free web hit counter
Jatim Times Network Logo
Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Peristiwa

Penggunaan Kondom Turun Drastis Imbas Fenomena Resesi Seks yang Mendunia

Penulis : Desi Kris - Editor : A Yahya

11 - Jan - 2022, 20:13

Placeholder
Ilustrasi (Foto: primanora.com)

JATIMTIMES - Produsen kondom terbesar dunia, Karex Bhd, mencatat turunnya penggunaan alat kontrasepsi hingga mencapai 40%. Hal itu terjadi selama 2 tahun terakhir sejak pandemi Covid-19 melanda.

Melansir melalui laporan Nikkei Asia, Chief Executive Officer (CEO) Karex, Goh Miah Kiat, mengatakan aktivitas seksual menggunakan kontrasepsi saat ini tidak meningkat. Meski, Covid-19 mengunci orang-orang untuk tinggal di rumah guna menghindari penyebaran virus asal Wuhan, China tersebut. 

Baca Juga : Pemerintah Gencarkan Vaksinasi dan Pisahkan Level Asesmen Kasus PPLN dengan Penularan Lokal

"Penutupan hotel dan klinik non-esensial seperti pusat kesehatan seksual selama pandemi, bersama dengan berbagai pemerintah yang menangguhkan program pemberian kondom, berkontribusi pada penurunan penjualan kondom Karex," kata Goh. 

Hal itu justru berbeda dengan ramalan Karex sebelumnya. Di mana perusahaan tersebut memperkirakan permintaan kondom akan tumbuh 2 digit karena pemerintah di seluruh dunia memberlakukan lockdown. Untuk diketahui, Karex merupakan perusahaan berbasis di Malaysia. 

Karex membuat 1 dari setiap 5 kondom di seluruh dunia. Karex memproduksi untuk merek seperti Durex, serta lini kondom khusus seperti yang rasa Durian. 

Produksi tersebut dapat menghasilkan lebih dari 5 miliar kondom per tahun dan mengekspornya ke lebih dari 140 negara. Namun pandemi kini memaksa perusahaan itu beralih ke bisnis pembuatan sarung tangan medis karena melonjaknya permintaan. 

Perusahaan itu rencananya akan memulai produksi sarung tangan di Thailand pada pertengahan tahun 2022. Sebelumnya sejumlah penelitian menunjukkan 'resesi seks', memang terjadi di sejumlah negara. 

Mengutip dari CNBC International, istilah itu merujuk pada menurunnya mood pasangan untuk melakukan hubungan seksual, menikah dan punya anak. Resesi sendiri adalah istilah ekonomi yang menunjukkan kemerosotan. 

Di mana produk domestik bruto turun atau ekonomi riil bernilai negatif selama 2 kuartal atau lebih dalam 1 tahun. Di Amerika Serikat (AS), data terbaru melaporkan jika jumlah anak muda Negeri Paman Sam yang tidak berhubungan seks meningkat lebih dari 2 kali lipat pada akhir November 2021. Dari 8% menjadi 21%.

Bahkan penyebab terjadi resesi seks di AS yakni pasangan muda yang memutuskan untuk menunda pernikahan dan menjadi orangtua. Dari hasil penelitian, lebih banyak perempuan di rentang usia 18-35 tahun tidak berhubungan seks dalam satu tahun terakhir.

China juga melaporkan hal serupa dari data yang dirilis November 2021, di tahun 2020, Negeri Tirai Bambu itu bahkan mencatatkan angka kelahiran terendah dengan rata-rata kelahiran adalah 0,852% atau turun di bawah 1% untuk pertama kalinya sejak 1978 atau terendah dalam 43 tahun.

Selain 2 negara tersebut, sejumlah negara Asia juga melaporkan kondisi yang sama. India melaporkan Total Fertility Rate (TFR) negara itu yang dalam kondisi menurun dari 2,2 menjadi 2. 

Peneliti Negeri Hindustan mengatakan hal ini paling signifikan didorong oleh program keluarga berencana yang masif dilakukan di sana. Setelah India, ada  Malaysia yang melaporkan menurunnya TFR menjadi 1,7 bayi tahun 2020 dari yang sebelumnya 1,8 bayi pada 2019. 

