JATIMTIMES - Pria asal Desa Ganjaran, Kecamatan Gondanglegi, Kabupaten Malang, Amir Mahmud (50) mungkin bisa disebut pahalawan tanpa tanda jasa. Di balik rumahnya yang sederhana, Amir menghidupi 100 orang lansia di kawasan Desa Ganjaran.
Saat ditemui di rumahnya seluas kurang lebih 60 meter persegi itu, Mahmud yang mengenakan sarung mempersilahkan wartawan media ini untuk masuk ke kediamannya yang berarsitek khas rumah pedesaan. Disitu juga terlihat lumut-lumut mulai menghiasi temboknya, sementara cat berwarna hijau di kusen rumahnya juga terlihat mulai memudar.
Baca Juga : Siswa MIN 1 Malang yang Positif Covid-19 dari Cluster Keluarga
Memulai dengan perbincangan, Mahmud sangat terbuka dengan kedatangan wartawan media ini. Pria ramah ini mengatakan setiap bulannya istiqomah mengirimkan paket sembako berisi beras hingga mie instan ke 100 orang jompo di desanya.
Alasannya pun sangat sederhana, Mahmud merasa kasian karena lansia-lansia di sekitar rumahnya hidup sebatang kara dan tidak bekerja.
“Saya merasa tergerak karena sebagian dari mereka sudah tidak memiliki keluarga. Sebagian yang lain masih memiliki keluarga tapi juga tidak mampu. Ada juga yang pergi dan tidak mengurusinya lagi,” terang Mahmud saat ditemui Kamis (20/1/2022).
Ketika mengirim bantuan sembako itu, Mahmud tak sendirian. Sebab ia juga mengajak anak-anak sekitar desa. Hal itu adalah untuk meningkatkan kepedulian anak sejak dini.
“Saya dan anak-anak kecil itu mengantar bantuan itu setiap hari Jum'at legi. Biasanya menggunakan pikap. Alhamdulilah senang anak-anak karena bisa sambil main,” kata Mahmud di ruang tamunya.
Perhatian yang ditunjukkan Mahmud bukan hanya mengenai pasokan makanan, ia juga siap siaga terkait kesehatan para jompo itu. Bahkan jika ia menemukan jompo yang sakit, Mahmud bersedia merawat para jompo itu.
Sementara jika ada yang meninggal, Mahmud rela mengurus semua administrasi meninggalnya jompo di sekitar desanya.
“Kalau sakit ringan kami panggilkan dokter. Kalau cukup berat ya kami bawa ke rumah sakit. Apabila meninggal dunia ya kami urus semua pemakaman hingga tahlilannya selama tujuh hari. Dengan catatan tidak ada yang mengurusnya,” papar Mahmud.
Mahmud sendiri sejauh ini sudah membantu 100 jompo, dan semuanya itu tidak dari uang sendiri. Sebab dengan gajinya yang berprofesi sebagai guru swasta di Madrasah Tsanawiyah tidak cukup. Sebulan dia hanya mendapat upah kurang lebih Rp 200 ribu.
“Kalau dari gaji ya gak cukup baik untuk santunan atau menafkahi keluarga sendiri. Ya mungkin hanya cukup untuk membeli bensin saja,” kata Mahmud.
Lalu darimana Mahmud dapat membiayai para jompo itu? Mahmud menjelaskan bahwa dia mempunyai dua donatur dalam membiayai perawatan para 100 jompo di desanya, yakni dua perawat di salah satu rumah sakit di Kabupaten Malang, ia menyebut nama Mukti dan Nurhadi. Selain itu juga ada donatur lainnya yang tidak tetap dan merupakan teman dari kedua perawat itu.
“Dana yang masuk setiap bulannya berkisar Rp 3 juta sekaligus paket sembako dari donatur kami,” terang Mahmud.
Diakui Mahmud, dua donatur yang disebutkan itu pun sebenarnya baru akhir-akhir ini menjadi donatur tetap. Sebelumnya ada kisah jatuh bangun dari Mahmud dalam mengumpulkan dana untuk keperluan 100 jompo tersebut.
Mahmud mengaku pernah mengalami kesulitan biaya untuk membangunkan rumah para jompo yang kondisinya sudah memprihatinkan. Hingga akhirnya ia terpaksa meminta sumbangan di pinggir jalan desa.
