JATIMTIMES - Mantan Kabag Kesra Pemkab Jombang Basuki Ahmada Yakub ditetapkan sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO) oleh Kejaksaan Negeri Jombang. Ahmada diburu aparat penegak hukum lantaran dugaan kasus korupsi dana bencana pada 2004 lalu.
Kasus tersebut bermula saat adanya bencana gempa tsunami Aceh pada akhir tahun 2004 silam. Bencana dahsyat tersebut menggerakkan Pemkab Jombang untuk mengumpulkan bantuan dana dari sejumlah instansi.
Baca Juga : Warga Tutup Jalan Perumahan Randu Permai II Babbalan, PD Sumekar Irit Bicara
Melalui pelaksana penanggulangan bencana dan pengungsi (Satlak PBP) Kabupaten Jombang, dana bantuan bencana dikumpulkan secara kolektif pada awal tahun 2005. Dana terkumpul di rekening Bank Jatim yang dikelola Bagian Bina Sosial pada Sekretariat Daerah Kabupaten Jombang. Saat itu, Basuki Ahmada Yakub yang menduduki posisi Kabag Kesra.
Dana bantuan yang seharusnya disalurkan ke lokasi bencana, nyatanya tidak tersalurkan dengan benar. Berdasarkan rilis tertulis Kejari Jombang, dana bantuan tersebut 'ngendon' di sejumlah rekening.
Antara lain, menjadi simpanan pribadi Ahmada di KPRI Sejahtera sebesar Rp 490.000.000, Dana pokok Satlak PBP sebesar Rp 407.674.315, serta bunga dari koperasi sejahtera sebesar Rp 281.250.685 dan bunga dari Bank Jatim sebesar Rp 71.102.685.
"Hingga kasus itu diproses, sejumlah dana itu tidak bisa dipertanggungjawabkan oleh terpidana, totalnya Rp 1.250.027.000," terang Kasipidsus Kejari Jombang Acep Subhan Saepudin kepada JatimTIMES, Jumat (10/12).
Kasus korupsi yang menjerat mantan Kabag Kesra Pemkab Jombang itu akhirnya bergulir ke meja hijau. Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya memutuskan Ahmada secara sah dan meyakinkan bersalah pada 28 Mei 2015.
Ia divonis melanggar pasal 3 undang-undang RI nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto pasal 64 ayat (1) KUHP. Putusan itu tertuang pada nomor putusan 17/Pid.Sus/TPK/2015/PN.Sby.
"Vonisnya dalam pengadilan pertama terpidana dihukum satu tahun penjara dan uang pengganti kerugian sebesar Rp 1.114.720.595,32," terangnya.
Masih menurut Acep, Ahmada tidak puas dengan vonis Pengadilan Tipikor Surabaya. Upaya banding pun diajukan oleh pihak terpidana.
Pada tahap banding itu, Pengadilan Tinggi Jawa Timur memutuskan tidak mengubah putusan PN Surabaya. Itu tertuang dalam putusan nomor 66/Pid.Sus/TPK/2015/PT.SBY tanggal 15 September 2015.
Tidak berhenti di situ, lanjut Acep, sidang pun berlanjut ke tahap Kasasi. Hingga pada 20 September 2016, melalui putusan nomor 223 K/Pid.SUS/2016, Mahkamah Agung memutuskan hukuman lebih berat untuk Ahmada.
Ia, divonis dengan hukuman selama 4 tahun penjara dan denda sebesar Rp 200 juta subsidair enam bulan kurungan. Selain itu, Mahkamah Agung juga menjatuhinya hukuman membayar kerugian sebesar Rp 1.250.026.680.
Menurut keterangan Acep, terdakwa sebelumnya sudah mengembalikan uang sebesar Rp 1.385.436.045,32. Uang tersebut diserahkan saat proses sidang pertama.
"Uang pengganti ini akan diperhitungkan dengan uang yang sudah dikembalikan ke kas daerah," kata Acep.
Kendati begitu, Ahmada hingga saat ini belum menjalani hukuman pidana penjaranya. Vonis hukuman penjara dijatuhkan oleh MA selama 4 tahun penjara.
Hingga kini, keberadaan Ahmada belum bisa ditemukan. Pihak Kejari Jombang akhirnya memutuskan mantan Kabag Kesra Pemkab Jombang itu sebagai DPO (Daftar Pencarian Orang).
"Kita juga sudah beberapa kali mendatangi beberapa tempat namun belum berhasil melakukan eksekusi. Dengan status (DPO) ini, kita berharap terpidana bisa dieksekusi dan menjalani hukumannya," pungkasnya.