperti khilafah," kata Amirsyah.

Ia lantas menyinggung ajaran yang bertentangan dengan Pancasila seperti komunisme yang tidak pernah dijelaskan secara jujur. Selain itu, lanjut Amirsyah, paham-paham lain yang menyebabkan ekonomi rakyat terpuruk tak pernah disebut bertentangan dengan Pancasila.

"Terkait khilafiah dan jihad Ijtima' (2021) MUI memberikan rekomendasi kepada masyarakat dan pemerintah agar memahami Jihad dan khilafah tidak dipandang negatif, karena Ijtima' Ulama Komisi Fatwa MUI ke-VII, MUI menegaskan nilai-nilai kesungguhan (jihad) dan kepemimpinan (khilafah) adalah ajaran Islam untuk mengatasi problem umat dan bangsa," ujar Amirsyah.

Baca Juga : Pro-Kontra Pernyataan Jokowi soal Penceramah Radikal, KSP: Tidak Mengada-ada dan Faktual

Ia juga mengkritik kriteria kedua yang disampaikan BNPT tentang penceramah radikal adalah yang mengajarkan paham takfiri atau mengkafirkan pihak lain yang berbeda paham ataupun berbeda agama. Amirsyah pun meminta BNPT tidak salah memahami makna takfiri.

Ciri penceramah radikal ketiga yang disampaikan BNPT yaitu mereka yang menanamkan sikap anti-pemimpin atau pemerintahan yang sah dengan sikap membenci dan membangun ketidakpercayaan (distrust) masyarakat terhadap pemerintahan maupun negara melalui propaganda fitnah, adu domba, ujaran kebencian (hate speech), dan menyebarkan berita bohong (hoax). Perihal poin ini, Amirsyah meminta buzzer yang menyebarluaskan fitnah dan adu domba harus mendapat sanksi tegas oleh pemerintah.

"MUI selama ini bermitra dengan pemerintah (shodiqul hukumah) karena itu kebijakan pemerintah yang benar didukung. Sebaliknya, jika ada kebijakan yang menyimpang berdasarkan konstitusi, agar berbangsa dan bernegara kembali ke jalan yang benar melalui dakwah sebagai bukti cintanya rakyat kepada penguasa. Pada dasarnya dakwah itu mengajak, bukan mengejek, mendidik bukan membidik, dan lain-lain," jelas Amirsyah.

Kemudian ciri penceramah radikal keempat menurut BNPT yakni mereka yang memiliki sikap eksklusif terhadap lingkungan ataupun perubahan serta intoleransi terhadap perbedaan maupun keragaman. Terkait kriteria ini, Amirsyah berbicara soal agama Islam yang tidak mau mencampuri ibadah agama lain.

"Secara proporsional sikap ini tidak ada masalah terkait ibadah, umat Islam memang eksklusif, karena Islam tidak mau mencampuri ibadah agama lain (lakum dinukum wa liyadin)," ujar Amirsyah.

Poin terakhir yaitu penceramah radikal biasanya memiliki pandangan anti-budaya atau anti-kearifan lokal keagamaan. Amirsyah menjelaskan Islam menghargai budaya lokal, tapi dia memberikan catatan.

"Tapi budaya itu berimplikasi pada kekufuran, seperti mengorbankan hewan untuk sesembahan, itu diharamkan. Kalau budaya itu sejalan dengan Islam, seperti dakwah yang dikembangkan para Wali Songo terbukti penyebaran Islam dengan menggunakan kearifan lokal," tutur Amirsyah.

"BNPT sebaiknya tidak mencampuri soal agama yang bukan domainnya, karena bisa salah paham atau gagal paham yang yang digunakan untuk tuding-menuding radikal," imbuh  Amirsyah.


Topik

Pemerintahan



JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Indonesia Online. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Jatim Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Desi Kris

Editor

Sri Kurnia Mahiruni