Kepala statistik Datuk Seri Dr Mohd Uzir Mahidin menyebut bahwa penurunan ini disumbangkan oleh peningkatan tingkat pendidikan dan bertambahnya partisipasi perempuan dalam angkatan kerja.

Namun apa sebenarnya penyebab dari fenomena resesi seks ini?

Di Amerika Serikat (AS), fenomena ini memang sudah mulai terlihat sejak 2012. Para peneliti mengungkapkan adanya tren yang tidak biasa, yakni angka orang Amerika yang berhubungan seks berkurang jauh daripada dekade sebelumnya.

Laporan The Washington Post beberapa tahun lalu sempat menyebut adanya "Kekeringan Seks Amerika Hebat". Saat itu mereka mencatat 23% orang dewasa mengaku tidak berhubungan seks dalam satu tahun terakhir. 

Baca Juga : Sempat Tertinggi di Jatim, Kasus Aktif Covid-19 di Kabupaten Malang Turun Drastis

Pria muda yang tinggal di rumah dan tidak bekerja mendorong tren ini.

"Kami melihat peningkatan yang cukup mencolok dalam bagian orang yang tidak sering berhubungan seks, terutama dalam pangsa orang dewasa yang lebih muda," kata W. Bradford Wilcox, Direktur Proyek Pernikahan Nasional di University of Virginia.

"Kita telah sampai pada hari sekitar 50 tahun setelah revolusi seksual dan apa yang kita lihat adalah penurunan seks di kalangan orang dewasa muda. Tidak ada seorang pun, termasuk saya sendiri, yang dapat memprediksi hal ini," tambah Wilcox. 

Selain itu, tampaknya orang dewasa juga kurang tertarik untuk berkencan dan tidak mencoba hal itu. Wilcox menyebutnya sebagai "budaya hati-hati".

"Untuk apa pun yang lebih berisiko, termasuk seks, ada kecenderungan orang dewasa yang lebih muda untuk mendekatinya dengan lebih hati-hati daripada yang terjadi 30 tahun lalu," ucap Wilcox.

Tak cuma itu, para ahli pun mengidentifikasi beberapa alasan mengapa orang pada umumnya kurang berhubungan seks. Terutama, orang-orang yang menunda pernikahan.

"Waktu yang dihabiskan di luar pernikahan cenderung mengarah pada berkurangnya aktivitas seksual," kata Christine Whelan, Direktur Inisiatif Uang, Hubungan dan Kesetaraan di Sekolah Ekologi Manusia di University of Wisconsin, Madison.

"Orang-orang yang bermitra dalam hubungan jangka panjang yang berkomitmen memiliki lebih banyak akses ke seks dan melakukannya lebih teratur," ujar Whelan. 

Whelan bahkan percaya peningkatan ketergantungan pada smartphone dan layar sebagai alasan terjadinya resesi seks. Ponsel pintar kali ini juga dianggap mengurangi keintiman antar pasangan.

Saat ini fenomena resesi seks disebut-sebut terjadi tidak hanya di AS. Tetapi juga China, Jepang, Korea Selatan (Korsel), hingga Singapura.

Di China pemerintah sampai turun tangan merevisi aturan memiliki anak. Kini pasangan di China bisa memiliki 3 anak. Jepang mencatat jumlah kelahiran bayi turun menjadi 840.832 pada 2020, turun 2,8% dari tahun 2019 sebelumnya. 
Jumlah angka itu juga terendah sejak pencatatan dimulai pada 1899. Sedangkan di Korsel sudah ada persatuan wanita yang menolak norma patriarkal dan bersumpah untuk tidak menikah. 

Mereka bahkan berjanji tidak mau memiliki anak bahkan berkencan dan berhubungan seksual. Sementara di Singapura, dari data terbaru, jumlah pernikahan di negara ini turun drastis ke level terendah dalam 34 tahun terakhir. 

Untuk kelahiran warga juga tergelincir ke level terendah selama tujuh tahun.


Topik

Peristiwa



JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Indonesia Online. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Jatim Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Desi Kris

Editor

A Yahya