“Waktu itu tahun 2013. Alhamdulillah hasil sumbangan itu lumayan membantu untuk membangunkan rumah para jompo. Tapi kalau sekarang untuk membangunkan rumah mereka, kami sudah tidak kesulitan. Karena pasti ada saja orang dermawan yang mau membantu,” urai Mahmud.
“Hingga sekarang total ada sekitar 20 rumah jompo yang sudah dibangun. Kalau jompo yang hidup sendiri, kami bangunkan ala kadarnya. Sebab apabila nanti sudah meninggal pasti tidak akan ada yang menempati. Tapi kalau jompo yang masih punya anak cucu misalnya, kita bangunkan yang agak bagus,” sambungnya.
Baca Juga : 27 Siswa MIN 1 Kota Malang di Swab Antigen, Ini Hasilnya
Mahmud pun juga menjelaskan status tanah yang ditempati oleh para jompo. Ia menyebut bervariasi, karena diantaranya ada yang berstatus milik pribadi, ada juga yang berstatus tanah pinjaman milik warga atau milik desa.
“Tapi sampai sekarang tidak ada yang mempermasalahkan status tanah mereka. Pun jika ada yang mempermasalahkan pasti kita akan carikan tanah pengganti untuk mereka,” tegas Mahmud.
Selama ini, dari membantu 100 jompo di sekitar desanya, Mahmud tidak pernah mendapat bantuan dari pemerintah, baik untuk kebutuhan santunan maupun untuk membangun rumah jompo tersebut. Sebab, ia pun juga berkomitmen kepada dirinya sendiri untuk tidak menerima bantuan dari pemerintah untuk menyantuni para jompo tersebut.
“Pak Mukti dan Nurhadi selaku donatur pun juga menyarankan untuk tidak perlu meminta atau menerima bantuan dari pemerintah,” terang Mahmud.
Sementara itu, salah satu jompo yang bernama Siamah (71) saat dikunjungi di kediamannya tampak sedang menjemur nasi sisa di atas karung. Butuh suara agak lantang serta jarak dekat untuk berbicara dengannya. Sebab pendengaran nya mulai berkurang
“Mohon maaf, saya tidak terlalu mendengar dan penglihatan saya juga mulai rabun,” ungkap Siamah dengan logat Madura yang sangat kental.
Selama ini, Siamah mengaku hidup sebatang kara di rumah berdinding asbes berukuran sekitar 16 meter persegi. Karena kedua anaknya sudah berkeluarga dan jarang menafkahinya.
“Mereka berdua masing-masing sudah berkeluarga, satu orang tinggal di daerah Kecamatan Sumbermanjing Wetan dan satu lagi tinggal di Desa Ketawang, Kecamatan Gondanglegi. Mereka jarang datang kesini, karena memang anak-anaknya banyak. Mungkin hanya 1-3 bulan sekali ke sini membawakan saya oleh-oleh,” kata Siamah.
Siamah pun bercerita bahwa ia sudah tidak bisa bekerja selama 2 tahun terakhir, akibat mengalami penyakit stroke. Sehingga membuat badannya tidak mampu mengangkat beban yang agak berat. Namun Siamah bersyukur masih ada orang yang peduli kepadanya.
“Jadi kalau untuk kehidupan sehari-hari, saya hanya pasrah kepada tuhan. Alhamdulillah, kami sangat cukup terbantu dengan santunan yang diberikan pak Mahmud,” ujar Siamah.
Ia mengaku mendapatkan 5 kilo beras, 1 kilogram telur, 1 kilo gula pasir, dan teh dalam setiap bulannya. Ia juga mengatakan mendapat santunan sejak tahun 2009 lalu. Tepatnya sejak ia ditinggal oleh kedua anaknya. “Kalau suami saya sudah meninggal pada tahun 2006 lalu,” ucap Siamah.
Siamah juga mengaku bahwa rumah yang ia tempati saat ini juga dibangunkan oleh Mahmud pada tahun 2017 lalu. Dan dari situ Siamah mengaku cukup senang karena rumahnya yang sudah dapat ditinggali dengan layak.
“Iya, rumah saya ini dibangunkan oleh Pak Mahmud. Alhamdulillah, dibangunkan lebih luas daripada sebelumnya,” terang Siamah.