JATIMTIMES - Edy Mulyadi saat ini menjadi sosok yang ramai diperbincangkan. Hal itu terjadi setelah Edy mengeluarkan sederet pernyataan kontroversial, termasuk menyebut Kalimantan sebagai 'tempat jin buang anak'.
"Ini ada sebuah tempat elit punya sendiri, yang harganya mahal, punya gedung sendiri, lalu dijual pindah ke tempat jin buang anak. Pasarnya siapa? Kalau pasarnya kuntilanak, genderuwo nggak apa-apa bangun di sana," ungkap Edy dalam sebuah video yang beredar di media sosial beberapa waktu lalu.
Baca Juga : Korban Investasi Bodong di Lamongan Bertambah, Terbaru Korban Dari Pacitan dan Malang Laporkan Reseler
Tak ayal, pernyataan itu langsung memicu kontroversi yang menyebabkan sejumlah warga Kalimantan langsung menempuh jalur hukum dengan melaporkan Edy ke polisi.
Edy juga diketahui sempat mengutarakan pernyataan lain yang menyindir Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto. Ia menyebut Prabowo sebagai macan yang jadi mengeong. Edy lalu dilaporkan oleh kader Gerindra ke Polda Sulawesi Utara (Sulut). DPD Gerindra Sulut merasa tidak terima pimpinan mereka dihina.
Menanggapi keriuhan yang terjadi, Edy mengutarakan permintaan maafnya kepada masyarakat terkait pernyataan kontroversialnya itu. Frasa 'tempat jin buang anak', menurut Edy, hanya bermaksud untuk menggambarkan Borneo sebagai 'tempat yang jauh'.
"Saya mohon maaf telah menyebabkan teman-teman di Kalimantan tersinggung dan marah," ujar Edy dalam keterangan resminya.
Selain itu, Edy juga mengunggah video klarifikasi melalui kanal Bang Edy Channel. Edy menjelaskan lebih jauh mengenai maksud di balik istilah 'tempat jin buang anak'.
"Di Jakarta, tempat jin buang anak itu untuk menggambarkan tempat yang jauh, istilah kita mohon maaf ya, Monas itu dulu tempat jin buang anak, BSD, Bumi Serpong Damai, itu tahun 80-90-an itu tempat jin buang anak, jadi istilah biasa," dalih Edy.
Penyidikan kasus tersebut akhirnya ditarik ke Bareskrim Polri. Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Polri Brigjen Ahmad Ramadhan merinci, total kepolisian di seluruh Indonesia menerima 3 laporan polisi, 16 pengaduan, dan 18 pernyataan sikap.
Dengan cepat polisi akhirnya meningkatkan status kasus dugaan kebencian dengan terlapor Edy ke tahap penyidikan pada Rabu (26/1/2022). Kepolisian mengklaim telah menemukan bukti permulaan yang cukup terkait dugaan tindak pidana.
Baca Juga : Polisi Gulung Komplotan Curanmor: 3 Masuk Bui, 1 Orang Melarikan Diri
Edy lalu dipanggil untuk menjalani pemeriksaan sebagai saksi pada Jumat (28/1/2022). Namun, Edy mangkir dari pemeriksaan tersebut dengan dalih pemanggilan yang dilakukan polisi tidak sesuai prosedur. Polisi lantas melakukan pemanggilan kedua dan Edy memenuhi pemanggilan pada Senin (31/1/2022). Ia diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi.
Pemeriksaan Edy dilakukan oleh penyidik sejak pukul 10.00 WIB hingga pukul 18.30 WIB. Edy kemudian resmi ditetapkan menjadi tersangka kasus ujaran kebencian oleh penyidik Bareskrim Polri.
Edy juga langsung ditahan untuk mencegah yang bersangkutan melarikan diri. Bahkan, Edy juga sudah membawa alat mandi serta pakaian untuk persiapan jika dirinya langsung ditahan.
"Setelah dilakukan gelar perkara, penyidik telah menaikkan status dari saksi menjadi tersangka," kata Karopenmas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan.
Dalam kasus ini, Edy terancam kurungan 10 tahun penjara usai ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus tersebut. Polisi menggunakan pasal ujaran kebencian bernuansa SARA dengan ancaman penjara hingga 10 tahun.
Selain itu, akun YouTube milik Edy, juga disita oleh Bareskrim Polri sebagai barang bukti dalam kasus ujaran kebencian dan penyebaran informasi bohong atau hoaks. Ramadhan mengatakan penyitaan ini dilakukan usai melakukan pemeriksaan terhadap Edy selama 8 jam.